TEKNOLOGI HIJAU UNTUK BUMI

ISU lingkungan yang semula sekadar wacana pada tahun 1950-an justru di awal milenium ini muncul menjadi isu global. Seketika semua pihak kembali mengistropeksi apa yang telah dilakukan terhadap lingkungan hidup yang notabene menjadi tempat kehidupan mahkluk dan tempat memperoleh semua kebutuhan akan sumber daya.

Sumber Gambar: http://www.alrdesign.com/blog/uploaded_images/greentech-766896.jpg
Memang dalam mempertahankan kehidupan, manusia tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan hidupnya. Dengan demikian manusia selalu bergantung dan berinteraksi dengan lingkungan hidupnya secara terus menerus (Bintarto,1983). Dari hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan hidupnya, dalam hal ini ekosistem. Manusia memperoleh pengalaman, sehingga ia kan mendapatkan gambaran atau citra terhadap lingkungan hidup. Dari perjalanan dan pengalaman manusia, seseorang akan mendapatkan petunjuk tentang berbagai hal yang diharapkan dari lingkungan hidupnya. Tentang apa yang diperbolehkan dan tentang apa yang tidak boleh diperbuat terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini bertujuan tidak lain untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Dengan demikian jelaslah bahwa alam dan lingkungan yang ada harus sebisa mungkin dioptimalkan penggunaannya, dengan tetap memperhitungkan baik buruknya. Di Indonesia sendiri saat ini mengalami dua permasalah utama yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Pertama, permasalahan lingkungan hidup yang disebabkan kemiskinan sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kedua, masalah lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengrusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang sering disebut dengan pembangunan.

Tingginya jumlah penduduk dalam suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan dasar, sehingga dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut penduduk berupaya keras mengusahakan lahan marginal. Selanjutnya keruskan yang disebabkan oleh aktivitas pembangunan, tanpa memperhatikan lingkungan hidup.

Harus diakui pembangunan yang berjalan selama ini, biasanya dititik beratkan pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil pembangunan dan terjaminnya stabilitas nasional. Namun pola ini oleh salah satu praktisi lingkungan hidup Emil Salim, dianggap sudah tidak layak lagi. Dengan kata lain sudah kuno. Saat ini dibutuhkan pola pembangunan berkelanjutan. Dimana gerak pembangunan tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun juga mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup. Tujuannya adalah agar setiap kegiatan yang mengatas namakan kesejahteraan umum tidak lagi menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan hidup.

Saat ini negeri yang konon terkenal akan kemakmurannya, sudah terlalu banyak permasalahan yang dihadapi. Ada beberapa hal yang patut menjadi renungan dan pemikiran semua pihak. Di mana hutan hujan tropis yang sudah jauh dari bentuk aslinya karena ulah manusia yang rendah kesadarannya. Lalu peningkatan lapisan gas CO2 di atmosfer dan penipisan lapisan ozan sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan bumi. Bahkan pemanasan global mengancam kerusakan terumbu karang di kawasan coral triangle atau segitiga terumbu karang yang ada di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Kepulauan Salomon, Papua Nugini, Timor Leste, dan Philipina.

Kerusakan segitiga terumbu karang ini dikhawatirkan merusak kehidupan masyarakat lokal yang berada di sekitarnya. Masyarakat lokal yang pertama kali menjadi korban akibat kerusakan terumbu karang tersebut.

Indonesia sebagai negara yang memiliki kawasan terumbu karang terluas di dunia, yakni mencapai 51.000 kilometer persegi atau 20 % dari luas terumbu karang dunia. Namun lima puluh persen terumbu karang di Indonesia, dinilai dalam kondisi rusak parah.

Lembaga Concervation International (CI) melaporkan 90 persen kerusakan terumbu karang di Indonesia akibat kegiatan manusia. Seperti kegiatan pengeboman ikan, penggunaan sianida, polusi dan pencemaran laut. Akibatnya, populasi ikan karang Indonesia mengalami penurunan hingga 10 persen pertahun. Populasi ikan karang Indonesia kini diprediksikan hanya mencapai 40 persen.

Kondisi serupa pun terjadi pada lahan hutan mangrove di Indonesia. Sekitar ¼ hutan dari 4,5 juta ha mangrove di Indonesia kondisinya memprihatinkan. Alih fungsi lahan dengan pembabatan pohon mangrove telah memperburuk kondisi sumberdaya potensial pesisir Indonesia.

Ternyata permasalahan lingkungan juga menghantui kawasan perkotaan. Pencemaran udara di kota-kota besar sudah mengancam kesehatan warga. Gejala gangguan kesehatan pada anak balita karena terkena dampak timah hitam dari bahan bakar bensin terus diwaspadai. Kota pun mengalami krisis air bersih dibeberapa titik.

Program Teknologi Hijau

Negara-negara maju seperti Jerman dan Korea Selatan telah mengupayakan untuk terus memaksimalkan peran dalam keselamatan bumi untuk masa depan. Program tersebut lebih merujuk pada Teknologi Hijau.

Teknologi hijau sendiri merupakan aplikasi teknologi yang bertujuan praktis pada metode penggunaan bahan maupun proses produksi yang menghasilkan produk tidak beracun dan aman bagi lingkungan. Teknologi ramah lingkungan ini dapat berbentuk produk-produk aplikasi inovatif yang tidak merusak lingkungan dan tidak beracun untuk tubuh manusia.

Pemerintah Korea Selatan pada awal tahun 2009 berinvestasi sebesar 38 miliar dollar AS untuk empat tahun ke depan melalui pembangunan ramah lingkungan di negaranya. "Green New Deals" adalah nama program yang diusung untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan lingkungan. Program ini meliputi 36 proyek termasuk pembangunan jaringan lintasan sepeda senilai 11 triliun won, pembangunan "Green Homes" untuk penghematan energi dengan menggunakan gas dari sampah, serta pengembangan teknologi kendaraan hibrida.

Begitu juga dengan Jerman yang telah merintis pemanfaatan energi terbarukan menjadi atraktif dan ekonomis sejak tahun 1990-an. Bahkan kebijakan ini telah melahirkan Undang-undang Energi Terbarukan yang memberi insentif untuk pemakaian energi terbarukan.

Pemerintah Federal juga telah mengesahkan Program Pelestarian Energi dan Iklim Terpadu pada akhir 2007. Program ini bertujuan memisahkan perkembangan ekonomi dari tingkat emisi untuk meningkatkan efisiensi energi secara berarti, dan untuk menjamin pengadaan energi. Sasaran yang dituju dengan paket tindakan demi iklim itu ialah penurunan emisi CO2 sebesar 40 persen.

Menurut data Badan Energi Internasional (IAE), sekarang pun Jerman sudah tergolong kelompok utama negara-negara yang menghasilkan produk perekonomian besar dengan menghabiskan energi dalam taraf relatif rendah. Menurut studi yang dilakukan oleh perusahaan konsultasi bisnis Roland Berger, sampai tahun 2020 sektor teknologi lingkungan akan mempekerjakan lebih banyak orang daripada cabang industri konstruksi mesin dan pabrik mobil yang sekarang masih banyak menyerap tenaga kerja. Tambah lagi dua pertiga penduduk Jerman yakin, bahwa politik lingkungan yang konsekuen akan berdampak positif terhadap lingkungan.

Keberhasilan negara-negara tersebut sepertinya berpijak pada level kebijakan yang lebih kongkrit pada tindakan, dan bukan retorikan pada kata dalam naskah kebijakan saja. Sepertinya hal semacam ini menjadi pe-er dan tugas kita bersama untuk terus mengawal setiap kebijakan ataupun program pemerintah untuk bumi Indonesia lebih baik di masa depan.*** (PRAKOSO BHAIRAWA PUTERA)

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More