Nostalgian Kuliner di Kota Palembang

Kerinduan itu segera menuntun kaki saya menyusuri tempat-tempat yang sedari kuliah dulu menjadi tempat pilihan saya bersama rekan-rekan menghabiskan akhir pekan atau sekadar mentraktir para sahabat. (*Prakoso Bhairawa Putera)

ARAH PERUBAHAN UU IPTEK

Namun, rencana perubahan tidak mencantumkan peneliti dan perekayasa sebagai bagian penting dari sumber daya.Padahal, pelaku aktivitas penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek terletak pada peneliti dan perekayasa.

Makam Kesultanan Palembang Darussalam

Masyarakat Palembang mengenal kompleks pemakaman ini dengan sebutan Kawah Tekurep. Nama tersebut berasal dari bentuk atap bangunan utama pemakaman yang berbentuk cungkup (kubah) melengkung berwarna hijau. (*Prakoso Bhairawa Putera)

Penyerahan Hadiah Pemenang LKTI Seskoal 2012

Komandan Seskoal Laksamana Muda TNI Arief Rudianto, SE., menyerahkan hadiah kepada pemenang lomba karya tulis ilmiah dengan tema “Menuju Kejayaan NKRI sebagai Negara Kepulauan yang Bervisi Maritim”.

"MABUK OTDA" KETIKA DAERAH BARU (DINILAI) GAGAL

Gegap gempita otonomi ternyata membawa konsekuensi logis dengan perubahan dalam sistem pemerintahan daerah.(Esquire Indonesia, Juni 2013 *Prakoso Bhairawa Putera)

Melihat Lebih Dekat UU Iptek di Negara Tetangga

Di beberapa negara tetangga, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi konsumsi yang sangat penting bagi pemerintah dalam menjalankan setiap aktivitasnya dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Wajar saja jika kemudia, kebijakan dalam bentuk undang-undang iptek begitu diperhatikan dan berbasis pada kebutuhan masyarakat.

Dua negara terdekat dengan Indonesia, seperti Singapura dan Filipina memiliki karakteristik yang berbeda dan penekanan akan pelaksanaan dari tugas fungsi pemerintah dalam iptek. Singapura dengan Bill No. 26/2002, National Science and Technology Board (Amendment) Bill

Kebijakan ini erat kaitannya dengan kerangka pembangunan ekonomi di negara tersebut. Terbentuknya undang-undang iptek di negara Singapura ditandai dengan beberapa kebijakan pendukung, seperti: Adanya kebijakan yang berkaitan dengan Foreign Direct Investment (FDI). Strategi yang dilakukan Singapura adalah dengan menarik investasi dari perusahaan multinasional, dan menarik keuntungan dari investasi tersebut pada ekonomi domestik. Subsidi merupakan aturan yang sangat penting dalam memainkan strategi ini.

Lalu adanya kebijakan Venture Capital. Kebijakan dalam bidang ini dicoba untuk meransang pendanaan modal ventura melalui koinvestasi dan mendorong investasi modal ventura swasta melalui insentif pajak. selain itu kebijakan dalam Penelitian dan Pengembangan. Kebijakan penelitian dan pengembangan Siangapura meliputi pendanaan publik untuk lembaga litbang swasta, insentif penelitian dan pengembangan swasta (misalnya melalui sistem perpajakan), dan pemberian dana pemerintah bagi para peneliti dan para insinyur perusahaan-perusahaan lokal.

Tidak hanya itu, kebijakan pendukung lainnya berkaitan dengan pendidikan. Pendidikan selalu menjadi prioritas bagi Singapura. Seperti halnya investasi pemerintah pada pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Pemerintah Singapura juga memiliki komitmen yang kuat dalam memberikan subsidi pada skema pelatihan untuk karyawan; regulasi pendidikan tinggi dijalankan sesuai dengan kebutuhan yang ingin dicapai; kemitraan universitas dengan banyak lembaga internasional. Kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Singapura, diikuti dengan komitmen dari perusahaan untuk mendanai pegawai mereka untuk dilatih dengan konsep job training. Konsep semacam ini memberikan pengalaman baru bagi setiap karyawan yang mengikuti program untuk mendapatkan tambahan dan pengetahuan tentang penguasaan teknologi ataupun sistem manajerial di suatu perusahaan, sehingga dikemudian hari pengetahuan ini bisa dimanfaatkan untuk membuka perusahaan baru.

Pemerintah Singapura juga menerapkan kebijakan pendukung dalam hal imigrasi. Kebijakan sektor ini merupakan salah satu strategi kunci pengungkit untuk pemerintah Singapura. Kebijakan imigrasi difokuskan pada para pekerja berdasarkan kumpulan keterampilan yang relevan, sebagai kebalikan dari kumpulan keluarga. Tidak hanya itu kebijakan klaster ikut menjadi perhatian. Pemerintah Singapura menyadari bahwa pengembangan klaster industri menjadi penting dan harus difasilitasi. Oleh karena itu, pemerintah Singapura memfokuskan kepada bidang bioteknologi dan teknologi lingkungan; teknologi elektronik dan manufaktur; dan teknologi informarmatika. Dan yang terakhir, pengembangan hubungan (lingkage). Hubungan dan interaksi antar faktor-faktor serta bagian-bagian ekonomi yang berbeda menjadi perhatian pemerintah Singapura.

Kebijakan pendukung tersebut dipersiapkan secara baik oleh pemerintah Singapura sebelum menerbitkan undang-undang yang berkaitan dengan iptek. Baru pada tahun 2001 Undang-Undang tentang National Science and Technology Board (NSTB) diterbitkan. Undang-undang ini merupakan undang-undang lembaga untuk menjalankan fungsi perencanaan, pengembangan, pendampingan, dan penyebaran SDM Litbang. Sejak awal kehadiran NSTB melalui undang-undang tersebut menunjukkan semangat pemerintah Singapura untuk mendorong litbang sebagai hal penting untuk menarik dan memperkuat investor multinasional sebagai dasar pengetahuan untuk perusahaan lokal.

Filipina dengan Republik Act No 2067

Pada mulanya iptek di Filipina berkembang dengan hadirnya pola pendidikan dan pelatihan bagi para ilmuwan, insinyur dan dokter. Perkembangan ini dimulai sebelum kemerdekaan Filipina Tahun 1946. Setelah kemerdekaan dukungan pemerintah Filipina semakin terlihat dengan terkonsentrasi pada pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Periode berikutnya bermunculan organisasi-organisasi profesional dari para ilmuwan dan insinyur yang diikuti dengan pertumbuhan pendidikan tinggi di Filipina. Munculnya organisasi profesi memberikan dampak dengan perbaikan standar pendidikan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan di belahan dunia lain.

Pemerintah Filipina pun menyadari bahwa pembangunan negara tergantung pada sumber daya manusianya. Oleh karena itu, pemerintah merencanakan pengembangan sumber daya manusia berilmu pengetahuan dan teknologi. Iptek menjadi modal membangun masa depan Filipina. Guna mendukung rencana ini maka pemerintah menfokuskan pendidikan dengan menyelaraskan pendidikan kejuruan, teknis, dan program-program pengembangan keterampilan dengan kebutuhan daya saing industri global. Konsep ini bertujuan untuk menjalin keterkaitan (jejaring) dengan sektor swasta dengan memanfaatkan potensi lokal yang tersedia, riset dan pengembangan di sektor tersebut diarahkan untuk memaksimalkan kontribusi iptek untuk pembangunan nasional.

Peningkatan jumlah perguruan tinggi di Tahun 1947 menjadikan pemerintah melakukan reorganisasi terhadap Bureau of Science menjadi Institute of Science. Tujuan reorganisasi memberikan peluang untuk pengembangan dan penelitian terhadap berbagai jenis bidang ilmu yang nantinya akan berkembang, selain itu juga untuk merangsang kebutuhan perguruan tinggi dalam melakukan riset.

Pada Tahun yang sama sebuah institut gizi (Instituter of Nutrition) dan pada Tahun 1952 The Science Foundation of the Philippines (SFP) ditempatkan bersama dengan Institute of Science dibawah presiden. Instituter of Nutrition bertugas untuk melakukan riset, dan fungsi ekstensi.Sementara, Science Foundation bertugas untuk merangsang penelitian dalam sains dan ilmu pengetahuan teknik, serta mempromosikan kesadaran di kalangan masyarakat.

Pada Tahun 1952, Komisi Vulkanologi juga dibentuk dan ditempatkan di bawah Dewan Riset Nasional Filipina (NRCP). Fungsinya untuk melakukan penelitian dasar tentang volkanologi. Tahun 1951 Institute of Science direorganisasi menjadi Institute of Science and Technology. Perubahan nama lembaga ini diikuti dengan perubahan status sebagai lembaga pemerintah dan berada di bawah Kementerian Koordinator Ekonomi. Implikasi lain dengan perubahan tersebut, IST bertanggung jawab untuk memperbaiki proses industrialisasi dan mendorong pengembangan teknologi. Kepedulian pemerintah terhadap iptek terlihat dengan diundang-undangkannya Republik Act No 2067 Tahun 1958, bahkan kongres Filipina juga mendukung dengan menyetujui diberlakukanya The Science Act of 1958.

Republik Act No 2067 landasan pembentukannya berdasarkan pada bagian keempat dari Pasal XIV konstitusi Filipina, sehingga The Science Act of 1958 dinyatakan sebagai kebijakan negara untuk membudayakan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan pengembangan teknologi, membina kegiatan penemuan baru, dan memanfaatkan pengetahuan ilmiah sebagai instrumen yang efektif untuk kemajuan negara Filipina.

Pemerintah Filipina mengemban tugas dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, diantaranya menstimulus dengan memberikan panduan ilmiah, teknik, dan teknologi dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar dan mendesak rakyat, memperkuat sistem pendidikan nasional Filipina sehingga menjadi penyedia sumberdaya ilmiah yang berkompeten dan tenaga kerja berteknologi, memberikan insentif untuk swasta dan inisiatif individu dalam bidang ilmiah, sebagai dasar fundamental untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Tugas lengkap pemerintah terdapat pada Bab 3 Republik Act No 2067 dengan memberikan tekanan pada sembilan pokok tugas, yaitu : 1) Menstimulasi dan mengarahkan keilmuan, usaha iptek menuju kebutuhan masyarakat. 2) Merumuskan program untuk pengembangan dan memaksimalkan penggunaan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah. 3) Penguatan sistem pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang kompeten dan berkelanjutan. 4) Memberi insentif secara individu dalam memulai suatu pengembangan keilmuan. 5) Mendorong dan mempromosikan penyebaran hasil iptek. 6) Mendorong dan memfasilitasi partisipasi aktif dari sektor-sektor domestik dan asing dalam hal financial, teknis, dan bentuk lain dibidang iptek. 7) Berkoordinasi dan bekerjasama dalam penelitian guna memaksimalkan pencapaian kemajuan dan memini-malisasi penggandaan. Memprakarsai dan menciptakan standarisasi, ukuran control kualitas/standar penjamin mutu, dan fasilitas-fasilitas dokumentasi, dan 9) Mendorong dalam belajar ilmu-ilmu murni dan dasar.

Semua tugas dalam undang-undang tersebut dijalankan oleh sebuah lembaga yang bernama National Science Development Board. Tugas utama dari badan ini sudah tentu mengkoordinasikan dan mempromosi kerjasama dalam penelitian dan pengembangan antar lembaga pemerintah dan swasta.

Berdasarkan undang-undang tentang iptek yang diterbitkan di Filipina, undang-undang ini bukan merupakan undang-undang lembaga seperti Singapura. Undang-undang iptek di Filipina memberikan pedoman mengenai penyelenggaraan kegiatan berkaitan dengan penelitian dan pengembangan. Demikian pula dengan perekayasaan di negara tersebut, serta bagaimana menstimulus kelembagaan institusi penelitian milik pemerintah, perguruan tinggi, dan swasta. Bahkan undang-undang ini juga secara khusus memberikan prioritas terhadap sembilan bidang penelitian, sebagaimana tercantum dalam Bab 10 undang-undang tersebut, yaitu Industrial research, Agricultural research, Medical and pharmaceutical research, Biological research, Atomic energy research, Food and nutrition research, Engineering research, Research on social science and the humanities, dan Pure and fundamental science studies.

Bagaimana Dengan Indonesia?

Seperti diungkapkan pada BISKOM edisi Desember 2010, secara umum kebijakan tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 merupakan bentuk kepedulian dan perhatian pemerintah terhadap iptek di Indonesia. Kondisi awal kebijakan ini bertujuan meletakkan kerangka dasar, landasan hukum bagi perkembangan semua unsur-unsur kelembagaan yang diperlukan serta peningkatan interaksi dan sinerginya. Selain itu juga diarahkan untuk membangun kesadaran tentang pentingnya peran serta semua unsur masyarakat, khususnya dunia usaha dalam memperkuat sistem nasional iptek. Namun, kebijakan nasional ini masih belum maksimal diimplementasikan dikarenakan banyaknya ruang yang belum dioptimalkan dari tiap-tiap elemen untuk keberlanjutan aktivitas dan dukungan kebijakan serta pendanaan yang secara terus menerus dan berkelanjutan dilakukan pada tingkat nasional dan daerah.

Pelajaran penting dari regulasi yang diterapkan kedua negera tertangga tersebut menunjukkan adanya kebijakan yang saling mendukung diberbagai sektor yang tidak hanya dikaitkan tetapi terintegral dalam menuju sasaran. Fokus pada bidang pilihan pun menjadi factor sukses kebijakan suatu negara, walaupun sebenarnya pembagian semacam itu telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, akan tetapi negara tertangga (baik Singapura maupun Filipina) memberikan alokasi pendanaan yang lebih besar untuk kegiatan riset dan aktivitas iptek sehingga roda interaksi antar akademisi, pemerintah dan industri atau yang dikenal dengan akademisi, bisnis dan government terus berputar dalam mendukung percepatan pembangunan dan daya saing nasional, dan pada akhirnya terciptanya kemakmuran suatu bangsa.

Di Tulis Oleh : Prakoso Bhairawa Putera, Peneliti Muda bidang Kebijakan dan Administrasi (Kebijakan Iptek) – LIPI, dan Peserta Program Beasiswa Pascasarjana Ristek 2010 di Universitas Indonesia

ADA ESAI FOTO KO DI NEWSLETTER FOTO KITA EDISI 27.07.10

Museum Kita dalam Optimisme New Brand Visit 2010

Pada 30 Desember 2009 lalu, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mencanangkan tahun 2010 sebagai “Tahun Kunjungan Museum”. Bahkan pada awal Januari 2010 diluncurkan juga Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang akan berlangsung sepanjang 2010-2014. Peluncuran gerakan GNCM diharapkan menjadi langkah strategis untuk mewujudkan revitalisasi museum di Indonesia.

Dengan pencanangan ini, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mengharapkan adanya peningkatan kunjungan wisatawan domestik maupun turis asing ke berbagai museum yang ada di Indonesia. Di sisi lain, pencanangan Tahun Kunjungan Museum dapat pula meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat sesuai fungsi museum itu sendiri.

Berbicara museum, ada baiknya kita melihat rujukan pada definisi yang diberikan International Council of Museums. Museum adalah institusi permanen yang melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan. Karena itu ia bisa menjadi bahan studi oleh kalangan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan.

Kondisi di lapangan menunjukkan, kunjungan masyarakat ke museum yang tersebar di berbagai kota di Indonesia belum menggembirakan, atau hanya 2 persen dari jumlah penduduk per tahun (Kompas, 16 April 2009).

Minimnya kunjungan disebabkan oleh banyak faktor. Thomas Haryonagoro (2009) menjelaskan, ada kesan di masyarakat selama ini yang kurang berpihak terhadap museum, di mana fasilitas ini dianggap tidak atraktif, tidak aspiratif, tidak menghibur, dan pengelolaan dilakukan seadanya. Keberadaan museum belum mampu menunjukkan nilai-nilai koleksi yang tersimpan kepada publik. Kondisi sumber daya manusia di museum pun memprihatinkan. Edukator (programmer) kurang profesional, kehumasan (public relation) lemah, kurang aktif. Pemasaran ataupun informasi tentang museum hanya seadanya dan cenderung stagnan. Kondisi ini diperparah pula dengan penyelenggara pariwisata yang kurang berpihak kepada museum. Museum dinilai belum menjadi destinasi yang potensial. Otonomi daerah pun menghambat konsolidasi pusat-daerah.

Saat ini jumlah museum di Indonesia tercatat 281 unit, dan diperkirakan akan terus bertambah. Museum tersebut antara lain tersebar di Jawa Tengah (41 museum), DKI Jakarta (62 museum), dan DI Yogyakarta (32 museum). Berdasarkan data dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2009), jumlah kunjungan terhadap 80 museum di seluruh Indonesia setiap tahunnya mengalami penurunan. Pada tahun 2006, jumlah kunjungan ke museum mencapai 4.561.165, lalu turun menjadi 4.204.321 di tahun 2007, bahkan di tahun 2008 turun kembali menjadi 4.174.020 pengunjung. Keadaan semacam ini jelas mengindikasikan bahwa museum kurang diminati sebagai salah satu tujuan wisata.
Museum di Sumatera

Sejak bergulirnya otonomi daerah, kewenangan pengelolaan museum diserahkan ke daerah sesuai PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota.

Palembang adalah salah satu kota di Sumatera yang banyak menyimpan benda-benda sejarah. Beberapa kalangan mengharapkan museum-museum di kota ini perlu diperbaiki dalam sistem pengelolaannya (Antara, 9 Januari 2010). Kurang terawatnya koleksi berharga, mutu fasilitas atau wahana penyimpanan menjadi permasalahan utama. Padahal jika ditelusuri, potensi museum di daerah yang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya itu dapat menjadi daya tarik tersendiri.

Ada beberapa museum terkenal di Palembang, antara lain Museum Balaputra Dewa (dikelola Pemprov/Dinas Pendidikan Sumsel), Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (dikelola Pemkot Palembang), Museum Tekstil, Museum Sriwijaya di kompleks Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (dikelola Dinas Pendidikan Provinsi), dan Monumen Amanat Perjuangan Rakyat. Berbedanya pengelola tiap museum di Palembang juga berdampak pada mekanisme anggaran yang diperoleh atau diperuntukkan bagi perawatan tiap museum.

Dalam sebuah pemberitaan yang diturunkan kantor berita Antara edisi 9 Januari 2010, disebutkan bahwa beberapa museum di Palembang sangat memprihatinkan, seperti Museum Sriwijaya di kompleks TPKS, Museum Tekstil, dan Museum Balaputra Dewa. Museum Sriwijaya sering tidak beroperasi dan tutup. Kondisi sekitarnya nampak kotor serta kumuh. Koleksi Rumah Limas dan bangunan sekitar Museum Balaputra Dewa juga terlihat memerlukan perbaikan karena mulai keropos dimakan usia dan rayap. Kondisi penerangan lampu museum pada malam hari sangat kurang. Beberapa pengunjung museum membandingkannya dengan kondisi Museum Sultan Mahmud Badaruddin di dekat Benteng Kuto Besak (BKB), pinggiran Sungai Musi dan Monpera yang tidak berjauhan lokasinya. Kedua museum itu relatif banyak dikunjungi masyarakat, termasuk turis mancanegara.

Kondisi yang agak berbeda terlihat dari pengelolaan Museum Negeri Sumatera Utara. Sebagaimana hasil wawancara Inside Sumatera dengan Kepala Museum, Sri Hartini, (edisi Desember 2009), terlihat adanya upaya membangkitkan image baru pada museum tersebut. Tetapi “revolusi museum” tidaklah mudah. Pada awal perencanaan, ada kesulitan untuk meyakinkan pihak-pihak terkait, bahwa renovasi ruang dan display akan berakibat positif bagi jumlah kunjungan. Pembangunan museum tidak masuk dalam program utama pemerintah yang masih berkutat pada infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Keberlangsungan operasional Museum Negeri Sumut selama ini hanya karena adanya dana reguler yang memang tidak dialokasikan untuk wawasan permuseuman moderen.

Selain mampu merubah tampilan museum, perubahan persepsi terhadap pengelolaan museum juga menjadi penting. Hal ini juga yang dilakukan Sri Hartini. Paradigma lama yang selama ini menganggap pengelolaan museum dengan semata-mata berorientasi koleksi, selanjutnya perlu dikembangkan pula dengan orientasi publik.

Di Jambi, rendahnya kunjungan wisata ke museum sebagai pusat wisata sejarah lebih banyak dipengaruhi kurangnya kegiatan rekreasi yang digelar di arena museum. Masyarakat Jambi cenderung enggan berkunjung ke museum kalau hanya untuk melihat-lihat benda-benda bersejarah yang dinilai hanya barang kuno (Radesman Saragih: Suara Pembaruan, 7 Nopember 2009). Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pihak pengelola untuk menstimulus jumlah pengunjung--baik pihak Museum Negeri Jambi dan Museum Perjuangan Rakyat Jambi--adalah terus menggencarkan berbagai kegiatan rekreasi, seni, budaya, dan pendidikan di arena museum. Sasaran utama kegiatan tersebut umumnya anak-anak dan remaja.

Terobosan-terobosan semacam ini menjadi penting dalam menggairahkan kunjungan ke museum. Tetapi selain itu, sesungguhnya kita perlu juga mengadaptasi penggunaan teknologi permuseuman yang lebih maju. Misalnya dengan pemanfaatan visualisasi dan animasi bantuan teknologi informasi. Kecanggihan teknologi informasi dapat memopulerkan dan mengomunikasikan museum di jaringan maya. Melalui jaringan itu, museum dan koleksinya mampu menjadi obyek pengetahuan, data, dan wahana tukar-menukar informasi secara lebih luas.

Konsep museum virtual sendiri telah diperkenalkan sejak 1993 oleh Museum of Computer Art (MOCA) yang pada saat itu dipimpin oleh Don Archer. Museum virtual ini merupakan sebuah lembaga nirlaba di bawah Departemen Pendidikan Negara Bagian New York (AS), dan sejak saat itu muncullah virtual museum lainnya.

Sebenarnya konsep museum virtual cukup sederhana, yaitu sebuah halaman dan bagian dari rumah (web) di internet yang sifatnya online dengan memasukkan segala informasi yang selama ini diperoleh melalui museum dengan berkunjung langsung ke lokasi yang kemudian dipindahkan ke lembaran halaman virtual. Di beberapa negara, museum virtual cukup membantu meningkatkan minat mahasiswa dan pelajar untuk studi koleksi museum tersebut.

Langkah Sukses New Brand 2010

Di tengah-tengah kondisi saat ini, di mana keberpihakan terhadap museum mulai kembali diperlihatkan oleh pemerintah, maka setiap potensi museum di Sumatera perlu segera diinventarisasikan. Hal ini merupakan langkah awal atau bisa juga dikatakan sebagai langkah pertama dalam sukses Tahun Kunjungan Museum 2010.

Pendataan kembali museum-museum dan koleksinya penting untuk melihat sejauh mana karakteristik yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pendataan pun berfungsi untuk mengetahui kelengkapan koleksi yang dipunyai sesuai dengan daftar inventarisasi, apakah keadaanya terawat atau mulai mengalami kerusakan. Setelah melakukan inventarisasi, langkah berikutnya adalah “pembangunan kembali” museum dengan paradigma baru. Yang dimaksud pembangunan di sini bukanlah pembangunan gedung baru. Hal ini dapat mencontoh keberhasilan yang dilakukan oleh Museum Negeri Sumatera Utara. Paradigma baru itu adalah orientasi yang lebih besar kepada pelayanan publik, di samping pengoptimalan moderenisasi permuseuman sehingga layak kunjung.

Sedangkan dari sisi marketing, terobosan yang bisa dilakukan museum daerah antara lain, kerja sama dengan pihak-pihak seperti Dinas Pendidikan Nasional, Dinas Pariwisata, dan media massa untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berpusat di museum, mengaktifkan kembali study tour ke museum-museum sebagai wisata edukasi, pemasaran museum melalui blog atau web, mempersiapkan diri secara matang bila ikut pameran, dan seterusnya. Seluruh kegiatan itu harus mampu mengubah citra museum yang tua, kuno, kumuh dan tidak cozy.

Tentu ada banyak lagi terobosan-terobosan yang bisa dilakukan oleh pihak pengelola museum. Mengingat program Tahun Kunjungan Museum 2010 sebagai “jualan” pokok pariwisata Indonesia, maka dukungan dari pemerintah daerah menjadi penting. Semoga tahun 2010 ini menjadi awal yang baik untuk mengembalikan museum kita sebagai khasanah yang bernilai edukasi yang bermanfaat untuk pemartabatan pengetahuan dan jati diri anak bangsa di tengah pengaruh global

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera, penulis adalah Peneliti Muda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta

JEJARING PARIWISATA: ADA DMO DI DALAM

Penggunaan teknologi informasi ternyata juga menciptakan peluang dalam penguatan jejaring pada sektor pariwisata. Egger (2008) mengemukakan, media internet adalah pusat informasi yang paling penting dalam perencanaan perjalanan wisata. Jaringan virtual ini menciptakan rantai nilai ekonomi yang terhubung antara satu kepentingan dan kepentingan lainnya dalam kerangka industri pariwisata.

Dukungan teknologi informasi selanjutnya terlihat dengan tersedianya e-tourism. E-tourism didefinisikan oleh Ndou dan Passiante (2005) sebagai batasan tentang sistem jaringan pariwisata yang terbuka dengan segala kemandirian terhadap keberagaman yang merujuk pada infrastruktur teknologi informasi dan terintegrasi dengan nilai-nilai.

Konsep ini selajutnya diperjelas oleh Putera dkk. (2008) bahwa e-tourism dipandang sebagai bentuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan daya guna dalam bidang pariwisata, memberikan berbagai jasa layanan pariwisata kepada customers dalam bentuk telematika dan menjadikan penyelenggaraan pemasaran pariwisata lebih mudah diakses.

E-tourism merupakan kesatuan sistem dari destination management systems (DMS). Sebagai satu sistem, DMS akan saling ketergantungan dengan komponen yang lain sehingga DMS merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan antara teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pariwisata, bisnis, serta pemerintah.

Kelemahan

Egger (2008) memberikan empat kelemahan jejaring tujuan wisata selama ini, yaitu culture and leisure facilities, hoteliers, potential guests, dan pengelolaan pariwisata.

Ada beberapa situs pariwisata yang memang bisa dilacak dengan mesin pencari, tetapi ada juga yang tidak bisa dilacak. Hal ini disebabkan informasi mengenai pariwisata hanya tersimpan pada halaman-halaman situs yang tidak terintegral satu sama lain pada kawasan yang sama. Hal semacam ini menyebabkan pengunjung tidak mengetahui budaya dan keunggulan suatu tujuan wisata. Culture and leisure facilities biasanya dijadikan sebagai pilihan pengunjung untuk mendatangi suatu wilayah tujuan wisata. Informasi-informasi seperti ini kurang tersedia di dalam fasilitas e-tourism.

Pengunjung biasanya mendatangi suatu wilayah, lebih untuk menikmati daerah tujuan wisata. Namun, hotel hendaknya tetap menyediakan informasi tambahan untuk mendatangkan pengunjung tersebut menikmati akomodasi dari hotel. Seperti, layanan tur, fasilitas wisata tambahan, ataupun kenyaman seperti mandi uap dan spa. Fasiltas tersebut sering diabaikan oleh pengelola hotel, dengan hanya menampilkan video ataupun gambar dengan kualitas yang kurang baik. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap deskripsi tentang akomodasi yang akan diperoleh pengunjung, jika memilih hotel tersebut.

Saat ini banyak sekali tamu potensial yang kebingungan untuk merencanakan kunjungan wisata mereka. Keterbatasan informasi yang hanya diperoleh dari situs hotel, situasi informasi pariwisata membuat tamu-tamu potensial tersebut tidak bisa dengan jelas merencanakan dan menentukan pilihan.

Pengelolaan pariwisata biasanya tunduk pada batas-batas geografis dan politik. Akan tetapi, bagi pengunjung, mereka lebih memperhatikan pada topografi, budaya, bahasa, dan sebagainya sehingga perbedaan ini sering terjadi perdebatan pada pelaksanaannya. Keempat aspek ini menjadi hal-hal yang selama ini dirasakan bersinggungan dalam pelaksanaan kegiatan kepariwisataan di daerah.

Paradigma baru

Ada konsep baru yang mencoba memberikan jawaban terhadap permasalahan lemahnya sistem jejaring pariwisata. Konsep tersebut dinamakan Destination Management Organization (DMO). DMO adalah sistem pengelolaan pariwisata terpadu yang memiliki kelengkapan sebagai satu sistem.

Morrison, Bruen, dan Anderson (1998) memberikan lima fungsi dari DMO. Pertama, sebagai economic driver dalam menghasilkan pendapatan daerah, lapangan pekerjaan, dan penghasilan pajak yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal. Kedua, sebagai community marketer dalam visualisasi gambar tujuan wisata, kegiatan pariwisata sehingga menjadi pilihan pengunjung. Ketiga sebagai industry coordinator yang memiliki kejelasan terhadap fokus pertumbuhan industri yang mendatangkan hasil melalui pariwisata. Keempat, sebagai quasi-public representative, yaitu keterwakilan pendapat terhadap industri pariwisata yang dinikmati pengunjung ataupun grup pengunjung. Kelima, sebagai builder of community pride, peningkatan kualitas hidup.

Koordinasi pemangku kepentingan (coordination tourism stakeholders) merupakan inti dari sistem DMO. Komponen ini menjadi kunci sukses karena menitikberatkan pada hubungan jejaring yang membentuk sistem DMO.

Sebagai salah satu kompenen khas dari DMO, pengelolaan tamu (visitor management) menjadi penting dalam pasokan produk jasa terhadap pengunjung. Informasi/riset mendukung semua kegiatan dari DMO. Kegiatan ini menjadi bermanfaat karena memberikan gambaran secara komprehensif tentang selera pasar, pasokan industri pariwisata, dan kesenjangan yang perlu diatasi melalui perencanaan dan pembangunan. Informasi/riset diperlukan untuk mendukung keputusan dan tindakan yang dilakukan dari setiap kegiatan.

Perlu pula dilakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM), terdiri atas kegiatan untuk meningkatkan keterampilan SDM di bidang pariwisata, seperti pelatihan dan kerja praktik di beberapa pusat-pusat pelatihan dan industri pariwisata.

Tujuan pemasaran menjadi ujung tombak dalam komponen DMO. Keberhasilan DMO ditentukan bagaimana tujuan pemasaran dapat menarik sebanyak-banyaknya pengunjung untuk datang ke wilayah yang telah dipromosikan. Dengan kata lain, pengembangan DMO sebagai bentuk baru dalam pengelolaan pariwisata daerah menjadi penting bagi pemanfaat teknologi informasi dan komunikasi untuk pariwisata. ***

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera, Penulis, peneliti muda kebijakan dan perkembangan Iptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Publikasi: Pikiran Rakyat, edisi 26 Juli 2010

TRIP UJUNG GENTENG, 11 - 13 MARET 2011

Akhir pekan di minggu kedua bulan Maret memberikan pengalaman baru. Perjalanan kali ini masih dengan NEXT LEVEL Adventure, tujuan pun telah ditetapkan yaitu UJUNG GENTENG.

Ujung Genteng merupakan daerah pesisir pantai selatan Jawa Barat yang terletak di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi dengan jarak tempuh sekitar 220 kilometer dari Ibu Kota Jakarta atau 230 kilometer dari Kota Bandung. Waktu tempuhnya sekitar enam atau tujuh jam perjalanan bermobil. Selain jalannya cukup mulus juga terdapat beberapa jalur alternatif serta sarana angkutan umum yang memadai menuju tempat tujuan. http://www.ujung-genteng.info/


Beberapa agenda dan destinasipun telah dipilih, yaitu: Curug Cikaso, Gua Gunung Sungging, “Tanah Lot” Amanda Ratu, “Hidden Beach Cipanarikan”, pelepasan anak penyu di Pangumbahan Beach & menikmati keindahan Sunset, dan Curug Cigangsa.

Berikut beberapa hasil Jepretan dari Canon 1000D saya, yang selalu setiap menemani setiap perjalanan.

Melintasi Pematang Sawah -- Menuju Gua Gunung Sunggih (prakoso bhairawa putera)

Keindahan Hidden Beach Cipanarikan (prakoso bhairawa putera)


Menangkap Moment di perut Gua Gunung Sunggih (prakoso bhairawa putera)

Melepas Senja di Pantai Pangubahan (prakoso bhairawa putera)

Berbalut Hijau Tubuh Curug Cigangsa (prakoso bhairawa putera)

KETENTUAN PENULISAN WARTA KIML PAPPIPTEK LIPI

UMUM

  1. Naskah merupakan karya asli berupa hasil penelitian atau tinjauan ilmiah yang mengkritik teori berdasarkan akumulasi pengalaman dan pengetahuan yang memperkaya pengetahuan yang ada, serta pengukuran yang belum pernah diterbitkan di mana pun sebelumnya.
  2. Naskah dalam Bahasa Inggris disertai sari dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, sedangkan naskah dalam Bahasa Indonesia disertai abstrak dalam bahasa Inggris.
  3. Teks harus tercetak jelas; gambar dan foto harus asli dengan ukuran maksimum 19,5 x 15 cm.
  4. Naskah akan ditelaah dan disunting paling tidak oleh dua orang dari Dewan Redaksi dan/ataupun Editor Ilmiah (Scientific Editor) sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
  5. Dewan Redaksi berhak menolak naskah/makalah yang tidak memenuhi syarat sebagai tulisan ilmiah ataupun yang tidak sesuai dengan ruang lingkup warta.


NASKAH

  1. Halaman pertama naskah berisi judul makalah, sari/abstrak (dalam bahasa Inggris dan Indonesia), serta kata kunci atau keywords. Nama penulis, nama instansi, alamat dan nomor telepon/ponsel dituliskan pada lembar tersendiri.
  2. Naskah diketik dengan komputer huruf Arial, font 11, satu spasi, beri dua spasi antara heading dan teks di bawahnya.
  3. Susunan isi adalah sebagai berikut; a) Judul, b) Sari/abstrak. Penulisan sari/abstrak harus ringkas dan jelas, serta mewakili isi makalah. Sari/abstrak terdiri atas maksimal 200 kata dan diketik dengan 1 spasi. c) Kata kunci atau keywords, kata kunci terdiri atas empat sampai enam kata ditulis di bawah sari atau abstrak. d) Pendahuluan. Bagian ini berisi latar belakang yang mencakup keunikan masalah, posisi masalah berdasarkan tinjauan ilmiah, pentingnya masalah untuk diungkapkan dan sistematika uraian. e) Metodologi, Bagian ini memuat pendekatan (analytical framework) dalam analisis temuan. Data penting yang dianalisis, jika diperlukan, dapat diletakkan di lampiran. f) Hasil dan Diskusi, Hasil penelitian memuat temuan dan hasil analisis dalam berbagai bentuk dan berkaitan dengan masalah. Diskusi berisi hasil penelitian terkait berdasarkan kerangka analitis yang digunakan. g) Penutup, Bagian ini terdiri atas simpulan dan saran. Simpulan ditarik dari hasil diskusi dan masalah penelitian. h) Ucapan terima kasih (jika diperlukan). i) Daftar Pustaka
  4. Contoh penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.

Prosiding:
Koning, T. and Darmono, F.X., 1984. The Geology of the Beruk Northeast Field, Central Sumatra, Oil production from pre-Tertiary basement rocks. Proc, 13th Ann. Conv. IPA, Jakarta, Indonesia.

Jurnal/Buletin:
Wright, O.R., 1969. Summary of research on the selection interview since 1964, Personal Psychology 22:391-413.

Peta:
Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991, Geology Lembar Muarabungo, Sumatera, skala 1:250.000. Pusat Penelitian Pengembangan Geologi, Bandung.

Laporan tidak diterbitkan:
Siagian, H.P. dan Mubroto, B., 1995. Penelitian Magnet Purba di Daerah Baturaja dan Sekitarnya, Sumatera Selatan. Laporan intern Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung (Tidak diterbitkan).

Thesis/ Skripsi/ Disertasi:
Stone, I.G., 1963. A morphogenetic study of study stages in the life-cycle of some Vitorian cryptograms. Ph.D Thesis, Univ. of Melbourne.

Buku:
George, S., 1967. Language and Silence. Faber and Faber, London: 96pp.

Dalam Buku:
Carter, J.G., 1980. Environmental and biological controls of bivalve shell mineralogy and microstructure. In: Rhoads, D.C. and Lutz, R.A. (Eds), Skeletal growth of aquatic organism. Plenum Press, New York and London: 93-134.

Publikasi Khusus:
Kay, E. Alison, 1979. Hawaian Marine Shell. B.P. Bishop Museum Special Publication 64(4): 653pp. Major Treatment.

Informasi di Internet:
Lunt, P., 2003. Biogeography of some Eocene larger foraminifera, and their application in distinguishing geological plates. Paleontologica Electronica 6(1):22pp, 1.3MB; http://paleo-electronica.org/paleo/2003-2/geo/issue2-03.htm, diakses tanggal 20 April 2010. 

LAIN-LAIN
  1. Dalam draf, gambar/peta/foto diletakkan pada halaman akhir makalah
  2. Keterangan gambar dan foto diketik satu spasi dan diletakkan di bawah gambar/foto; diakhiri dengan titik. Huruf besar hanya pada awal kalimat dan nama orang.
  3. Keterangan juga diketik dalam satu spasi. Nama tabel diletakkan di atas tabel, tidak diakhiri dengan titik. Setiap awal kata, ditulis dengan huruf besar, kecuali kata depan dan kata sambung.
  4. Pada akhir naskah setelah daftar pustaka, wajib menuliskan deskripsi TENTANG PENULIS, seperti contoh berikut ini:
    Erman Aminullah 
    Lahir di Bukittinggi, 5 Oktober 1955. Penulis menamatkan pendidikan Pascasarjana bidang Policy Science di Saitama University Japan, sedangkan pendidikan terakhirnya bidang Doktor Kebijakan Publik Universitas Indonesia.  Profesor Riset di LIPI diraihnya sejak tahun 2006 bidang Kebijakan Teknologi dan telah menghasilkan beberapa  karya tulis ilmiah/hasil penelitian dan buku tentang kebijakan teknologi,  pembangunan ekonomi dan industrialisasi. Berbagai seminar sebagai pembicara  maupun visiting research  mengenai kebijakan teknologi telah dilakukannya baik di dalam maupun luar negeri.
  5. Setiap penulis utama dari naskah yang dinyatakan layak publikasi di Warta Kebijakan Iptek & Manajemen Litbang harus menandatangani Surat Pernyataan Kepengarangan dan Orisinalitas (contoh surat akan diberikan oleh redaksi kemudian) dan dikembalikan secepatnya kepada redaksi.
  6. Setiap penulis (baik penulis utama ataupun anggota) dari naskah yang dinyatakan layak publikasi akan mendapatkan cetak lepas sebanyak 4-5 eksemplar.

RUANG LINGKUP PENULISAN WARTA KIML

KIML menekankan hasil-hasil penelitian dan pengkajian perkembangan iptek serta kemajuan litbang dan inovasi dari empat sudut pandang, yaitu ekonomi, sosial & budaya, kebijakan, dan manajemen. KIML juga menekankan suatu gabungan pelbagai sudut pandang, yaitu melihat inovasi teknologi sebagai sistem kompleks. KIML mengutamakan isi dalam lingkup berikut ini.

  1. Sistem Inovasi dalam tiga tingkatan, yaitu nasional & sektoral dari sudut pandang kebijakan; perilaku perusahaan & konsumen dari sudut pandang ekonomi; dan perkembangan teknologi tertentu seperti bioteknologi dan elektronika dari sudut pandang manajemen.
  2. Penerapan Teknologi dalam dua spektrum: secara mikro dalam perusahaan, seperti hasil dan proses pilihan-pasar dari sudut pandang ekonomi, dan secara makro dalam masyarakat yang melihat keragaman dan penyesuaian penerapan teknologi dari sudut pandang sosial & budaya.
  3. Manajemen Inovasi untuk penciptaan pengetahuan baik melalui kegiatan litbang, maupun proses pembelajaran/manajemen pengetahuan dalam tiga tingkatan: individu, kelompok, dan organisasi/perusahaan
  4. Manajemen Litbang mencakup berbagai isu dalam berbagai tahapan pengelolaan lembaga litbang di sektor pemerintah, perguruan tinggi dan industri/perusahaan dalam hubungannya dengan perencanaan, penataan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, komersialisasi, strategi inovasi dan isu-isu sumberdaya iptek, serta mengkaji implikasinya terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan
  5. Dinamika sistem kompleks dalam inovasi teknologi, sebagai interaksi tiga unsur, yaitu: daur produksi dalam eknonomi, inovasi teknologi dalam organisasi litbang, dan pembuatan kebijakan oleh pemerintah. Dinamika sistem kompleks menjelaskan kemampuan hidup perusahaan, daya saing ekonomi dan kemajuan/kesadaran iptek masyarakat.

KIML menekankan analisis yang tajam terhadap hasil-hasil, baik dari penelitian empiris maupun dari kajian teoritis bersifat kritis, yang menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran baru dalam perkembangan teknologi dan kemajuan inovasi, yang mengarah pemecahan masalah, memiliki relevansi kebijakan, dan menerapkan pendekatan lintas-disiplin ataupun multi-spesialisasi.

Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal KIML harus terkait dengan lingkup dan tujuan di atas, ditulis mengikuti pedoman penulisan ilmiah (lihat Pedoman bagi penulis). Semua naskah yang dikirim akan diteruskan kepada dua pembaca ahli (referees), dan hasil review akan dikomunikasikan kepada penulis naskah melalui pos-e (email). Redaksi menerima naskah dalam bentuk hard-copy atau soft-copy melalui pos-el kepada redaksi

WARTA KEBIJAKAN IPTEK & MANAJEMEN LITBANG (PAPPIPTEK LIPI) VOL. 8 NO. 1 TAHUN 2010

Warta Kebijakan Iptek & Manajemen Litbang (KIML) Volume 8 No. 1 Tahun 2010 hadir dengan tampilan baru yang lebih segar baik dari segi ukuran maupun tampilan isi. Penyegaran ini merupakan komitmen untuk menghadirkan kualitas yang lebih baik.

Enam bahasan akan dikemukakan oleh para penulis yang terpilih, yang menkritisi masalah-maslah dalam kebijakan iptek dan manajemen litbang. Nani Grace Simamora dan Irene M Nadhiroh mengawali edisi kali ini dengan judul “Kajian Inovasi Industri Manufaktur: Pola Interaksi Perusahaan dalam Mengembangkan Kegiatan Inovasi”. Tulisan ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil survey inovasi perusahaan manufaktur yang dilakukan oleh Pappiptek-LIPI pada tahun 2009, untuk menggambarkan kerjasama inovasi yang dibangun oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Pada penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan masih melakukan kegiatan inovasi secara mandiri. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa perusahaan yang melakukan kerjasama dengan aktor terkait memiliki kinerja inovasi lebih baik daripada perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan kerjasama. Perusahaan yang bekerja sama dengan instansi lain melakukan kegiatan inovasi lebih dari satu jenis hasil.

Tulisan berikutnya dari Wati Hermawati dengan judul “Situation Analysis of Women’s Participation In Science and Technology In Several Asian Countries: Challenges for The Implementation of Gender Equality and Equity”. Tulisan ini berfokus pada analisis situasi perempuan dalam kegiatan Iptek pada sebelas negara Asia. Diskusi lebih lanjut difokuskan pada partisipasi perempuan dalam Iptek, dan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan Iptek. Dengan menganalisis data dan informasi dari pustaka yang ada, diketahui bahwa proporsi penduduk laki-laki dan perempuan di banyak negara hampir sama namun peran perempuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di banyak negara relatif rendah dibandingkan dengan laki-laki. Rendahnya representasi perempuan pada kegiatan Iptek terutama di pendidikan tinggi, Karir bidang Iptek, penasihat bidang Iptek dan struktur pengambilan keputusan bidang Iptek. Beberapa hambatan bagi perempuan untuk memasuki arena Iptek sebagian besar adalah: (1) budaya, nilai-nilai, termasuk sikap yang stereotipe gender, yang tidak mendukung partisipasi perempuan dewasa dan remaja perempuan dalam Iptek; 2) kondisi ekonomi, (3) kurangnya lingkungan yang responsif gender dan kebijakan yang membatasi jumlah perempuan dalam karir Iptek. Kurangnya data terpilah dan statistik berbasis jenis kelamin di bidang Iptek menjadikan mustahil untuk mengekspresikan wawasan yang memadai tentang kunci isu-isu perempuan dan gender dalam Iptek. Beberapa kebijakan negara tentang gender dan pembangunan serta inisiatif untuk merangsang masuknya perempuan dalam arena Iptek juga dibahas dalam studi ini.

Sementara itu pada tulisan ketiga yang berjudul “Skenario Penyediaan Kedelai di Indonesia: Sebuah Analisis Kebijakan”, yang ditulis oleh Trina Fizzanty dan Erman Aminullah berhasil menjelaskan model sistem dinamis penyediaan kedelai dan analisis kebijakan kedelai di Indonesia berdasarkan hasil simulasi komputer. Model menghasilkan tiga skenario kedepan: (i) skenario normal yang ditunjukkan oleh pencapaian stabilitas penyediaan melalui pengelolaan impor dan dalam jangka panjang harga akan turun; (ii) skenario membaik yang ditunjukkan oleh kestabilan penyediaan yang mungkin dicapai dengan meningkatkan produksi dan mengurangi impor, sehingga harga akan turun dalam jangka panjang; (iii) skenario terbaik ditunjukkan oleh kestabilan penyediaan melalui peningkatan produksi dan pengurangan impor serta pengaturan pasar. Mengacu pada skenario terbaik, maka: (1) Bulog (Badan Urusan Logistik) seharusnya tetap berperan sebagai badan penyeimbang untuk bisnis swasta untuk menjamin efisiensi pasar di masa depan; dan (ii) kurangi penggunaan kedelai impor dan sebagai gantinya tingkatkan produksi kedelai lokal berbasis bioteknologi yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pakan (sebagai contoh: bungkil kedelai untuk industri ternak).

Tulisan keempat berasal dari penelitian Sik Sumaedi dan Darmawan Baginda Napitupulu berjudul “Analisa Kepuasan Pelanggan Berbasis IPA: Studi Kasus Peserta Pelatihan di Sebuah Institusi Riset”. Penelitian ini menggambarkan penerapan metode Importance Performance Analysis pada pengukuran kepuasan peserta pelatihan institusi riset. Metode penelitian menggunakan pendekatan studi kasus pada sebuah institusi riset sistem mutu. Pengumpulan data dilakukan dengan survei menggunakan alat kuesioner pada peserta pelatihan objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks kepuasan pelanggan pelatihan objek kajian secara keseluruhan puas, rata-rata tingkat penilaian kinerja sebesar 3.59, rata-rata tingkat kepentingan sebesar 4.033. Selain itu, dalam tulisan juga mengungkapkan faktor-faktor perbaikan yang perlu dilakukan dan karakter institusi riset yang mempengaruhinya.

Amir Asyikin Hasibuan pada tulisan kelima mengangkat kajian berjudul “Sifat-Sifat Kewirausahaan dan Kinerja Bisnis Organisasi: Studi Empiris Pada Sejumlah Perusahaan Industri Kecil”. Kajian ini meneliti dampak dari sifat-sifat kewirausahaan dari pengusaha industri skala kecil terhadap kinerja organisasi. Partisipan terdiri dari 50 pengusaha industri skala kecil yang mengisi instrument yang mengukur sifat-sifat kewirausahaan. Teknik analisis menggunakan regresi jamak. Hasil studi menunjukkan dukungan yang kurang terhadap hipotesis tentang pengaruh tiga sifat kewirausahaan (prestatif, luwes bergaul dan kontrol diri ) terhadap kinerja organisasi. Ketiga sifat kewirausahaan ini hanya dapat memprediksi 8,00 dari kinerja organisasi. Implikasi untuk praktek manajerial dan riset di masa datang juga didiskusikan.

Mohamad Arifin pada tulisan keenam menyuguhkan penelitian berjudul “Dampak Difusi Teknologi Lembaga Litbang: Studi Kasus Di Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan, Indonesia”. penelitian ini mengambil dua studi kasus yakni kegiatan teknologi tepat guna BPPT di Sumatera Selatan yaitu agro techno park (ATP) dan kegiatan Batan di Sulawesi Selatan yaitu demfarm varietas padi dan penggemukan sapi. Format yang digunakan dalam pengukuran kegiatan litbang merupakan modifikasi dari format evaluasi yang tercantum dalam Design and Implementation of the Project Process Management System. Dampak diukur dengan menggunakan statistik inferensia yakni uji proporsi. Pengukuran dengan format ini menghasilkan tingkat kekuatan dampak masing-masing kegiatan pada aspek sosial, ekonomi, dan pengembangan iptek. Dampak difusi teknologi tersebut terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya pada aspek ekonomi masih sangat kurang. Sedangkan pada aspek pengembangan iptek, telah ada dampak yang baik pada masyarakat dilihat dari tumbuhnya kepedulian dan dukungan masyarakat pada kegiatan-kegiatan pengembangan iptek.

CALL FOR PAPER WARTA KEBIJAKAN IPTEK & MANAJEMEN (PAPPIPTEK LIPI)

Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang (KIML) adalah jurnal ilmiah (terakreditasi “B”) yang dimaksudkan untuk menjadi forum ilmiah tentang teori dan praktik kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan manajemen penelitian dan pengembangan (litbang) maupun manajemen inovasi di Indonesia.

WARTA KEBIJAKAN IPTEK & MANAJEMEN LITBANG (PAPPIPTEK LIPI)

Warta KIML, Juli 2010
Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang ( Warta KIML) adalah jurnal ilmiah yang dimaksudkan untuk menjadi forum ilmiah tentang teori dan praktik kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan manajemen penelitian dan pengembangan (litbang) maupun manajemen inovasi di Indonesia. KIML dimaksudkan sebagai wadah pertukaran pikiran peneliti, akademisi dan praktisi kebijakan iptek untuk pembangunan ekonomi. KIML juga berisi sumbangan ilmiah dalam manajemen litbang dan inovasi untuk daya saing eknonomi.

RUANG LINGKUP :

KIML menekankan hasil-hasil penelitian dan pengkajian perkembangan iptek serta kemajuan litbang dan inovasi dari empat sudut pandang, yaitu ekonomi, sosial & budaya, kebijakan, dan manajemen. KIML juga menekankan suatu gabungan pelbagai sudut pandang, yaitu melihat inovasi teknologi sebagai sistem kompleks. KIML mengutamakan isi dalam lingkup berikut ini.

  • Sistem Inovasi dalam tiga tingkatan, yaitu nasional & sektoral dari sudut pandang kebijakan; perilaku perusahaan & konsumen dari sudut pandang ekonomi; dan perkembangan teknologi tertentu seperti bioteknologi dan elektronika dari sudut pandang manajemen.
  • Penerapan Teknologi dalam dua spektrum: secara mikro dalam perusahaan, seperti hasil dan proses pilihan-pasar dari sudut pandang ekonomi, dan secara makro dalam masyarakat yang melihat keragaman dan penyesuaian penerapan teknologi dari sudut pandang sosial & budaya.
  • Manajemen Inovasi untuk penciptaan pengetahuan baik melalui kegiatan litbang, maupun proses pembelajaran/manajemen pengetahuan dalam tiga tingkatan: individu, kelompok, dan organisasi/perusahaan.
  • Manajemen Litbang mencakup berbagai isu dalam berbagai tahapan pengelolaan lembaga litbang di sektor pemerintah, perguruan tinggi dan industri/perusahaan dalam hubungannya dengan perencanaan, penataan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, komersialisasi, strategi inovasi dan isu-isu sumberdaya iptek, serta mengkaji implikasinya terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan.
  • Dinamika Sistem Kompleks dalam inovasi teknologi, sebagai interaksi tiga unsur, yaitu: daur produksi dalam eknonomi, inovasi teknologi dalam organisasi litbang, dan pembuatan kebijakan oleh pemerintah. Dinamika sistem kompleks menjelaskan kemampuan hidup perusahaan, daya saing ekonomi dan kemajuan/kesadaran iptek masyarakat.

KIML menekankan analisis yang tajam terhadap hasil-hasil, baik dari penelitian empiris maupun dari kajian teoritis bersifat kritis, yang menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran baru dalam perkembangan teknologi dan kemajuan inovasi, yang mengarah pemecahan masalah, memiliki relevansi kebijakan, dan menerapkan pendekatan lintas-disiplin ataupun multi-spesialisasi.

Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal KIML harus terkait dengan lingkup dan tujuan di atas, ditulis mengikuti pedoman penulisan ilmiah (lihat Ketentuan Penulisan . Semua naskah yang dikirim akan diteruskan kepada dua pembaca ahli (referees), dan hasil review akan dikomunikasikan kepada penulis naskah melalui pos-e (email). Redaksi menerima naskah dalam bentuk hard-copy atau soft-copy melalui pos-el kepada redaksi.

PENGIRIMAN NASKAH :

Tulisan harus asli berisi analisis empirik atau studi kasus dan tinjauan teoretis. Redaksi juga menerima tinjauan buku baru tentang kebijakan iptek dan manajemen litbang dan inovasi. Naskah diketik dengan komputer huruf Arial, font 11, satu spasi, beri dua spasi antara heading dan teks di bawahnya. Susunan isi adalah Judul, Sari/abstrak, Kata kunci atau keywords, Pendahuluan, Metodologi, Hasil dan Diskusi, Penutup, Ucapan terima kasih (jika diperlukan), dan Daftar Pustaka. Naskah dikirimkan melalui pos el (email) ke alamat redaksi. Naskah diterima paling lama (deadline) satu bulan sebelum bulan terbit. Bulan terbit setiap Juli dan Desember.

Evaluation of Incentive Programs that Improving Innovation in Indonesia

Dudi Hidayat, Muhammad Zulhamdani, Prakoso Bhairawa Putera

Center for Science and Technology Development Studies
Widya Graha 8th Floor, Gatot Subroto, Kav 10, Jakarta Selatan – Indonesia
dudi.hidayat@lipi.go.id, muha068@lipi.go.id, prak001@lipi.go.id

ABSTRACT

The Indonesian government has issued a series of policy instruments to encourage innovation in industry. One of these policies is incentive policy managed by the State Ministry of Research and Technology. Incentive program is aimed to assist industry in conducting research and development activities. Nowadays, the incentive program is only aimed to provide funds. Meanwhile, incentive policy such as fiscal policy has not been formulated and implemented effectively. The main purpose of this study is to evaluate the incentive program in Indonesia through perceptions survey of the industry with regard to program implementation and their expectations of any kind of program improvement. The results show that the implementation of incentive programs need to be reformed and many expectation from industry with regard to incentive programs were not yet fulfilled.

Keywords: incentive programs, innovation, incentive policy


Selengkapnya: bisa diunduh disini

Tulisan ini telah dipresentasikan dan dipublikasi pada 6th Asialics International Conference : Linkages in Innovation Systems: Global and Local Perspectives, Hongkong 6-7 Juli 2009

Lomba Karya Ilmiah Remaja ke-43 Tahun 2011

Akhirnya kompetisi ilmiah tahunan kembali digelar oleh LIPI. berikut informasinya

Kerjasama Bareng LIPI & Bumi Putera
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan AJB Bumiputera 1912 akan menyelenggarakan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-43 Tahun 2011.

LKIR adalah ajang kompetisi ilmiah bagi remaja Indonesia usia 12-19 tahun yang memiliki ketertarikan di dunia penelitian, guna meningkatkan kesadaran dan kemampuan mereka dalam menganalisa permasalahan untuk mencari solusi yang tepat melalui penelitian dan aplikasi iptek. Setiap peserta harus mengikuti semua persyaratan yang tercantum pada informasi di bawah ini sebelum membuat scientific paper/karya tulis ilmiah. Rangkaian kegiatan berupa:

  1. Peserta mengirimkan proposal penelitian kepada panitia lomba yang akan diterima paling lambat 16 Mei 2011
  2. Pengumuman proposal yang dibimbing pada 7 Juni 2011
  3. Proposal yang lolos seleksi akan dilakukan pembimbingan minimal 3 (tiga) bulan oleh pembimbing (yang ditentukan LIPI) melalui komunikasi jarak jauh seperti via electronic mail dan telepon
  4. Hasil akhir penelitian berupa karya tulis ilmiah akan diseleksi kembali untuk diundang mengikuti presentasi/expose sebagai Finalis di Jakarta pada tanggal 2-4 Oktober 2011
  5. Finalis melakukan presentasi hasil penelitian mereka dihadapan Dewan Juri berupa paparan Power Point dan Poster hasil penelitian.
  6. Pemenang akan diumumkan pada malam penganugerahan
  7. Informasi selengkapnya dapat dilihat di :http://kompetisi.lipi.go.id/lkir43/

Pemenang akan mendapatkan uang tunai dari AJB Bumiputera 1912 dan Piala serta Piagam Penghargaan dari LIPI dan disertakan pada ajang kompetisi internasional.
Pemenang I : Rp 12.000.000,- (Dua belas juta rupiah)
Pemenang II : Rp 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah)
Pemenang III : Rp 8.000.000,- (Delapan juta rupiah)

Panitia Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) Ke-43 Tahun 2011
Gedung Sasana Widya Sarwono Lt. 5
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10
Jakarta Selatan 12710
Telp (021) 5225711, ext. 273, 274, 276
Fax. (021) 52920839, 5251834

LOMBA PENULISAN AIR DAN LINGKUNGAN TAHUN 2011

Dalam rangka roadshow Workshop Pelatihan Penulisan llmiah Populer di delapan universitas terkemuka di pulau Jawa, Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK) bekerjasama dengan DANONE AQUA menyelenggarakan Lomba Penulisan Air dan Lingkungan.

Lomba diadakah dalam dua kategori :

1. Lomba Tingkat mahasiswa (Peserta Pelatihan)
Dari tiap universitas akan dipilih 10 naskah terbaik. Mereka akan mendapat sertifikat dan kenang-kenangan dari Danone Aqua dan Mapiptek. Penyerahan pada akhir pelatihan.
Dari naskah terbaik yang terpilih di 8 universitas akan dipilih 5 naskah terbaik. Penyerahan hadiah berupa plakat dan cenderamata dari Danone Aqua dan Mapiptek akan diserahkan pada minggu awal juni 2011.

2. Lomba tingkat Nasional
Lomba ini diperuntukan bagi peserta pelatihan, wartawan media cetak dan online serta penulis lepas.

TEMA : Sumber Daya Air dan Lingkungan.

KRITERIA LOMBA
1. Terbuka untuk :
- Wartawan media cetak dan online.
- Peserta Pelatihan Penulisan llmiah Populer
- Penulis Lepas
2. Naskah sudah harus diterbitkan di media massa mulai 10 Februari 2011 - 31 Mei 2011.
3. Penerimaan naskah paling akhir 2 Juni 2011.
4. Peserta dapat mengirimkan lebih dari satu naskah (asli atau fotokopi), rangkap tiga.
5. Panitia berhak menggunakan karya tersebut untuk keperluan publikasi dan promosi pihak penyelenggara.
6. Keputusan dewan juri mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Pengumuman Pemenang : 4 Juni 2011

HADIAH
Juara I : Uang Rp 5.000.000 + Plakat + Piagam
Juara II : Uang Rp 3.000.000 + Plakat + Piagam
Juara III : Uang Rp 2.000.000 + Plakat + Piagam

NASKAH DIKIRIM KE:
PANITIA LOMBA PENULISAN AIR DAN LINGKUNGAN
SEKRETARIAT MAPIPTEK
Press Room, Gedung II BPPT lantai Dasar,
Jl. MH Thamrin No 8, Jakarta 10340
Telp./ Faks. (021) 3169077
email: mapiptek@cbn.net.id, mapiptek@yahoo.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More