NOSTALGIA KULINER DI KOTA PALEMBANG


Sudah lama rasanya tidak mencicipi kuliner khas Kota Palembang. Sesaat sebelum take off di Bandara Soekarno Hatta Jakarta awal Mei 2010 lalu, saya sudah tak sabar membayangkan makanan-makanan khas yang ingin saya cicipi setelah cukup lama meninggalkan Bumi Sriwijaya itu.

Maka sejak mendaratkan kaki di Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, kerinduan itu segera menuntun kaki saya menyusuri tempat-tempat yang sedari kuliah dulu menjadi tempat pilihan saya bersama rekan-rekan menghabiskan akhir pekan atau sekadar mentraktir para sahabat kalau sedang dapat rezeki lebih.

Nasi Goreng Bang Ali
Berhubung jam di tangan saya sudah menunjukkan pukul 21.35 WIB, maka saya meminta sopir taksi langsung meluncur ke Ilir Barat Permai. Sebuah hotel berbintang yang cukup nyaman dengan harga relatif terjangkau menjadi pilihan saya. Setelah membersihkan diri, maka saatnya mencari makan malam.

Sisa-sisa memori menuntun kaki saya menyusuri Jalan Mayor Ruslan, mendekati pusat perbelanjaan Internasional Plaza. Di sana akhirnya saya bertemu juga dengan “Nasi Goreng Bang Ali”. Nasi Goreng Bang Ali terkenal dengan ayam kampungnya yang disajikan sebagai pelengkap nasi goreng. Tempat makan ini buka mulai pukul enam sore hingga pukul tiga malam. Namun sayang, kali ini saya kurang beruntung karena ayam kampung yang terkenal gurih dan lezat itu sudah habis. Saya hanya kebagian hati ayamnya saja. Tak apalah, untuk hidangan malam sebelum tidur.

Tak hanya nasi goreng hati ayam kampung saja yang saya pesan, segelas es “Jeruk Kunci” menjadi pilihan saya. Soal harga jangan ditanya. Untuk semua makanan dan minuman yang saya pesan, saya hanya membayar enam belas ribuan saja.

Rumah Makan Ibat Daun

Siang keesokan harinya, giliran Jalan Soekarno-Hatta yang saya susuri. Setelah berkeliling melihat situs-situs purbakala, inilah saat yang tepat menyantap hidangan khas berikut yang sudah saya agendakan dalam hati. Aha, selamat datang ke “Rumah Makan Ibat Daun”!

Rumah Makan Ibat Daun memang sangat cocok untuk persinggahan makan siang. Lokasinya sekitar seratus meter dari persimpangan Bukit Besar. Suasana nan sejuk mirip perkampungan dengan kolam-kolam ikan, pepohonan, dan balai-balai lesehan membuat pengunjung betah berlama-lama. Lokasinya yang berada di pinggir Kota Palembang sangat tepat untuk pilihan makan bersama keluarga ataupun rekan kerja.

“Ibat Daun” sendiri diambil dari bahasa daerah Basemah, yang artinya “terbungkus daun”. Nasi yang dihidangkan di sini memang dalam kondisi terbungkus daun pisang. Singkat cerita, menu serba Basemah pun disajikan di sini, mulai dari berbagai jenis pindang, ikan goreng seluang, hingga sambal khas Basemah.

Hidangan kali ini benar-benar istimewa. Pilihan saya tertuju pada pindang ikan patin dengan ikan goreng seluang. Sedangkan rekan saya lebih memilih pindang tulang yang terkenal enaknya. Benar-benar menggugah selera! Soal harga, dijamin masih tetap terjangkau dibandingkan rumah makan dengan menu serupa di pusat Kota Palembang.

Martabak HAR

Nostalgia kuliner saya di Palembang akan diakhiri dengan menyantap “Martabak HAR”. Kali ini, saya berkesempatan mendatangi restoran pusat Martabak HAR yang telah memiliki banyak cabang di wilayah Palembang maupun luar kota. Lokasinya di seberang Masjid Agung Palembang yang sangat strategis karena memudahkan setiap pengunjung untuk mendatanginya. “HAR” yang menjadi kata di belakang martabak ini merupakan kependekan dari Haji Abdul Rozak yang tak lain adalah pemilik awal dari usaha ini.

Namun, jika Anda berkunjung ke Palembang, sebaiknya berhati-hatilah jika menemukan restoran Martabak HAR, karena banyak martabak yang sejenis ini dipalsukan oleh pihak-pihak lain. Untuk mencirikan restoran yang kita datangi sebagai cabang asli, maka di setiap kedai ataupun restoran Martabak HAR, perhatikanlah foto Haji Abdul Rozak. Bila foto Pak Haji terpampang, maka benarlah barang itu.

Empek-empek

Nah, berkeliling dan menikmati kuliner khas Kota Palembang sudah dituntaskan. Kini saatnya saya kembali ke Jakarta. Tetapi, eit, tunggu dulu! Sebelum take off, saya wajib membeli empek-empek palembang lebih dulu. Kalau tidak, bisa-bisa nanti kena marah handai tolan di Jakarta!

Berbicara Palembang, apalagi soal kulinernya, maka kita diwajibkan mendiskusikan empek-empek terlebih dahulu. Makanan yang satu ini, selain khas, juga sudah menjadi simbol Palembang. Anda tentu sudah pernah mendengar sebutan Palembang sebagai kota empek-empek. Karena itu, makanan gurih ini pun selalu dijadikan buah tangan turis jika mereka menyinggahi kota yang dibelah Sungai Musi ini.

“Kebudayaan empek-empek” terbentuk karena adanya keterikatan warga Palembang dengan Sungai Musi. Sungai yang mengalir sejauh 750 km dan merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera ini menjadi habitat terbaik bagi kawanan ikan belida (Hotopetrus chitala, H.B). Masyarakat setempat mengenalnya dengan iwak belido. Ikan belida sebagai salah satu sumber makanan di Palembang telah memunculkan tradisi pembuatan makanan berupa empek-empek sekaligus menjadi kearifan lokal yang khas dibanding daerah lain. Jenis ikan ini merupakan bahan baku pembuatan empek-empek berkualitas paling tinggi. Sayangnya, populasi belida tinggal 10% saja yang hidup secara bebas di perairan Sungai Musi.

Di Palembang, penjual empek-empek ditemukan hampir di setiap sudut kota. Pada pagi hari, para penjual sarapan juga menyediakan makanan ini sebagai pembuka kegiatan. Ah, rasanya saya tak perlu lebih banyak menceritakan empek-empek karena toh hampir seluruh orang Indonesia sudah mengenal makanan ini.

Ayo, tunggu apa lagi, kunjungi Palembang!

10 komentar:

Ternyata kita sama2 langganan nasi goreng mang Ali ^_^
salam kenal pak Koko *salim*

alika,..pasti sering diajak mama ya ke sana???? atau diajak papa ke sana??? salam kenal balik ya dari om koko,..heheheheh

mantap..lanjutkan gan http://www.fadhil15.blogspot.com

blog walking.. kerennn

http://www.sisfo.tk

Buat Fadhil dan SI STIMIK MDP 2010,..terima kasih atas kunjungannya,...

keren gan artikelnya.. semoga sukses
Dukung balik ya..di http://cuerosbhelatos.blogspot.com/2012/04/pesona-sumatera-selatan.html

@ binkbenk terima kasih kunjungannya, dan kunjungan balik sudah dilakukan,...sukses ya,..semoga bisa sukses di lomba blog,..

wah ini dia neh postingan yang bikin laper ha ha ha
dari semua ini baru pempek doang yang sering ane coba ^_^ nais info om jadi tau macem2 jajanan palembang..
mampir juga ya artikel ane

@firstwinner terima kasih kunjungannya. Sebenarnya makanan khas di Palembang buanyakkkkk banget,..dan kalo ditulis semunaya bisa jadi buku hehehee,.ini kebetulan yang diposting di blog ini hanyalah yang diambil dalam waktu liburan di Palembang sekalian Nostalgia makanan yang dulu sering disamperin ketika masih kuliah di Palembang,...

Assalamualaikum Bang Koko
Senang sekali bisa ketemu blog ini, gara-gara saya searching nama Bang Koko sebagai Ketua Tim Transisi BRIN, dan Insha Alloh kami yang di K/L akan pindah ke BRIN….
Senang juga ternyata sama2 suka Nasgor Bang Ali dan Martabak HAR. Wong kito galo nian kalu hobi makan ini…

Boleh kasih koreksi sedikit ya Bang untuk nama latin ikan belida… dulu namanya adalah Notopterus chitala… namun sekarang yang valid adalah Chitala lopis… dan saat ini kita tidak bisa lagi menikmati ikan ini karena statusnya ikan yang dilindungi penuh… semoga suatu saat didukung oleh BRIN untuk riset budidaya ikan belida, populasinya di alam meningkat, dan kitab bisa menikmati ikan belida lagi.

Salam kenal ya Bang Koko, salam sehat selalu…
Ikut bangga sebagai alumni UNSRI atas prestasi Bang Koko….

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More