Nostalgian Kuliner di Kota Palembang

Kerinduan itu segera menuntun kaki saya menyusuri tempat-tempat yang sedari kuliah dulu menjadi tempat pilihan saya bersama rekan-rekan menghabiskan akhir pekan atau sekadar mentraktir para sahabat. (*Prakoso Bhairawa Putera)

ARAH PERUBAHAN UU IPTEK

Namun, rencana perubahan tidak mencantumkan peneliti dan perekayasa sebagai bagian penting dari sumber daya.Padahal, pelaku aktivitas penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek terletak pada peneliti dan perekayasa.

Makam Kesultanan Palembang Darussalam

Masyarakat Palembang mengenal kompleks pemakaman ini dengan sebutan Kawah Tekurep. Nama tersebut berasal dari bentuk atap bangunan utama pemakaman yang berbentuk cungkup (kubah) melengkung berwarna hijau. (*Prakoso Bhairawa Putera)

Penyerahan Hadiah Pemenang LKTI Seskoal 2012

Komandan Seskoal Laksamana Muda TNI Arief Rudianto, SE., menyerahkan hadiah kepada pemenang lomba karya tulis ilmiah dengan tema “Menuju Kejayaan NKRI sebagai Negara Kepulauan yang Bervisi Maritim”.

"MABUK OTDA" KETIKA DAERAH BARU (DINILAI) GAGAL

Gegap gempita otonomi ternyata membawa konsekuensi logis dengan perubahan dalam sistem pemerintahan daerah.(Esquire Indonesia, Juni 2013 *Prakoso Bhairawa Putera)

Paradigma Baru Tata Kelola Destinasi

Halaman 15 Media Indonesia, edisi 18 Mei 2011

Publikasi Media Indonesia, 18 Mei 2011

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera
Peneliti Muda Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan & Teknologi, LIPI

Banyak pendekatan yang telah dilakukan dalam pengelolaan dan pengembangan destinasi pariwisata di Indonesia. Mulai dari yang bersifat top-down, bottom-up, hingga kolaboratif. Ketiga pendekatan tersebut pada umumnya masih berbasis proyek dalam penyelesaian tahun anggaran berjalan.

Paradigma lama yang dijalankan tidak didekatkan dengan inti dari pariwisata itu sendiri. Dengan demikian, pengelolaan dan pengembangan sering kali diidentikkan dengan pembangunan fisik semata. Wajar jika satu-dua tahun kemudian ditemui hasil pembangunan fisik di lokasi-lokasi pariwisata telah rusak dan tidak berfungsi lagi.

Ada empat dimensi utama dari pariwisata, yaitu atraksi, fasilitas, transportasi, dan keramahtamahan. Atraksi erat kaitannya dengan alasan seseorang untuk datang ke kawasan wisata. Sumber atraksi biasanya berasal dari alam, budaya, etnisitas, ataupun hiburan. Atraksi membuat pengunjung mendatangi lokasi tujuan wisata, fasilitaslah yang melayani selama berada di sana. Mill menyatakan bahwa dukungan fasilitas bukanlah memulai, tapi menumbuhkan sebuah tempat tujuan wisata.

Adapun transportasi identik dengan bagaimana orang atau sekelompok orang melakukan perjalanan ke tempat yang berbeda (tujuan destinasi). Hal ini akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi yang lebih baik. Keramahtamahan sebuah kawasan diakui Mill sebagai perasaan yang timbul dari aktivitas atas penyambutan baik yang diterima wisatawan pada waktu mengunjungi sebuah kawasan.

Sesuai dengan UU No 10/2009 tentang Kepariwisataan, destinasi pariwisata dimaksudkan sebagai kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

Konsep itu mengandung arti bahwa destinasi wisata tidak mengenal pembatasan secara wilayah administratif, karena bisa saja objek berada di dua atau lebih wilayah administratif, sehingga dalam tata kelola destinasi haruslah menggunakan pendekatan fungsional dengan melihat kemanfaatan dan nilai tambah yang diberikan suatu objek terhadap kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat setempat.

Tren pariwisata

Ada banyak riset menunjukkan bahwa saat ini telah terjadinya pergeseran, banyak wisatawan yang melakukan perjalanan dengan dilatarbelakangi hobi petualangan (minat khusus). Tren tersebut sangat berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi yang digunakan sebagai media pencari dan sumber informasi akan suatu tujuan destinasi.

World Trade Organization juga mencatat bahwa internet telah menjadi media utama dalam pencarian informasi tentang destinasi pariwisata yang akan dikunjungi calon wisatawan. Diperkirakan, 95% wisatawan mendapatkan informasi melalui internet. Pertumbuhan penggunaan internet terus bertambah hingga 300% pada lima tahun berikutnya seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi.

Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi sejak 1980-an telah mengubah wajah pariwisata di dunia. Di sana telah terjadi revolusi dalam proses distribusi produk-produk pariwisata, komunikasi dengan konsumen, dan lintasan bisnis, di antaranya gambaran kewilayahan, akses-informasi, daftar harga, keamanan, serta jalur-jalur alternatif.

Kesemua itu merupakan dampak dari hadirnya teknologi informasi dan komunikasi. Saat ini pengembangan dalam penerapan elektronik pariwisata telah bergerak pada pemutakhiran dengan paradigma pengelolaan sistem informasi pariwisata terpadu melalui Destination Management Organization (DMO).

Paradigma tersebut mempertimbangkan peran dan fungsi suatu daerah tujuan wisata. Pengelolaan DMO dilakukan secara terpadu oleh lembaga pemerintah, perusahaan swasta, organisasi profesi, dan elemen-elemen yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata.

Fakta lain juga mencatat bahwa diperkirakan 80% dari wisatawan yang berkunjung ke destinasi-destinasi di Indonesia berasal dari negara-negara maju, yang telah terbiasa menggunakan internet sebagai sumber informasi dalam mengambil keputusan perjalanan wisatanya. Namun, masih harus disadari bahwa pemanfaatan kemajuan teknologi informasi di Indonesia masih sangat terbatas pada perusahaan besar atau internasional saja. Padahal, usaha atau industri kecil pun dapat memanfaatkan teknologi informasi dengan biaya terjangkau, asalkan ada yang mau memulainya.

Tata kelola baru destinasi

Tak mau kalah bersaing, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata melakukan terobosan dengan menggagas tata kelola daerah tujuan wisata berlabel DMO. Tidak tanggung-tanggung, 15 destinasi unggulan ditetapkan sebagai cluster untuk dikembangkan dengan model tata kelola yang sukses diadopsi di berbagai penjuru dunia.

Ke-15 cluster DMO tersebut meliputi Kota Tua Jakarta, Pangandaran, Danau Toba, Bunaken, Sabang, Tana Toraja, Borobudur, Rinjani, Raja Ampat, Wakatobi, Tanjung Puting, Derawan, Danau Batur-Kintamani, dan Pulau Komodo-Kelimutu-Flores serta Bromo-Tengger-Semeru.

Konsep pengelolaan tersebut diartikan sebagai tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis, mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik.

Caranya melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi, serta pemerintah. Nantinya akan terlihat apa tujuan pariwisata di Indonesia, termasuk meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal, dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal.

Menggarisbawahi konsep yang telah tercetak dalam buku Pedoman Pembentukan dan Pengembangan DMO yang dikeluarkan Kemenbudpar, setidaknya ada empat sub-sistem yang saling hubung dan bersinggungan, yaitu destinasi, tata kelola, informasi komunikasi dan teknologi, dan pemasaran. Keempat subsistem itu mau tidak mau harus sebangun dalam pencapaian tujuan DMO.

Ada sebuah catatan penting dalam implementasi program DMO tersebut. Tata kelola tidak hanya semata-mata dipandang sebagai bentuk organisasi dalam pandangan klasik yang mengharuskan adanya bentuk hierarki pembagian tugas secara tegas dengan garis wewenang dan penugasan. DMO sejalan dengan kelahirannya di masa modern yang sarat akan isu-isu globalisasi. Hendaknya DMO dipandang sebagai bentuk pengorganisasian pengelolaan destinasi dengan menggunakan pendekatan modern pula, yaitu pemanfaatan jejaring, informasi, dan teknologi. Ada tiga komponen penting dalam, yaitu coordination tourism stakeholders, destination crisis management, dan destination marketing.

Keberhasilan program tersebut sangat mudah diukur dan sangat berdampak pada tiga indikator utama, mulai dari peningkatan volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besarnya pengeluaran wisatawan, serta membawa kemanfaatan bagi masyarakat lokal.

Kesemua itu ditentukan bagaimana destination marketing dapat menarik sebanyak-banyaknya pengunjung untuk datang ke wilayah yang telah dipromosikan. Banyak persepsi yang hanya memandang destination marketing sebagai bagian terpisah dari DMO. Justru bagian itu menjadi vital dalam memberikan informasi dan menarik minat wisatawan untuk datang ke wilayah tersebut. Dengan kata lain, percuma saja telah membangun kesadaran kolektif di antara stakeholders destinasi, membangun kawasan lebih baik, tetapi informasi tentang semua itu tidak dijalankan. Ketiga komponen tersebut haruslah berjalan secara bersama, dan bahu-membahu dengan saling dukung serta saling melengkapi. (Media Indonesia, 18 Mei 2011/ humasristek)

LOMBA PENULISAN IPTEK-HAKTEKNAS 2011

TEMA : INOVASI UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT

LATAR BELAKANG

Pembangunan yang berbasis pengetahuan harus didukung oleh sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif sehingga dapat meningkatkan daya saing negara dan mencapai kemandirian bangsa. Salah satu contoh adalah India. Dengan mengandalkan keunggulan sumber daya manusianya, negara ini menjadi produsen software terbesar di dunia.

Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, sepatutnya mengikuti jejak yang ditempuh oleh India, dengan lebih mengembangkan warisan seni dan budaya berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mendorong tumbuhnya kreativitas dan inovasi bangsa, pemerintah menetapkan "Inovasi untuk Kesejahteraan Rakyat", sebagai tema Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke 16 tahun 2011.

Dalam kaitan inilah Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK) mengadakan lomba penulisan iptek di media massa dengan tema tersebut. Melalui upaya ini, kami berharap kalangan wartawan dan penulis di Indonesia terpacu mengangkat isu tentang inovasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memunculkan inovator yang berhasil dalam bidang kreasi dan inovasi.

Upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan minat masyarakat untuk mengetahui, memanfaatkan hingga mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Langkah ini diyakini menjadi salah satu cara untuk mengembangkan budaya iptek.

Penyelenggaraan Lomba Penulisan Iptek tahun 2011 merupakan kelanjutan dari lomba serupa yang diadakan sejak tahun 2005. Lomba ini bertujuan meningkatkan penyebaran informasi iptek kepada masyarakat serta menyosialisasikan iptek dalam berbagai bidang kehidupan manusia sehingga menggugah dan mengembangkan minat menulis di media cetak dan online.

Tema: Berkaitan dengan isu tentang inovasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Sub Tema
1. Bidang Pangan :
2. Bidang Informasi dan Komunikasi
3. Bidang Transportasi
4. Bidang Energi
5. Bidang Kesehatan dan Obat-obatan
6. Bidang Material Maju
7. Bidang Pertahanan dan Keamanan
8. Tematik
9. Kebencanaan

KRITERIA LOMBA
1. Terbuka untuk :
- Wartawan media cetak dan online (disertai fotokopi identitas wartawan)
- Penulis umum di media cetak dan online (disertai fotokopi KTP)
2. Naskah sudah harus diterbitkan di media massa mulai 10 Agustus 2010 - 10 Juli 2011.
3. Penerimaan naskah paling akhir 24 Juli 2011.
4. Peserta dapat mengirimkan lebih dari satu naskah dalam bentuk kliping tulisan dan
fotokopi rangkap tiga.
5. Panitia berhak menggunakan karya tersebut untuk keperluan publikasi dan promosi
pihak penyelenggara.
6. Keputusan dewan juri mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
7. Naskah dikirim ke :

PANITIA LOMBA PENULISAN IPTEK-HAKTEKNAS 2011
SEKRETARIAT MAPIPTEK
Press Room, Gedung II BPPT Lt. Dasar
Jl. MH Thamrin No 8, Jakarta 10340
Keterangan lebih lanjut hubungi :
Telp/Faks. (021) 3169077
e-mail: mapiptek@cbn.net.id, mapiptek@yahoo.com

HADIAH
a. Wartawan
• Juara I : Uang Rp 7.500.000 + Plakat + Piagam + Piala Bergilir Menristek
• Juara II : Uang Rp 5.000.000 + Plakat + Piagam
• Juara III : Uang Rp 2.500.000 + Plakat + Piagam

b. Penulis Umum
• Juara I : Uang Rp 5.000.000 + Plakat + Piagam + Piala Bergilir Menristek
• Juara II : Uang Rp 3.000.000 + Plakat + Piagam
• Juara III : Uang Rp 2.000.000 + Plakat + Piagam

PROFIL FOTO PRAKOSO BHAIRAWA PUTERA

LOMBA FOTO SADAR WISATA 2011

Memperebutkan hadiah

Juara I : Rp 15 juta + Trophy Menteri + Piagam
Juara II : Rp 12,5 juta + Trophy Menteri + Piagam
Juara III : Rp 10 juta + Trophy Menteri + Piagam
Harapan I : Rp 5 juta + piagam
Harapan II : Rp 3,5 juta + piagam
Harapan III : Rp 2 juta + piagam
Door Prize : Rp 2 juta

Juri
Sigit Pramono - Ahli Fotografi
Arbain Rambery - Ahli Fotografi
Darwis Triadi - Ahli Fotografi
Hilda Sabri - Pemerhati Fotografi
Bambang Wijanarko - Ahli Fotografi

Ketentuan Lomba Umum

  1. Tidak dipungut biaya dan Terbuka untuk umum (Panitia dan Dewan Juri tidak diperkenankan mengikuti lomba)
  2. Foto yang diperlombakan harus mengangkat salah satu atau lebih unsur dari Sapta Pesona, yaitu: Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, & Kenangan
  3. Jumlah foto peserta dibatasi maksimal 5 foto
  4. Foto merupakan milik pribadi (bukan karya orang lain), dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba.
  5. Rekayasa digital diizinkan sebatas sama dengan yang biasa dilakukan dalam kamar gelap fotografi film
  6. Lokasi obyek pengambilan foto di wilayah Destinasi Pariwisata seluruh Indonesia

Pengiriman

  1. Foto cetak ukuran sisi panjang minimum 30 cm dan menyerahkan file digital dengan sisi panjang minimum 3000 pixel disimpan dalam format JPG medium (minimum skala 6) dalam bentuk CD. Format nama file digital: namapeserta_judul_lokasipemotretran. Foto digital harus masih mengandung data: informasi dasar, seperti exposure, tanggal dan kamera yang dipakai
  2. Dibalik foto harus dilekatkan kertas yang memuat data: Judul foto; Nama dan Alamat pemotret; No. Telp dan Hp, Peristiwa dan lokasi foto dan data teknis.
  3. Semua karya foto dimasukkan ke dalam amplop tertutup dan di sudut kiri atas amplop ditulis Lomba Foto Sadar Wisata 2011
  4. Foto dapat diantar langsung pada hari kerja atau dikirim ke Sekretariat Panitia Lomba, Gedung Sapta Pesona Lt.4 Jl. Medan Merdeka Barat no.17 Jakarta 10210, selambat-lambatnya di terima panitia tanggal 24 Juni 2011

Penilaian

  1. Foto yang masuk akan dinilai oleh Dewan Juri pada tanggal 6 Juli 2011
  2. Panitia berhak mendiskualifikasi peserta sebelum dan sesudah penjurian apabila dianggap melakukan kecurangan
  3. Keputusan Dewan Juri sah dan tidak dapat diganggu gugat

Kriteria Rekayasa Digital

  1. Dodging dan burning (mengoreksi gelap terangnya pencahayaan) diperbolehkan seminimal mungkin
  2. Penggunaan teknik ruang gelap digital hanya untuk membantu mengatur kisaran tone dinamis dari sebuah foto agar mendekati kenyataan.
  3. Pengolahan gambar yang menghasilkan foto berbeda dengan realitas (terlalu kontras, posterisasi, dll) tidak diizinkan.
  4. Membuat foto hitam putih diperbolehkan.
  5. Pemotongan (cropping) diperbolehkan.
  6. Tidak diperkenankan mengirimkan gambar berupa kombinasi lebih dari satu foto atau menghilangkan/menambahkan atau merubah elemen-elemen dalam satu foto. Sebuah foto harus dihasilkan hanya dari satu jempretan

Pemenang

  1. Foto pemenang lomba akan dipamerkan tanggal 22, 23, dan 24 Juli 2011 dan nama pemenang serta penyerahan hadiah dilakukan pada hari terakhir pameran.
  2. 100 karya foto nominasi akan dipamerkan.
  3. Semua foto pemenang lomba menjadi milik Panitia dan Panitia berhak menggunakan sebagai bahan publikasi pariwisata, tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.
  4. Peserta yang fotonya tidak menang akan dikirim kembali apabila menyertakan amplop berperangko yang cukup dan beralamat lengkap peserta

Lain-lain
  1. Panitia akan melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk melindungi karya peserta, namun Panitia tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan yang timbul selama pengiriman dan pameran
  2. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di website ini.

Sekretariat Panitia Lomba Foto Sadar Wisata 2011
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Jl. Medan Merdeka Barat no.17 Jakarta 10110
Gedung Sapta Pesona Lt. 4

4 PUISI KOKO P BHAIRAWA DI APSAS

Pada Penggalan Masa
: episode malam penuntasan

kujaga tiap desahmu dalam hangat nyiur
kunikahi kau dalam deru gelombang
malam itu, pada ranum bibirmu
tak kubiarkan kering sedikit pun
dinda, kita telah melepas keringat
dalam sesak asin Carita
membagi satu-dua peluh pada igauannya

Carita-Jakarta, 07-08/02/2006




Elegi Bunga Terompet

embun telah dijatuhkan
bersama sorak-sorai para jago
tunas-tunas telah tumbuh
jadi sebentuk energi bagi jiwa lelah
ada yang selalu tertunduk
dengan kuncup mencium bumi
disemerbak aroma teh

usapan awan putih membelai
keabadian edelwise pada tubuh dempo
lagi-lagi ada yang tertunduk
dalam senandung burung gereja
bersama telapak terus membelah
pada rimbun teh tubruk yang kuminum
dia terlalu suci bagi alam

Pagar Alam, 18/01/2006



Pada Penggalan Masa
: episode malam 3 Januari 2006
-unt. Wa Ode Wulan Ratna-

telah kuikrarkan pada malam
bersama pahatan huruf
yang kutancapkan di atap langit
di mana rasa, sejak dulu kurindu
bulan memang berpendar
namun ia tak selalu datang di malamku
begitu juga pada malammu (barangkali)
tapi kini ia akan selalu datang
di tiap kibasan kelopak
dan di hangat air mata

anugerah telah mendewasakan setiap jiwa
menjaga keseimbangan
hingga ke relung paling dalam
indah ketika ia menjadi milik
suram ketika terlihat hanya sebentuk bayang
gelap ketika mimpi itu lenyap
meski pagi datang dengan kecupan mesra

di tiap jiwa ada yin-yang
yang selalu menjadi hantu menakutkan
sedang yin hadir memanjakan ruh
kini telah tiba saatnya
menakutkan yang dengan ketakutannya

lan, aku hadir di antara keduanya



Penuntasan

tak kubiarkan kau patahkan tiang-tiang di jiwa
meski jantung terus membiarkan kau berdiri tegak
tak kubiarkan kau remukkan daging-daging pada kulit
meski nadi terus berdenyut di tiap detik
tak kubiarkan kau nyalakan kornea di gelap hari
meski syaraf terpaksa mengakhiri rehatnya
rasa memang telah menyumbat darah ke otak kecil
telah membulatkan mata di tiap malam
menyayat nyeri bagi rongga hidup
tapi itu dulu, dinda

lan, memang ada yang harus dituntaskan

Bahasa dalam Ruang Generasi Muda

Publikasi di Radar Banten, edisi 27 Desember 2007

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera,

BAHASA, kata kunci yang kini ikut dipertanyakan keberadaannya.

Andaikata tokoh-tokoh pencetus tiga ikrar dalam Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) kini hidup kembali mungkin mereka menangis, sedih sekali, karena perilaku berbahasa Indonesia sebagian (?) orang di negeri ini. Betapa tak sangat sedih, mereka menyaksikan orang-orang Indonesia sekarang, dari kalangan tertinggi hingga terendah, yang tidak menjunjung tinggi bahasa nasional kita sendiri. “Kami Poetra dan Poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menjunjung berarti menuruti, menaati. Sedangkan menjunjung tinggi berarti memuliakan, menghargai, dan menaati. Nah, apakah kita masih menjunjung bahasa persatuan itu? Untuk menjawab pertanyaan ini periksalah diri masing-masing.

Kemampuan berbahasa Indonesia sebagai alat komunikasi menjadi tuntutan utama bagi setiap warga negara Indonesia untuk berhubungan dengan orang-orang dari daerah lain atau dari suku lain.

Kelancaran berbicara dan jarangnya terjadi kontak dan paham pada waktu berhubungan dengan memakai Bahasa Indonesia dengan orang lain, baik di kantor, di pasar, dipertemuan-pertemuan atau di tempat-tempat lain membutuhkan perasaan mau berbahasa Indonesia. Perasaan tersebut pada gilirannya menimbulkan keengganan mempelajari Bahasa Indonesia secara bersungguh-sungguh, karena tanpa belajarpun mereka pada kenyataannya mampu menggunakan bahasa tersebut.

Perkembangan suatu bahasa berjalan seirama dengan perkembangan bahasa pemiliknya. Bahasa Indonesia masih sangat muda usianya, tidak mengherankan apabila dalam sejarah pertumbuhannya, perkembangan bahasa asing yang lebih maju, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Perancis, bahasa Jerman dan bahasa Arab.

Seperti kita maklumi perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini dikuasai oleh bangsa-bangsa Barat. Merupakan hal yang wajar apabila bahasa mereka pula yang menyertai penyebaran ilmu pengetahuan tersebut ke seluruh dunia.

Indonesia sebagai negara yang baru berkembang tidak mustahil menerima pengaruh tersebut. Kemudian masuklah ke dalam Bahasa Indonesia istilah-istilah atau kata-kata asing, karena memang pengertian dan makna yang dimaksudkan oleh kata-kata asing tersebut belum ada dalam Bahasa Indonesia. Sesuai dengan sifatnya sebagai bahasa represif, sangat membuka kesempatan untuk itu.

Melihat dan menyaksikan keadaan semacam ini, timbullah beberapa anggapan yang kurang baik. Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang miskin, tidak mampu mendukung ilmu pengetahuan modern, tidak seperti bahasa Inggris dan Jerman misalnya.

Pada pihak lain muncul sikap medewa-dewakan dan mengagung-agungkan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.

Dengan demikian timbul anggapan mampu berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya merupakan ukuran terpelajar atau tidaknya seseorang. Alhasil hasrat atau motivasi untuk belajar menguasai bahasa lain atau bahasa asing lebih tinggi dari pada hasrat untuk belajar dan menguasai bahasa sendiri. Kenyataan adanya efek sosial yang lebih baik bagi orang yang mampu berbahasa asing ketimbang yang mampu berbahasa Indonesia, hal ini lebih menurunkan lagi derajat Bahasa Indonesia di mata orang awam.

“Berbahasa” di Ruang Generasi Muda

Generasi muda sebagai pilar utama dalam keberlangsungan bangsa ini, ternyata mulai iut dipertanyakan keberadaanya. Tidak hanya ketika ide dan pemikiran tetapi pengantar atau pun bahasa yang dituturkan ikut menjadi bagian terpenting di dalamnya. Sebagai sebuah contoh, lihatlah keberadaaan genre novel yang tengah populer pada masa kini, “teenlit”, alias “teen literature”. Karya fiksi ini mendapat sambutan yang luar biasa dari penggemarnya (yang semagian besar adalah remaja). Buktinya, karya-karya fiksi berlabel “teenlit” ini sampai dicetak berkali-kali. Sebut saja “Dealova” karya Dyan Nuranindya yang langsung ludes 10 ribu eksemplar hanya dalam tempo sebulan. Malahan, “Dealova” juga telah diangkat ke layar lebar.

Aspek yang rasanya juga jelas terlihat ialah aspek bahasa. Gaya bahasa gaul, yang sebenarnya merupakan bahasa dialek Jakarta turut hadir dalam novel genre ini. “Loe-gue” yang dihadirkan tidak sekadar membuat “teenlit” begitu terasa dekat dengan para remaja, tapi justru dunia remaja yang demikian itulah yang tercermin lewat “teenlit”. Belum lagi cara penyajiannya yang menyerupai penulisan buku harian, lebih membangkitkan keterlibatan para pembacanya. Keberadaan bahasa Indonesia di dalamnya tidak terencana, tidak terpola dengan baik, apa saja bisa masuk. Baik pada percakapan (dialog) maupun pada deskripsi, bahasa yang dipakai adalah bahasa gaul, bahasa prokem, bahasa slang, yang hanya dimengerti oleh anak remaja. Keberagaman bahasa dan warna-warni percakapan tidak dapat dipola dan hampir tidak terkendali.

Lihatlah nama acara-acara di stasiun-stasiun televisi, siaran nasional, dan daerah. Simaklah laporan kalangan wartawan televisi dan radio (mereka pakai istilah reporter). Perhatikanlah ucapan-ucapan pembawa acara (mereka menyebutnya presenter) di layar kaca. Dengarlah dengan cermat bahasa mereka yang sehari-hari tampil di televisi, dalam acara apa pun.

Dengarlah nama-nama acara di stasiun-stasiun radio siaran. Bacalah nama-nama rubrik di media massa cetak. Perhatikanlah judul buku-buku fiksi dan nonfiksi yang dijual di toko-toko buku, di pasar buku, atau di kaki lima sekalipun. Simaklah dosen dan guru (terutama yang masih muda) yang sedang mengajar di depan kelas. Dengarkanlah petinggi atau pejabat negara yang sedang berpidato atau berbicara kepada wartawan.

Tiap detik dengan mudah kita mendengarkan bahasa buruk. Contohnya, gue banget, thank you banget, ya!, please, eh, jangan ngomongin aib pacarnya dia, demikian laporan reporter kami, dia presenter, sampai jumpa pada headline news satu jam mendatang, To day’s dialouge kita malam ini..., Top nine news, Top of the top, kita harus bekerja sesuai dengan rundown.”

Semakin lama semakin banyak orang yang berbahasa Indonesia dengan seenaknya, tidak mengindahkan norma atau aturan berbahasa yang berlaku resmi. Kalau benar isi pepatah lama, “Bahasa menunjukkan bangsa”, maka untuk mengetahui dan mengurai “wajah” negara dan bangsa kita kini tak usah mendatangkan ahli dari Amerika Serikat atau Australia.

Mengobati “penyakit” berbahasa yang sudah parah diperlukan usaha bersama semua pemangku kepentingan bahasa Indonesia untuk kembali menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa atau orang Indonesia. Warga negara yang sangat bangga sebagai orang Indonesia tentunya (seharusnya) juga mencintai bahasa nasionalnya sendiri. Kita, putra-putri Indonesia abad 21, yang benar-benar mencintai bahasa Indonesia pastilah menjungjung tinggi bahasa persatuan kita. Untuk mendukung usaha serius ini, pemerintah dan DPR perlu segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Kebahasaan yang dibuat tahun lalu.

Banyak bangsa lain, seperti Filipina dan India, merasa iri dan sangat terkagum-kagum terhadap bangsa kita karena memiliki bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa nasional. Ini merupakan salah satu jati diri asli bangsa kita.

Masyarakat komunikatif tercipta dengan mampu merasakan kepekaan dan kepedulian serta siap berargumentasi untuk memecahkan permasalahan kompleks yang diidap. Konkretnya dengan cara itu, dapat mengawal masa-masa sulit ini menuju suatu arah yang tepat. Bagaimanapun menyiapkan seperangkat infrastruktur yang kapabel menyikapi setiap kejutan-kejutan arah angin perubahan secara tenang dan penuh perhitungan dalam konsensus, dapat menyediakan energi yang berlimpah ketika kita amat membutuhkannya. Mengkedepankan prioritas tidak bermakna mengesampingkan kebutuhan lainnya.

Barangkali, sebagai bagian dari bangsa ini. Memang yang lebih diperlukan adalah kemampuan memelihara memori dan mengambil pelajaran dari apa yang sudah bersama kita lalui sebagai sebuah bangsa. Sebuah refleksi adalah juga jalan untuk upaya merawat ingatan; bahwa kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan beratus dekade oleh berjuta pejuang; bahwa otoriterianisme merupakan jalan yang tidak kita inginkan sebagai bangsa yang bercita-cita dewasa; bahwa represifitas melumpuhkan demokrasi dan intelektualitas; bahwa kebebasan berpikir dan bersuara telah dibayar mahal oleh nyawa yang tak ternilai; bahwa korupsi dan kawan-kawannya telah menghancurkan sendi-sendi keadilan dan meluluhlantakkan harapan untuk hidup makmur, sejahtera, dan berkeadilan; bahwa wajah pendidikan menentukan karakter bangsa; bahwa persoalan bangsa ini adalah persoalan yang harus kita selesaikan secara bersama-sama; bahwa jauh dari tempat kita berada banyak sosok yang tulus bergerak untuk sesuatu yang memiliki nilai kontribusi tinggi daripada kita yang hanya berdiam sambil berpura diskusi dan turut berpikir.

Pada berbagi kegiatan pun diharapkan masyarakat terutama orang muda harus merasa ikut memiliki lambang jati diri bangsa Indonesia. Rasa ikut memiliki itu akan mengukuhkan rasa persatuan terhadap satu tanah air, satu negara kesatuan, satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu bendera, satu lambang negara, dan satu lagu kebangsaan. Pada gilirannya rasa persatuan itu akan menjauhkan perpecahan bangsa sekalipun berada dalam era reformasi dan globalisasi.

Akhirnya marilah mulai tumbuhkan kembali kesadaran dalam diri masing-masing untuk berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan indah. Ketika berbahasa asing, berbahasa asinglah dengan baik! Ketika berbahasa daerah, berbahasa daerahlah dengan baik! Ketika berbahasa nasional, berbahasa nasionallah dengan baik pula!***

TERIMA KASIH IBU

Publikasi di Suara Pembaruan, edisi 30 Desember 2007

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera
Penulis adalah pemerhati masalah sosial budaya, Staf Peneliti FISIP Universitas Sriwijaya, Palembang

Tanggal 22 Desember yang diperingati sebagai Hari Ibu, sudah lewat, tetapi tentu saja tidak berarti hal yang berkaitan dengan ibu sudah dilewatkan begitu saja. Bahkan seperti kasih ibu yang berlangsung sepanjang masa, demikian pula hendaknya kita memberi perhatian pada ibu sepanjang waktu.

Berbicara mengenai Ibu, kita akan dihadapkan pada sosok perempuan atau wanita. Sejarah telah mencatat begitu banyak kaum perempuan mengambil andil dalam setiap jejak langkah perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari perlawanan menghadapi penjajah Belanda yang dilakukan oleh Cut Nyak Dien dan kawan-kawan sampai dengan perlawanan diplomatik oleh RA Kartini, yang berhasil mengangkat derajat kaum perempuan pada tempat yang sejajar dengan kaum laki-laki, walaupun sampai hari ini masih saja terdapat beberapa kesenjangan dan kekerasan terhadap perempuan.

Dari catatan tahunan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan terdapat 14.020 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2004. Jumlah tersebut meningkat cukup tajam dibandingkan tahun sebelumnya (2003) 7.787 kasus. Jumlah ini adalah kasus yang teridentifikasi. Dari 14.020 kasus tersebut, 4.310 di antaranya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga, 562 kasus trafficking, dan 302 kasus yang dilakukan aparat negara.

Padahal, jika dilihat sesungguhnya negara Indonesia telah memiliki UU No 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Sayangnya, pemerintah tampaknya masih "setengah hati" dalam mewujudkan pelaksanaannya.

Meski sudah ada UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, masih saja kekerasan terhadap perempuan terjadi. Kekerasan terhadap perempuan termasuk permasalahan yang cukup rumit. Kita akan berhadapan dengan masalah relasi, baik relasi personal (antarindividu), perempuan dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, maupun relasi sosial, perempuan dengan lingkungan masyarakat atau bahkan dengan negara. Jika memulai membangun relasi dengan konfrontasi, maka pasti reaksi yang muncul kemudian adalah resistensi (penolakan). Fakta di lapangan menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang antara perempuan dan laki-laki. Ketimpangan relasi ini bisa terjadi dalam rumah, misalnya, antara suami dan istri.

Dengan relasi personal yang tidak seimbang ini, sering terjadi peristiwa kekerasan dalam rumah tangga, seperti pemukulan istri oleh suami, bentakan kasar, caci-maki, penelantaran rumah tangga, ancaman kekerasan, dan pemaksaan yang mengakibatkan kesengsaraan pada diri perempuan.

Pemberdayaan

Di tengah peliknya permasalahan tentang kekerasan terhadap perempuan di negeri ini sudah saatnya kita mengidentifikasikan masalah mendasar, yang menjadi pokok dari setiap hal yang merugikan kaum Ibu. Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan, masalah mendasar selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk praktik diskriminasi perempuan.

Dalam konteks hukum, kesenjangan ini mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas. Hal lain yang jadi masalah, rendahnya kualitas dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak, rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender (Gender Related Development Index-GDI) sebesar 59,2 dibandingkan dengan angka HDI 65,8 dan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement-GEM) 54,6 menempati ranking 33 dari 71 negara yang diukur. Masih banyak hukum dan peraturan perundangan yang bias gender.

Selain itu budaya patriarki yang masih banyak dianut di masyarakat Indonesia sering kali "memposisikan" perempuan pada status subordinat. Seperti, terlihat jika terdapat keterbatasan sumber daya dalam keluarga, maka adik laki- laki yang tetap meneruskan sekolah sedang kakak perempuannya diminta untuk bekerja membantu pekerjaan di rumah dengan argumen bahwa mereka toh nantinya jika menikah juga akan bekerja di dapur.

Perubahan sosial-budaya masyarakat memerlukan waktu yang sangat lama bahkan mungkin dalam ukuran generasi, sehingga upaya yang berkaitan dengan perubahan sosial- budaya diupayakan melalui pembinaan yang terus-menerus.

Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender seperti itu ditanggulangi melalui implementasi Instruksi Presiden No 9 Tahun 2000 tentang Penghapusan Gender dalam Pembangunan. Inpres ini menginstruksikan agar setiap instansi pemerintah mengintegrasikan program pemberdayaan perempuan ke dalam program, sektor, dan daerah masing-masing.

Dalam hubungan itu, kebijakan pemberdayaan perempuan diarahkan untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik, meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta bidang pembangunan lainnya untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan, meningkatkan kampanye antikekerasan terhadap perempuan dan anak, menyempurnakan perangkat hukum pidana yang lebih lengkap untuk melindungi setiap individu dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi termasuk kekerasan dalam rumah tangga.

Kemudian, meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak, memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarus-utamaan gender dan anak dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di segala bidang, termasuk pemenuhan komitmen-komitmen internasional, penyediaan data dan statistik gender serta peningkatan partisipasi masyarakat.

Karakteristik perempuan sebagai ibu bukan saja terletak pada kodrat perempuan hanya untuk mengandung dan melahirkan. Melainkan pada kemampuan seorang ibu dalam mengasuh anak-anaknya sejak lahir hingga dewasa. Selain itu, tuntutan dunia modern telah meletakkan perempuan pada posisi yang sejajar dengan laki-laki.

Dengan demikian sudah sangatlah jelas bahwa perempuan juga memiliki peran yang tidak kalah dengan laki-laki. Oleh sebab itu, marilah terus berkarya kaum perempuan, tetapi dengan tetap sadar dan mengerti akan kedudukannya dalam keluarga, masyarakat dan negara.

Saat ini yang perlu disadari bahwa telah begitu banyak pengorbanan dan sumbangsih kaum perempuan, baik yang secara biologis telah "berhak" menyandang predikat ibu maupun yang masih menunggu, tetapi tetap berhak mendapatkannya. Maka dalam memperingati hari pemuliaan kaum ibu ini, adalah saat yang paling baik untuk berterima kasih atas jasa-jasa ibu dalam melaksanakan tugas kodratnya, yakni hamil, melahirkan, menyusui, serta tugas-tugas dalam mewujudkan kemajuan keluarga, masyarakat, dan bangsa ini. Perwujudan dari rasa terima kasih itu bisa berupa pemberian kesempatan untuk berkarya cipta seperti kaum pria.

Workshop Penyusunan Standar Jasa Informasi Pariwisata Indonesia

Workshop Penyusunan Standard Jasa Informasi Pariwisata Indonesia Menarik perhatian peserta yang diselenggarakan di tempat Ruang Rapat Lt.4 Dit. Usaha Pariwisata Kemenbudpar Rabu,13 April 2011 telah diadakan Workshop Penyusunan Standar Jasa Informasi Pariwisata dalam workshop tersebut dihadiri oleh: SAI Global, pihak Konsultan, STP Sahid, PAPPIPTEK Lipi, PT. Indonesia Visitors Center, Radika, Universitas Sahid, Uspar, Disparbud DKI Jakarta, DPP ASITA, DPD ASITA Jabar, Standardisasi Pariwisata, Perencanaan dan Hukum PDP guna menyusun standarisasi sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Pariwisata No 10 Tahun 2009 dan mengimplementasikan dari Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010.

Workshop yang dipimpin Gozali Djamal selaku head of Subdirectorate of Tourism Business Standard dan paparan disampaikan pihak konsultan terhadap krangka penyusunan standarisasi Usaha Jasa Informasi Pariwisata yang harus menjadi perhatian peserta adalah standar, serta tentang dasar hukum dari Jasa Informasi Pariwisata; ruang lingkup dan pelaksanaanya termasuk juga masalah visi, misi dan kebijaksanaan, pengelolaan produk, termasuk aspek sumber daya manusia dan menetapkan kompetensi SDM; Sedangkan dari Indonesia Visitor Center memaparkan tentang sarana prasarana yang harus dipenuhi oleh pengelola dibidang usaha informasi pariwisata dan juga terhadap ruang lingkup pelaksana usaha. pihak Indonesia Visitors Center juga menyampaikan tentang kesiapan terhadap jenis usaha dan sarana fisik serta menjelaskan tentang implimentasi dari Jasa Informasi Pariwisata yang berbentuk Tourism Information Center yang terdapat ditempat-tempat strategis dan bentuk-bentuk material promotion product and advertising. serta standarisasi ukuran dan contain.

Pandangan dari peserta workshop disampaikan dalam penyusunan standar usaha informasi pariwisata dipandang perlu memperhatikan tentang difinisi business informasi dan ruang lingkup usaha bidang kepariwisataan sesuai dengan Undang-Undang No 10 Tahun 2010 guna menghindari terhadap overlaping dengan bidang business informasi, memperhatikan ruang lingkup usaha pariwisata sesuai dengan Undang-Undang 10 Tentang Kepariwisataan pada Bab VI Pasal 14 ruang lingkup Usaha Pariwisata pariwisata adalah 1). daya tarik wisata; 2). kawasan pariwisata; 3). jasa transportasi wisata; 4). jasa perjalanan wisata; 5). jasa makanan dan minuman; 6). penyediaan akomodasi; 7). penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; 8). penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, 9). konferensi, dan pameran; 9). jasa informasi pariwisata; 10). jasa konsultan pariwisata; 11). jasa pramuwisata; 12). wisata tirta; dan spa.

Setalah memperhatikan dari ruang lingkup usaha pariwisata tentu menjadi menarik untuk disimak terutama terhadap standar produk yang akan diinformasikan agar tidak terjadi benturan dan saling tarik menarik denga media advertising, news, magazine serta media electronic lainya.

Ketika membahas masalah produk dan SDM workshop berjalan makin menarik karena dibicarakan juga bagaimana kalau Koran atau majalah yang menginformasikan tentang produk akomodasi, transportasi dan lainnya yang terdapat dalam Bab VI Pasal 14 juga harus memiliki izin usaha Jasa Informasi Pariwisata.

Sedangkan dalam Kepmen No. PM.95/HK.501/MKP/2010 dengan tegas pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 dengan tegas Dalam Peraturan Meteri berbunyi :


  1. Usaha adalah setiap tindakan atau kegiatan dalam bidang perekonomian yang dilakukan untuk tujuan memperoleh keuntunan dan / atau laba.
  2. Usaha informasi yang selanjutnya disebut usaha pariwisata adalah usaha penyediaan data, berita, feature, foto, video dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang disebabkan dalam bentuk bahan cetak dan / eloktronik

Dalam berbagai referensi tentang business information mengungkapkan bahwa Bentuk primer informasi bisnis meliputi: 1) News; 2). Market research; 3). Credit and financial information; 4). Company and executive profiles; 5). Industry, country and economic analysis; 6). IT research.

Sedangkan dari Format bisnis utama informasi dapat dibagi ke dalam kategori berikut: 1). Basic reference sources such as guides, bibliographies, dictionaries, almanacs, encyclopedias, handbooks, yearbooks and internet resources; 2). Directories; 3). Periodicals and newspapers; 4). Loose-leaf services; 5). Government information and services; 5). Statistics; 6). Electronic business information

Dari bunyi Undang-Undang dan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta bebrapa referensi tentang business informasi tentu jadi tambah menarik untuk dibahas baik oleh berbagai pihak dalam mengimplimentasi Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Meteri No. PM.95/HK.501/MKP/2010. Hal ini juga merupakan hasil output workshop yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak yang akan menyusun Standar Jasa Informasi Pariwisata.

Peran Penting TI dalam Destination Management Organization (DMO)

Ditulis Oleh : Prakoso Bhairawa Putera 
Peneliti Muda bidang Kebijakan dan Administrasi (Kebijakan Iptek) – LIPI, dan Peserta Program Beasiswa Pascasarjana Ristek 2010 di Universitas Indonesia


Baru-baru ini pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia mengagas terobosan baru dalam tata kelola daerah tujuan wisata atau yang dikenal dengan destinasi.

Tata kelola daerah tujuan wisata yang dicanangkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata berlabel “DMO”, merupakan kepanjangan dari Destination Management Organization. Pengelolaan DMO ini dilaksanakan di 15 destinasi yang selanjutnya disebut dengan klaster.

Kelimabelas klaster DMO tersebut meliputi Kota Tua Jakarta, Pangandaran, Danau Toba, Bunaken, Sabang, Tana Toraja, Borobudur, Rinjani, Raja Ampat, Wakatobi, Tanjung Puting, Derawan, Danau Batur-Kintamani, dan Pulau Komodo-Kelimutu-Flores serta Bromo-Tengger-Semeru. Konsep tata kelola klaster tersebut mengadopsi dari cerita sukses dari beberapa negara yang telah mengadopsi konsep ini di negaranya. DMO sesuai dengan buku Pedoman Pembentukan dan Pengembangan DMO (Kemenbudpar, 2010), diartikan sebagai tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses dan kepentingan bersama dalam rangka meningktakan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal.

Jika menterjemahkan konsep tersebut maka ada empat sistem yang setidaknya saling hubung dan bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu sistem destinasi, sistem tata kelola, sistem informasi, komunikasi dan teknologi, dan sistem pemasaran. Keempat sistem tersebut senada yang diungkapkan oleh Putera (2009) pada Biskom, edisi Juli 2009 bahwa ada empat faktor yang menentukan DMO yaitu unsur pemerintah, bisnis, pariwisata, dan teknologi informasi dan komunikasi.

Putera (2009) menjelaskan bahwa unsur-unsur yang ada dalam DMO akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi dalam tata kelola yang meliputi perencanaan, implementasi, dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik. Serta perlu adanya integrasi satu dengan yang lain, atau umumnya disebut sebagai koordinasi. Fungsi-fungsi tersebut dalam perkembangan teknologi saat ini bisa didekatkan dengan teknologi informasi. Konsep inipun sangat sesuai dengan konsep DMO yang dipaparkan oleh Kemenbudpar, bahwa fungsi-fungsi dalam tata kelola dilakukan secara inovatif dan tersistem melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terintegral diantara stakeholder yang ada.

Keterkaitan antara DMO dan TIK

Zelenka (2009) menjelaskan, kehadiran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sejak tahun 1980-an telah merubah wajah pariwisata di dunia, dimana telah terjadi revolusi dalam proses distribusi produk-produk pariwisata, komunikasi dengan konsumen dan lintasan bisnis diantaranya, gambaran kewilayahan, akses informasi, daftar harga, keamanan, serta jalur-jalur alternatif. Kesemua ini merupakan dampak dari hadirnya TIK. Sementara itu Putera (2009) menyebutkan, pengembangan dalam penerapan elektronika pariwisata saat ini telah bergerak pada pemuktahiran dengan paradigma pengelolaan sistem informasi pariwisata terpadu melalui Destination Management Organization (DMO). Paradigma ini mempertimbangkan peran dan fungsi suatu daerah tujuan wisata. Pengelolaan DMO dilakukan secara terpadu oleh lembaga pemerintah, perusahaan swasta, organisasi profesi dan elemen-elemen yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata. Kegiatan pengelolaan ini mengarah pada pencapaian pembangunan ekonomi dan keseimbangan pembangunan wilayah.

Bahkan Chang (2003) telah melakukan riset yang menghasilkan enam dasar strategi dalam penerapan sistem informasi untuk DMO, meliputi: pertama, sumber keunggulan kompetitif adalah informasi – sehingga aliran informasi merupakan kunci dalam implementasi. Siapa saja yang memberikan informasi dengan baik dan lengkap dialah pemenangnya. Konsep ini dapat dilakukan melalui e-tourism. Kedua, Sistem Informasi merupakan investasi jangka panjang. Nilai kemanfaatan yang dihasilkan dengan sistem ini baru bisa dirasakan apabila sistem yang dibentuk dilakukan secara berkelanjutan dan informasi yang diberikan secara terus menerus dilakukan up dating dan melibatkan seluruh komponen kepariwisataan yang ada. Ketiga, memperjelas resiko yang ada: setiap sistem pasti memiliki peluang terjadinya permasalahan, sehingga sebelum diimplementasikan perlu diketahui hal-hal apa saja yang akan mempengaruhi jalannya sistem, seperti resiko teknik, fungsi, internal maupun dari luar. Hal tersebut bisa dideteksi sejak awal, setiap peluang terjadinya resiko. Keempat, Diferensiasi: produk dan jasa yang unik.

Sistem informasi merupakan portofolio bagi pemasaran produk dan jasa yang ditawarkan dan berbeda dengan pesaing yang ada. Kelima, Co-alignment: penyelasaran antara lingkungan ekternal, pilihan strategi, struktur organisasi, dan kinerja sektor keuangan. Langkah awal dari implementasi sistem informasi adalah penilaian terhadap lingkungan ekternal dengan mengidentifikasi kekuatan pendorong, perubah, dan pengantar nilai-nilai. Variabel dalam DMO harus dioptimalkan untuk saling berhubungan dalam rangka pencapaian tujuan pemasaran destinasi. Keenam, kontinuitas: kesinambungan dari arah dan pelaksanaan sistem informasi. Tanpa adanya keberlanjutan dan dilakukan secara terus menerus sulit pencapaian tujuan dapat terwujud.

TIK adalah salah satu kunci daya saing sejauh mana wisata dan bisnis yang ada disekitarnya berfungsi dengan baik. Bahkan virtualisasi objek wisata yang terdapat dalam website dan pemesan online menuju objek tersebut menjadi isu yang saat ini sedang berkembang (Bojnec & Kribel, 2005).

DMO tidak hanya semata-mata dipandang sebagai bentuk organisasi dalam pandangan klasik yang mengharuskan adanya bentuk hierarki pembagian tugas secara tegas dengan garis wewenang dan penugasan. Tetapi DMO sejalan dengan kelahirannya di masa modern, hendaklah dipandang sebagai bentuk pengorganisasian pengelolaan destinasi dengan menggunakan pendekatan modern pula, yaitu pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi. Ada tiga komponen penting dalam DMO yang sering dikemukakan Presenza (2005), yaitu coordination tourism stakeholders, destination crisis management dan destination marketing.

Bangunan DMO dengan Peran TIK di dalamnya

Destination marketing, menjadi ujung tombak dalam komponen DMO. Keberhasilan DMO dalam meningkatkan kualitas pengelolaan pada akhirnya berdampak pada peningkatan volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besarnya pengeluaran wisatawan serta membawa kemanfaatan bagi masyarakat lokal. Kesemua ini ditentukan bagaimana destination marketing dapat menarik sebanyak-banyaknya pengunjung untuk datang ke wilayah yang telah dipromosikan. Destination marketing meliputi beberapa aspek, yaitu Trade shows, Advertising, Familiarization tours, Publication & Brochures, Events & Festivals, Cooperative Programs Direct Mail, Direct Sales, Sales Blitzes, dan Web Marketing. Banyak persepsi yang hanya memandang destination marketing sebagai bagian terpisah dari DMO. Padahal, justru bagian ini menjadi vital dalam memberikan informasi dan menarik minat wisatawan untuk datang ke wilayah tersebut. Dengan kata lain, percuma saja telah membangun kesadaran kolektif diantara stakeholders destinasi, membangun kawasan lebih baik, tetapi informasi tentang semua itu tidak dijalankan. Ketiga komponen tersebut haruslah berjalan secara bersama, dan bahu membahu dengan saling dukung, serta saling melengkapi.

Prinsip Dasar DMO Web

Banyak kajian dan contoh-contoh sukses dalam penerapan sistem ini. Namun, pada kesempatan ini, ada lima prinsip dasar yang umum dan penting untuk dipahami dalam membangun sistem informasi terintegrasi (DMO Web). Abouttourism memberikan catatan penting sebagai berikut:

Pertama, Look Good atau dalam bahasa yang mudah dipahami adalah enak dilihat. Artinya sebuah tampilan DMO Web harusnya memenuhi unsur visual yang atraktif dan menarik, enak dibaca, mudah dalam navigasi, serta penggunaan warna dan huruf yang padupadan.

Kedua, Perhatikan Konten, konten diibaratkan sebagai jalan untuk menunjukkan tentang apa yang ada pada kawasan tersebut. Pada konten ini akan terlihat jelas bagaimana setidaknya wisatawan bisa datang ke lokasi, menghubungi stakeholder yang ada, dan pada akhirnya akan terjadi transaksi. Informasi yang disajikan harus terkini dengan beragam visual yang menarik, seperti foto, video, dan cerita-cerita wisatawan yang pernah berkunjung.

Ketiga, Jadikan audien sebagai bagian dari DMO Web, karena bagaimanapun juga wisatawan adalah tujuan market sehingga melibatkan mereka secara langsung dalam DMO Web sangat dibutuhkan. Hal ini tentu saja dapat dilakukan dengan membangun komunitas online untuk menyebarkan keunggulan kompetitif dari destinasi yang ada. Beberapa studi tentang DMO Web di Eropa menyebutkan bahwa lebih dari setengah atau 57% dari pengguna DMO Web membaca ulasan perjalanan, dan 43% mengunjungi forum dialog yang berhubungan dengan perjalanan.

Keempat, SEO atau Search Engine Optimization. Ini merupakan sesuatu yang tidak mudah, para stakeholders harus pandai-pandai memberikan kata kunci ataupun pengkategorian dari setiap informasi yang ditampilkan dalam DMO Web. Tren yang ada biasanya calon pengunjung akan melakukan pencarian informasi pada mesin-mesin pencarian sehingga hanya 10 hasil pencarian utama yang sering kali dibuka. Kelima, Mengkoversikan. Memasukkan semua element mulai dari web desain, konten, penggunaan media sosial, dan strategi SEO adalah bukan hal mudah, DMO web bukan sekedar tempat jualan hotel, tikel ataupun paket liburan secara online, tetapi ada sisi lain yang bisa diberikan kepada calon pengunjung seperti informasi agenda kegiatan di kawasan, keunikan budaya, ataupun aktivitas kepariwisataan lainnya.

Tidak kalah pentingnya DMO web merupakan wadah komunikasi antar stakeholders yang ada, serta pembangunan sistem informasi ini dapat menjadi penyedia informasi yang lengkap dan akurat bagi konsumen/turis untuk mempersiapkan liburan mereka dan dapat melakukan pemesanan terhadap produk dan layanan pariwisata yang akan dituju, selain itu juga membantu perusahaan pariwisata agar lebih baik mengintegrasikan semua layanannya melalui pengorganisasian dan promosi secara personal dan meningkatkan pengalaman pariwisata, serta sistem ini membantu semua para pemangku kepentingan di daerah dan nasional untuk bersama-sama dalam menggunakan sistem dan database pariwisata tunggal untuk meningkatkan kerjasama serta menghindari informasi yang tidak konsisten.

Pada akhirnya DMO Web menjadi alat untuk industri pariwisata nasional dan DMO untuk mempromosikan secara efektif dan hemat biaya layanan pariwisata mereka ke seluruh dunia dan menjadikannya sebagai prioritas utama aplikasi e-commerce dan e-tourism.

Puisi Koko P Bhairawa di Seputar Indonesia Minggu, 7 Februari 2010

Berikut ini 3 karya puisi saya yang dimuat di halaman budaya Minggu, 7 Februari 2010 Seputar Indonesia:

ADALAH KAU

jadikan lelaki kecil itu
kokoh ditepian kolam coklat
pada senja yang basah
pada gedunggedung yang pucat
setelah kejatuhan hujan

jadikan lelaki kecil itu
nikmati dingin pada detikdetik berlalu
hampa...
hampa...

jadikan lelaki kecil itu
menelan ludah tatkala sayup magrib berlalu
bersama tegak jiwa di aspal gatot subroto

jadikan lelaki kecil itu
kehilangan baju kewarasan, dan
celana bawah sadar
lalu biarkan kepolosan jadi
tontonan periperi

adalah kau jawaban atas semua

rw mangun, 02-02-2009



JANGAN PERNAH BOSAN

pagi tadi sebelum tegak
sepi mencumbui bumi yang kedinginan
dedaunan tersenyum dalam birokrasi fajar
melukiskan embun lewat proyeksi cinta
pada harmoni tanah merdeka
setetes peluh begitu suci untuk perjalanan pagi

di timur matahari terdiam
menikmati teriakan anak penghuni bangsa
dalam kour pengiring yang acap kali
berbuah gema pada dada
di tiap tiang kehormatan merah putih menari-nari
di atas dua ratus tiga puluh juta kepala
mencabik cakrawala biru yang mulai pudar
digerogoti asap hitam, memotong-motong
irama angin yang senantiasa merayu
generasi bangsa dengan syair impor

“Hormatku Merah Putih !”
jangan bosan berdiri di tiang kehormatan
jangan ragu mematri impian cucu adam hawa
untuk jadi pemimpin di negri ini
pada rumput, gedung tinggi, pohon hijau,
angin, tanah dan udara
telah sejak lama bersatu rasa hujan-panas
bersaksi untuk kegagahanmu

Merah putih jangan pernah bosan



DI PAGI MINGGU,
TIGA PULUH MENIT SEBELUM TAKE OFF
: unt. Alifia Narasita Sibly

jika aku kembali bukan karena cinta,
pasti ada dari organ ini tak rela biarkan
kau sendiri meratapi ringkik batang hari
dengan mata terbuka mencari hulu
dan menelusuri jauh hingga hilir sungai
– (lagi) kau senyap menatap

jika aku kembali bukan untuk cinta,
tetap ingin kupastikan
kau tak mengulang kisah pelarian kemarin
diantara peluh sore dan aroma bensin
kutemukan cemas meradang di wajah
– (lagi) kau senyap memandang

jika aku kembali,
kembali 'ku tidak juga demi cinta
tetapi dongeng yang pernah kau rentas
dari mimpi sepotong malam
di kaki gunung dataran tanah jawa
lebih merangsangku mengobrak abrik
wacana kegelisahanmu
“kau dan aku terlahir dari proses panjang
bernama persetubuhan, tapi (tetap) beda dan
se-beda-nya tak ada alasan diam
menunggu dijemput kisah”

jika aku kembali,
adalah cinta bukan jawaban
serupa pagi kehilangan embun
lantaran tak ada rekam jejak malam (berdua)
“disini setumpuk nanas goreng
kita kunyah pada bibir (sama)”

BU. Sultan Thaha, 13 Juli 2008

Takkan Pergi Rasa

mini teenlit ini telah dipublikasi di Singgalang, edisi Minggu 13 Januari 2008


BUTIR cahaya lembayung senja itu sedikit terhalang awan yang menggumpal di horison ufuk barat. Meski demikian, keelokan panorama senja itu tak sedikit pun berkurang. Garis laut yang bertemu dengan kaki langit menyemburatkan aura biru, berpadu dengan sisa-sisa sinar surya yang hendak kembali ke peraduannya.

”Inilah Ramadhan pertama di tanah Minang!” gumam hati kecilku.

Setelah penat dengan kebisingan kota yang akan beranjak megapolitan dan dendang pengamen kecil di pelataran Benteng, kutinggalkan riak Musi – Palembang – dan cerita kemarin demi tugas baru tapi selalu saja ada cerita yang tak mampu lepas.

Tak jauh dari ''pertemuan'' panorama indah laut dan langit itu, tampak burung-burung camar melayang-layang di atas riak ombak yang menggaris berbusa. Sesekali burung lincah itu menceburkan diri ke permukaan air untuk sekadar membasahi badan atau membasahi tenggorokannya yang kering setelah berkelana sepanjang hari.

”Barangkali mereka ikut puasa juga, ha...ha...” pikir anehku kambuh lagi.

Disebuah semen pembatas bibir pantai aku terdiam sendiri dan asyik bercanda dengan diri. Sendiri mungkin itulah yang acap kali membuatku bosan dan berpikir untuk mencari atau sekadar ditemani seseorang.

”Tapi apa aku mampu?” kali ini batinku bertanya.

”Mampu?”

”Yah, mungkin itulah hal yang paling malas untuk kutemukan jawabanya. Cerita bersamanya dulu terlalu indah untuk di delete dari sisa memori otak ini. Lebih baik kuhapus file yang lain saja.”

”Uh...ss.....!” nafasku mulai terbiasa dengan aroma pasir dan air laut rupanya. Aku kembali terdiam bersama kornea yang mulai betah dengan pemandangan baru di kota ini.

Tak jauh dariku, di dekat garis pantai beberapa pasang orang tua sambil menggandeng anak-anaknya menelisik pasir, bercanda diantara buih ombak yang pecah di kaki mereka.

”Yah, sepertinya sore kemarin mereka memang sedang menikmati keindahan alam sembari menunggu datangnya waktu berbuka.”

''Waktu terasa lewat begitu cepat berlalu.” tiba-tiba seseorang duduk di sebelahku. Tanpa permisi ia asyik meletakkan cangkir minuman diatas sebuah meja. ”Sepertinya tidak keberadatan jika saya berbagi minuman dan sekedar makanan ringan untuk berbuka kali ini?” lanjut sosok itu.

”Saya begitu menikmati setiap datang dan mengunjungi sore di tempat ini bersama tiupan angin dan gemercik ombak yang jatuh diantara pasir-pasir.” katanya lanjut. Aku hanya terdiam dan masih merasa seperti orang bodoh. Ia berbicara tanpa memberikan kesempatan kepadaku untuk menyela atau sekedar memotong.

”Sepertinya kau orang baru, karena tidak lebih dari tiga atau empat kali kau datang mengunjungi tempat ini. Itupun seingatku?”

”Yah, maklum mungkin saya sudah terbiasa sendiri menyaksikan matahari turun dan akhir-akhir ini ada orang baru yang ikut kebiasaan itu – ditambah ia duduk ditempat menjadi favorite dimana saya acap kali menghabiskan sore ditempat itu.” cerocotnya kemudian.

”Ha..???” sontak aku kaget, ”Waduh, sampai segitunya ada orang yang begitu fanatik dengan tempat.” pikirku.

”Saya bukan fanatik, tapi ini berkaitan dengan kenyamanan dan kenikmatan hidup.” ucap ia kemudian.

”Lho, kok ia bisa tau apa yang kupikirkan?” aku mulai bertanya-tanya dan sedikit keheranan.

”Kenapa kau masih bingung, saya bisa tau apa yang kau pikirkan., He,..” dengan senyum sedikit mengejek ia menatapku. Ekor matanya tampak menusuk.

”Teman-teman biasa menyapa dengan sebutan Aya, lumayan pendek tapi jangan samakan dengan tinggi saya yang tak lebih tinggi dengan Dian Sastro...”

”Ih,..pede dan super narsis juga orang ini.” pikirku.

”Oh,...maaf kalo aku telah menjajah tempatmu, baiklah kalo begitu aku cari tempat lain.” akhirnya ada juga kalimat yang keluar dari bibirku.

”Upzzz...maaf saya tidak akan membiarkan orang seperti anda pergi begitu saja!” balas ia dengan nada meninggi. ”Ya Allah, habis deh. Mana ini lagi puasa, gak mungkin mesti berantem dengan cewek, mana lagi rame – jangan-jangan nanti disangka akan kena pasal pelecehan lagi.” otakku mulai menerka-nerka.

”Nah, begitukan bagus. Duduk yang tenang dan temenin saya hingga berbuka. Nih kebetulan ada paket murah buat berdua yang saya beli di mal depan.”

”Ampun, mimpi apa semalam – koko bisanya sore ini ketemu dengan cewek aneh, jangan-jangan...” hati kecilku kembali berbicara, sedang cewek itu hanya senyum-senyum tanda kemenangan.

”Waktu terasa lewat begitu cepat berlalu.” ia kembali mengulang kalimat yang tadi kudengar. ”Dulu sore adalah saat yang paling saya benci dan selalu dihindari, tapi itu tak mungkin. Selama matahari masih berputar dan sang Maha masih meniupkan kehidupan ia akan selalu datang.”

”Aduh, bicara apa lagi cewek ini” aku hanya bisa berdialog dengan hati, nanti juga ia tahu dan bisa membaca apa yang aku pikirkan.

”Sampai pada suatu ketika, saya mengenal Aan. Yah,..mungkin ialah yang kemudian membuat diri betah berlama-lama menikmati sore disini. Sejak saat itu, menjelang sore saya selalu menyaksikan ombak dan pemandangan yang katanya adalah sebagian dari surga dunia bagi penglihatannya. Walau saat itu diri belum mengerti dan tak pernah bisa merasakan apa yang selalu ia katakan.”

Sementara itu sayup-sayup suara alunan ayat mulai memuai, seperti tinggal menunggu lima atau enam menit lagi, puasa hari ini akan selesai. ”Lalu kenapa kau tak bersama dia datang menikmati sore?” tanyaku polos.

Ia hanya membalas dengan senyum lalu berkata, ”Jika aku bersamanya mungkin aku yang tak bisa menikmati sore yang katanya begitu menakjubkan sampai-sampai ia begitu mencintai kota ini”

Aku masih belum mengerti apa yang ia katakan, mungkin daya tangkapku mulai berkurang atau aku terlalu tak mau ambil pusing dengan setiap kalimat yang ia lontarkan. ”Payah,..kok bisa-bisanya aku menjadi lemot begini yah!”

”Ah,..sudah jangan terlalu kau pikirkan!”

”Bila aku ceritakan mungkin kau tak juga akan paham atau mengerti.” lanjut Aya santai. Sesaat kemudian aku coba perhatikan sosok yang duduk disebelahku.

”Astagfirullah,...sepertinya aku begitu akrab dengan apa yang kulihat...”

”Ngak,..ngak mungkin, ini ngak mungkin terjadi,..” hatiku mulai berdegup kencang.

Aya kemudian berdiri dan membalikkan tubuh mengambil cup teh Poci, dengan tenang ia menyeruput dinginnya teh. Aku bengong, dan tak dapat berkata. ”Hei,..sudah azan, kau tak mau berbuka?” tanyanya lanjut.

”Ya Allah, suara azan pun luput dari sadarku,...”

”Oh yah, mungkin kita berdua punya satu tujuan yang sama kenapa datang ke tempat ini,...” lalu ia mendekat ”Mungkin takkan pergi rasa” lagi-lagi aku terdiam, bicaranya tambah membuatku bingung, kemudianku berdiri dan mulai menyaksikan orang-orang yang mulai meninggalkan bibir pantai menuju rumah suci Mu.. ”Uh...ss.....!” tarikan nafasku sedikit berat magrib ini.***

22 Ramadhan 1428 H

CERPEN: Dan Kau Telah Temukan

Cerpen ini telah dipublikasi di halaman budaya BANGKA POS, edisi Minggu 28 Juni 2009


Apakah kicau burung-burung di kala pagi lebih baik dari pada teriakan mesin-mesin tambang di sisi utara perkampungan. Aku satu dari sekian banyak manusia yang kerap menemukan suara-suara tak jelas ketukan atau syair-syair tanpa pencipta yang didendangkan oleh penghuni di sisi lain pulau itu.

”Yah, beginilah pulauku. Sebuah daratan yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan pasir hitam yang kemudian kukenal dengan sebutan timah--begitupun pasir putih yang begitu mempesona, hingga bisa menambah daratan di negeri singa yang mampu menukar butihan pasir dengan wewangian lembaran bernilai.”

”Usss.....ssss, jangan keras-keras berkata nanti terdengar angin--lalu disampaikanya pada penghuni lain!” suara lirih menggoda.

”Lalu salah jika mocong ini berbunyi dan mengeluarkan rangkaian kata yang sedikit pedas?”

”Kurasa tak terlalu, mungkin lebih pedas cabe yang tergigit tadi—karena cepat terasa dan langsung membutuhkan gula atau air sebagai penawar.” bisik mulai menggerogoti ruang di telinga kiri.

”Ah...., sudah jangan kau panasi suasana yang sudah semakin akut. Kepadatan penghuni jalanan cukup membuat orang-orang merasa lelah termasuk dia, jadi bila kau tambahkan dengan bumbu tadi maka habislah cerita kita—karena ia akan pergi ke negeri dongeng dan bercumbu dengan kekasihnya.” lirih suara menggoda.

”Ehm...aku tak mau ke negeri dongeng—karena semua disana hanya khayal dan ketika tersadar semua yang kutinggalkan semakin bertambah, jadi lebih baik aku ikut melewati semuanya dengan mata terbuka tetapi mulut tak menganga.”

Helai kain yang menutup diri lepas satu persatu dan jatuh di lantai yang mulai berganti warna bersama potong bulan yang semakin meninggi.

”Zzzzzzzzzzzzzzz”

”Hei, kenapa kau terdiam?” bisikan pindah di telinga sebelah kanan.

”Aku terjebak dalam keliaran malam yang menjemput, bulan diatas sana mungkin tersenyum padaku, kutemukan kau dalam rinai air mata yang jatuh dipundak dan ingin kuhantarkan hangat pada jiwa yang hampa.”

”Sebenarnya menatapmu dalam mimpipun aku menjadi lelah, mata terlalu cepat jatuh dan kehilangan selera. Ups..ada yang bertanya pada bisik di gelap hari—aku ada dimana ketika rasa mulai tertambat?”

”Sudahlah jangan kau cemarin otakmu yang mulai kelebihan beban itu dengan hal-hal yang memuakan. Mari tidur dan nikmati keindahan alam barzah,..” kembali, lagi dan lagi bisikan itu hadir di sisi kiri telinga.

Mata menatap tajam di sisi selatan ruang, di atas meja tergeletak sebuah majalah dengan terselip coretan merah melingkar. Halaman majalah itu tampak masih mulus, dan aroma khas kertas cetak begitu menyengat ketika hidung didekatkan.

Dahulu ramai kapal-kapal berlayar dan melewati perairan celah diantara dua pulau, Belitung dan Bangka. Namun, tak sedikit diantaranya celaka di Selat Gaspar itu. Kini, jalur laut berbentuk corong, dimana air yang berwarna biru kehijauan menyimpan sekawanan batu dan gosong karang kembali ramai, lantaran penyelam pengumpul teripang menemukan balok koral yang penuh dengan keramik peninggalan Dinasti Tang.

”Ayolah jangan kau buat lagi otakmu berputar, letakkan majalah itu” sisi kanan coba membujuk.

”Bersegeralah tidur, agar besok kau hirup udara pagi bersama suara jagomu”

”Kenapa kau begitu menikmati dongeng tentang kapal karam yang membawa sekitar 55.000 mangkuk yang dibuat ditempat-tempat pembakaran propinsi Hunan, puluhan mil dari tempatmu tinggal.” nada meninggi mulai berkeliaran di sisi kiri.

Aku tak sedang menikmati dongeng, tak salah bila kutahu tentang pulauku lebih banyak – walau aku tak sepulau.

”Ini dongeng kawan, hanya kebetulan belaka yang dihadirkan oleh alam dan para penyelam yang kata majalahmu itu telah menemukan situs arkeologi laut terpenting di Asia Tenggara.” kanan dan kiri terasa berisik dengan lontaran kata.

Ketidak setujuan bukan sebuah pilihan atas penemuan kapal layar tradisional Arab bertiang dua ”dhow” dari abad kesembilan yang bermuatan penuh kerajinan emas, perak dan keramik dari tanah Tiongkok. Ini benar, dan majalah telah dengan gamblangnya memuat tiap foto dan esai secara lengkap.

”Ah,..itu bisa-bisa penulisnya,...”

”Sudahlah hidupmu terlalu banyak dongeng,...” kiri dekat menggoda dengan ejekan tak mengenakan.

Ada sebuah pelayaran terbesar yang pernah hadir di sekitar pulau.

”Mulai lagi kau berdongeng kawan,..”

Tat kala laksamana besar Cheng Ho berlayar di 1405, tidak kurang 317 armada mengiringi beliau. Tiongkok menjadi tak terkalahkan di wilayah laut. Kemegahan ini pun menjadi bagian terpenting dalam perjalanan para saudagar Tiongkok yang ikut mendikte perniagaan di penjuru dunia. Ironisnya di dalam negeri sendiripun mereka ikut didikte oleh kebudayaan dan nilai-nilai asing. Setidaknya Confucius telah mencatat bagian itu.

”Kawan apalagi ceritamu di malam yang mulai merayap hingga menaikan selera tidur dan kemudian menghempaskannya hingga matapun terbelalak.” sepertinya sisi kanan mulai menyerah.

878 Masehi, setengah abad lebih sedikit setelah kapal ”dhow” karam. Pemimpin pemberontakan Huang Chao membakar dan menjarah Guangzhou, membunuh puluhan ribu warga muslim, yahudi, kriten dan parsi. Tak lama setelah berakhirnya perjalanan Cheng Ho, ketika Columbus mendarat di Dunia Baru. Pemikiran-pemikiran Confucius mulai terbukti; Tiongkok membakar armada kapalnya dan mulai menutup diri. Jalur-jalur perdagangan diabaikan hingga bangsa Portugis mulai mengambil alih.

”Kawan terbayang, tentang ramainya balok putih timah dan berton-ton muatan kapal membawa lada keluar dari pulau dan menjajah ditiap-tiap rumah tuan-tuan Eropa. Sedang kita menjadi terjajah oleh mereka.” si kiri menjadi tertegum dan berasumsi.

”Lalu kini apa yang kita nikmati” sisi kanan bertanya.

Sekarang ramai sudah dendang tanpa partitur dilantunkan ditiap terang hari dari penjuru pulau, meninggalkan dulang dikala musim nganggung, dan menyemarakan kotak-kotak putih di langgar dan masjid. Menjejalkan bangunan tinggi atas nama pembangunan dan menghilangkan ruang terbuka hijau. Menjajah laut perairan dengan jala-jala asing. Kesemuanya bukan milik kita – bukan gawe kite. Tidak di daratan, tidak juga di lautan, negeriku menjadi incaran banyak orang.

Sekarang subuh telah memanggil, mata mulai merapat,..

”Yah,..dan Kau Telah Temukan,..” kiri dan kanan bersorak.

”Kau Telah Temukan,..insomnia”,..***

CERPEN: MEMBATU

LANGIT terasa hampa dalam dingin malam yang telah berintegral dengan hujan. Serpihan air tak henti menjatuhkan diri, kemudian dengan bersamaan dan perlahan menghujam pada tiap lapisan tanah. Namun, diantara semua, ada juga yang tak mampu merapatkan diri hingga ke dasar paling dalam. Mereka sepertinya kehabisan energi sehingga hanya mampu mengelompokkan diri pada genangan di permukaan. Tapi pada lensaku itu tak ada, kini. Kuterus menjejak, pepohonan terlihat melebarkan tawa menyambut kedatangan. Tunas-tunas tampak asyik memainkan tiap butir air yang jatuh mengenai tubuh hijaunya. “Indah betul negeri ini!”.

Sesaat jejak mengecil bersama gemertak rumpun bambu. Daun-daunnya berayun manja.

“Kau telah lama tak datang!”

“Apa kau tak rindukan kami?”

Kini jejak benar-benar terhenti. “Rinduku telah tersayat pada tiap celoteh burung-burung gereja yang acapkali mengabari duka kekasih.”

Pada kelam hari kutemukan ada yang duduk bersilah pada pokok pohon yang telah ditinggalkan pucuk-pucuk kuning, ranting-ranting kopong dan getah menyengat. Sebelah tangannya terbuka menadah tetes liur punggawa, sedang satu bagian jari-jari terlukanya asyik memainkan tiap helai rambut sang dewa. Ia telah meluruhkan pekat semerbak tropis – melambungkan darah hingga titik tertinggi pada pendewasaan jiwa. Sesaat berlalu, dari hitam malam satu persatu penghuni mengitarinya.

“Hai, apa yang kau lakukan disini?” dari rimbun malam sesosok tampak sudah. Pandangannya jauh ke depan. Ia telah menunggu sejak kepergiaan kuterakhir. Dan selama itu, pada kumpulan bebatuan ia mengawasi semua yang datang dan pergi.

“Aku menunggumu!” kata-katanya seolah sedang marah. Tapi sungguh aneh, aku tak mengenal siapa dia. Kenapa ia marah padaku?

“Kau tak mengenalku?”

“Kau yang menjadikan aku menunggu.”

Kulepaskan pandangan dengan seksama, sekeliling begitu gelap hanya beberapa nyala pelita yang menatulkan cahaya. Aku kemudian merendahkan tubuh, tangan mengusap-usap tepat dibagian bawah tubuh. Sesuatu begitu keras mulai kurasakan. Pusat syaraf pun mengamini.

“Nah, kau sadar kenapa aku menunggu?”

“Itu ulahmu!” suaranya semakin meninggi sembari melirikkan pandang.

“Setiap jejak yang kau tinggalkan menjadi rahmat bagi orang-orang disana. Kata orang-orang jejakmu menjadikan mereka terhormat dan dihormati. Hingga wajar saja, pada tiap jengkal yang telah berlumpur dan berwarna coklat airnya menjadikan orang-orang berbondong datang dengan membawa batu-batuan. Orang-orang lalu menabur pada tiap jejakmu. Sampai akhirnya tak ada lagi kubangan tempat sapi mandi ataupun kambing sekadar menumpang minum” pandangannya kembali menjauh. Entah sadar atau tidak kalau diri telah begitu dekat dengannya.

“Kau sadar sekarang? Jangan mengelak!”

Aku hanya membulatkan mulut, sepertinya molekul ingatanku terlalu padat. Rongga pun terlalu sesak. Agak lama aku memilah berkas mana yang berhubungan dengan ucapannya. Tapi hingga seperempat perjalan jam belum juga kutemukan.

“Kau telah membuat semua berubah, orang-orang yang dulunya hidup dalam surga kau kenalkan dengan buah-buah terlarang. Dulu mereka hidup dengan damai sampai kau dan jejakmu menjadikan semuanya aneh. Dan sungai yang telah memberikan banyak ikan menjadi sepi dari kail ataupun jala, bahkan mulai ditinggalkan perahu-perahu berjiwa. Sawah ladang tempat padi dan sumber penghidupan hadir menjadi lengang dari sabit ataupun parang panjang. Ternak-ternak tanpa kesusahan mendapatkan minum dan panganan di sabana. Semunya menjadikan orang-orang itu betah berlama-lama mendiami negeri surga ini”

“Ha...ha...ha...!” dentum tawa keluar dari mulutnya. Sesaat kemudian matanya yang merah memandangku lekat, mimiknya perlahan berubah penuh kebencian. Aku semakin menjadi orang bodoh dihadapannya.

“Kau datang sebagai khalifah di negeri surga ini.” lanjutnya.

“Semua kata yang keluar menjadi pedoman bagi orang-orang itu, dan mereka bertingkah seperti yang kau tuturkan.”

Aku benar-benar tak mampu menuturkan sedikit kata. Tak ada yang bisa diterima oleh memori otak kecilku. Ucapannya menjadikan aku semakin terpojok dengan hal-hal gila dan benar-benar tak kuketahui. Hingga migren dengan cepatnya menyerang. Aku kemudian menjejak menjauh. Pantulan pelita yang kulihat, begitu mempesona. Cahayanya terlihat memanjang mengikuti tubuh anak sungai.

Tapi tiba-tiba derap kaki membelah kesunyian malam. Mataku belum menangkap siapa-siapa pemilik derap itu. Namun, yang terlihat hanyalah nyala api yang menjilati sisa hujan.

“Nah, kau masih belum sadar juga. Orang-orang itu kembali mendatangi tempat dimana buah-buah terlarang itu ada. Mereka sekarang menjadi kehilangan selera berlama-lama menjemur padi, menanamkan kaki pada lumpur sawah, atau menarikan jemari pada tiap sela pucuk-pucuk rumpun lada. Alhasil, mereka menjual semua yang dipunyai. Mulai dari padi, lada sampai hektar garapan harus berganti dengan setumpuk kertas bernilai.”

Aku terhenyak. Tak kupikirkan kalau yang ia maksud adalah ini semua. Ketika, aku mulai berhasil menarik berkas itu. Dengan gagahnya sekelompok orang melewati tubuhku. Aku mulai merasa aneh. Setelah kelompok pertama berlalu, tubuh pun kucoba berdiri. Tapi belum setengah kutegakkan tubuh, kelompok kedua tanpa menghiraukan menjejak ditubuhku yang mulai kehilangan udara. Perlahan mataku kabur dan akhirnya tak terlihat mereka yang ada diatas tubuhku.

“Mereka tak lagi mengenaliku. Mereka lebih kenal dengan buah-buahan terlarang yang dulu pernah kubagikan pada mereka?”

Pada detik berikutnya tubuhku telah merapatkan diri dengan jalanan yang telah berbatu. Lalu ruang-ruang itu menjadi sepi dan kembali menyendiri menyaksikan tubuhku yang dipenuhi mimpi. Membatu bersama jalanan yang telah berbatu.***

Palembang, 15 April 2006

Jejak Surat Cinta

“INI yang kelima kalinya surat tanpa pengirim yang gue terima!” pekik Ika dalam hati, ketika melihat sebuat surat di sela lembaran buku tugas yang baru dibagikan. Seperti isi surat yang lalu, begitu romantis.

“Ika sayang kenapa kamu tidak datang di Taman Kota sore kemarin? Ika aku sangat mencintaimu”.

Ika merasa mual ingin muntah begitu membacanya. “Dasar cowok iseng” katanya lirih. Bel tanda pulang berbunyi. Ika yang tergolong “anak babe” itu menuju parkir kendaraan. Belum sampai di pelataran parkir, ia terkejut ketika merogoh sakunya, “Ya ampun, kunci motor gue!”. Cepat-cepat ia balik 180 derajat kembali ke kelas.

“Ini dia!” kata Ika menimang-nimang kunci motornya, tetapi ia jadi heran ketika menemukan kumalan surat yang ia buang di tong sampah tadi sudah ada di atas mejanya. Jantungnya makin berdebar karena di sebelah kumalan tersebut terdapat sepucuk surat beramplop putih. Seisi kelas kosong, hening dan sepi. Apalagi ditambah tulisan di sampul surat bertinta merah. “Ih…ngeri” bergegas Ika meninggalkan kelas.

****


“Surat misterius lagi !” pekik Ika. Matanya setengah melotot melihat surat tanpa pengirim. Dari dalam tubuhnya, keringat dingin mengucur, detak jantungnya terdengar. Sepucuk surat tergeletak di atas meja. Seisi kelas yang masih tampak kosong, hanya meja, kursi dan beberapa gambar pahlawan dengan figura jati. Maklum saja, Ika kalau sedang giliran piket kelas paling pagi datangnya.

“Siapa ya yang meletakan surat ini? tanya sama siapa?” batinnya bertanya. “Apa sama kursi, meja. Ah bodoh amat, emangnya gue pikirin”

“Pagi non !” sapa cowok idola SMA-nya itu. “Eh, kamu…Di-di. Piket ya?” tanya Ika agak terkejut. 

“Iya donk, masak sama temen satu kelas lupa?”

“Aduh, kenapa gue sampai lupa sama cowok sekeren Andi” batinnya berkata.


****

Ika, ini jejak terakhir untukmu. Temui aku di kantin sekolah, Istirahat pertama nanti.
Aku

“Apa, jejak terakhir, jejak terakhir apa?” pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Ika hingga bel istirahat pertama berbunyi. Baru Ika mau melangkah keluar kelas. “Ika kemari sebentar!” panggil Bu Eva, guru Matematikanya.

“Kamu bendahara kelas ya?” tanya Bu Eva. “Iya Bu”

“Kalau begitu tolong uang Buku LKS (Lembar Kerja Siswa) Matematika dikumpul secepatnya” lanjut Bu Eva. Dengan langkah agak dipercepat ia menuju kantin sekolah.

“Ika, kemari sebentar!” kali ini giliran Pak Irawan, guru Olahraga sekaligus Pembina OSIS yang terkenal ditakuti anak-anak SMA 2, memanggilnya.”Nanti sore rapat OSIS. Jangan lupa bawa buku kas OSIS” ingat Pak Irawan. Begitu Pak Irawan mengakhiri pembicaraan langsung disambut bel masuk. Dengan wajah kecewa Ika masuk ke kelasnya.

****

Seminggu sudah Ika aman dari surat misterius. Tetapi sejak Kamis minggu lalu, cewek-cewek di SMU 2 gempar. Soalnya cowok yang serba wah, wah pintarnya, wah kerennya, wah aktifnya dan wah…wah…, pindah ke Palembang.

“Ika loe tidak merasa kehilangan atas kepindahan Andi, si cowok super wah kita itu?” tanya Eria. “Kenapa gue sibuk-sibuk, cowok gue bukan. Gitu aja dipikirin” jawab Ika santai. Tetapi dalam hati, Ika juga merasa sedih. Ternyata Ika diam-diam sudah sejak lama suka dengan Andi, tapi ia tidak berani mengungkapkannya.

“Ika, nih ada surat buat loe” kata Rima.

***

Ika membuka amplop surat bertanda kilat khusus yang ia terima pagi tadi di sekolah dan perlahan ia membaca isinya.

Dear Ika

Ika, tentu selama satu minggu ini loe merasa aman karena sudah tidak ada surat misterius lagi. Sebenarnya gue pengen bilang “I Love You” saat di kantin sekolah minggu lalu. Tapi sudah gue tunggu-tunggu loe nggak datang juga. Ika sungguh gue nggak bohong, gue cinta sama loe. Bila loe ada waktu please balas surat gue.

With Love Andi.

Oh my God. Andi ternyata orang yang selama ini mengirimkan surat misterius. “Kenapa gue nggak tahu kalau Andi suka sama gue” sesal Ika.

Kini jejak surat cinta telah berakhir. Andi lah orang yang membuat Ika bertanya-tanya dan menjadi dalang surat misterius itu “Coba dari dulu gue tahu” ratap Ika.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More