Bergabungnya Afrika Selatan ke dalam kelompok negara BRIC beberapa tahun lalu menimbulkan tanda tanya bagi rakyat dan pemerintah. Sudah beberapa tahun sebelumnya, Indonesia dikabarkan akan masuk ke dalam kelompok negara berkembang yang maju (emerging countries) tersebut, sehingga muncul akronim BRIIC dengan menambahkan huruf “I” untuk Indonesia. Tidak hanya Indonesia, negara-negara lain pun diperkirakan, diharapkan dan diupayakan dapat masuk ke dalam kelompok negara yang semakin prestisius ini, seperti Korea Selatan dan Mexico.
Namun Korea Selatan dan Meksiko sudah termasuk kedalam kelompok negara maju OECD, walaupun tidak termasuk kelompok negara G-8. Tidak disebutkan mengapa Indonesia tidak diundang ke dalam kelompok negara BRIC. Yang dapat diduga adalah bahwa manfaat memasukkan Indonesia tidak cukup besar untuk mengangkat kekuatan tawar BRIC dalam berhadapan dengan kelompok negara maju G-8.
Beda dengan Afsel, walaupun dari jumlah penduduk dan besaran PDB berada di bawah Indonesia, namun Afsel dianggap mewakili negara-negara Afrika, sehingga semua benua kini terwakili dalam BRICS.
Peran BRICS
Munculnya BRICS tidak terlepas dari pemikiran Jim O’Neill dari perusahaan pembiayaan Goldman Sachs di AS pada tahun 2001. Pada saat itu ia memperkirakan bahwa negara-negara Brazil, Rusia, India dan China akan menjadi negara-negara maju di dunia, menggantikan negara-negara kaya di Eropa dan Amerika Utara saat ini. Delapan tahun setelah pemikiran itu muncul, terbentuklah BRIC, yang kemudian menjadi BRICS pada tahun 2011 lalu.
Tujuan pembentukan BRIC adalah untuk mencapai perdamaian, keamanan dan kemajuan bersama. BRICS ingin berkontribusi pada pembangunan umat manusia yang adil dan merata (equitable and fair) di muka bumi. BRICS adalah paltform untuk berdialog dan bekerjasama secara pragmatis dalam berbagai bidang, tidak hanya ekonomi, keuangan dan pembangunan; namun juga politik, kebudayaan, teknologi. dll.
Kerjasama negara-negara yang mewakili lebih dari separoh penduduk bumi ini dengan negara-negara bukan BRICS bersifat inklusif dan tidak konfrontatif.
Pada pertemuan yang ketiga di China pertengahan bulan April tahun lalu, BRICS membuat deklarasi Sanya (Sanya adalah lokasi pertemuan tahun 2011), yang berintikan: akan mengupayakan perkembangan ekonomi dunia yang tinggi, mantab, dan seimbang dalam jangka panjang (long-term steady, sound and balanced growth of the world economy).
Kerjasama diantara angota BRICS akan mencakup bidang-bidang energi, industri penerbangan, telekomunikasi, pangan, statistik, antimonopoli, penelitian, keuangan, koperasi, perkotaan, kepemerintahan lokal, kesehatan, kebudayaan, olahraga, lingkungan, inovasi, farmasi, dan tentunya perdagangan dan investasi, dll.
BRICS akan berusaha mengurangi penggunaan dolar dalam transaksi keuangan internasional, untuk membangun sistem perdagangan dan cadangan devisa multicurrency. Ini berarti mereka akan menggunakan mata uang mereka sendiri dalam melakukan perdagangan diantara mereka. Mungkin terkandung juga keinginan untuk menjadikan Yuan menjadi mata uang perdagangan internasional, sebab volume perdagangan China saja dengan negara-negara lain mencapai 40% perdagangan dunia pada tahun 2010. Demikian juga dalam menyalurkan hutang atau hibah ke sesama negara anggota BRICS, akan digunakan mata uang mereka sendiri.
Tantangan yang akan mereka hadapi adalah antara lain naik-turunnya harga komoditas dan nilai tukar dolar, yang berdampak luas pada perekonomian domestik. Mereka juga menghendaki reformasi dalam kelembagaan moneter internasional yang belum cukup memberi perhatian terhadap kepentingan negara-negara berkembang.
Kendati ada kesamaan tujuan dalam pembentukan kelompok ini, diantara mereka juga terdapat perbedaan kepentingan. India dan China akan terus bersaing menimbun migas dan bahan mentah lain untuk keperluan domestik dan ekspor di masa depan. Brazil dan Rusia sama-sama menjual hidrokarbon dan barang tambang ke negara-negara lain.
Namun, bisa diramalkan persaingan dagang ini akan dapat diselesaikan oleh mereka demi mengejar keuntungan yang lebih besar. Ke depan, mereka mungkin akan membentuk kelompok ekonomi yang formal seperti Uni Eropa. Mereka juga telah, sedang dan akan menjadi kekuatan politik dunia, khususnya jika PBB dan organisasi-organisasi dunia tidak berperan dalam arah yang memihak negara-negara berkembang.
Menyikapi BRICS
Keberadaan BRICS dapat membawa dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Perdagangan diantara mereka akan semakin meningkat, dalam upaya menghimpun kekuatan yang dapat menandingi Kelompok G-8. Demikian juga investasi diantara mereka akan meningkat, karena rasa aman dan kepastian yang lebih tinggi dibandingkan jika berinvestasi di negara lain.
Pertemuan tahunan diantara mereka akan memudahkan persoalan yang terjadi dapat segera diatasi. Karena perdagangan dan investasi diantara negara-negara BRICS akan meningkat, maka perdagangan dan investasi ke negara-negara lain akan dapat berkurang.
Ekspor Indonesia ke China dapat menurun karena Brazil dan Rusia dapat menggantikan Indonesia memasok bahan mentah yang akan diolah di China sebelum dijual ke negara-negara lain. Protes Indonesia terhadap perjanjian ACFTA akan semakin mendorong China untuk mengurangi impor dari Indonesia. Demikian juga investasi China ke Indonesia akan dapat menurun, karena China akan terikat untuk mengutamakan India, Brazil atau Afrika Selatan sebagai lokasi tempat menanamkan modalnya daripada Indonesia.
Jika kekhawatiran di atas benar terjadi, maka Indonesia perlu segera mengalihkan tujuan ekspornya ke negara-negara lain, antara lain ke Eropa dan Amerika Utara. Indonesia juga perlu lebih aktif mengundang investor dari sana dan dari negara-negara lain untuk mengimbangi menurunnya investasi dari BRICS.
Namun Indonesia dapat sama aktifnya dengan BRICS dalam menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang di forum-forum internasional. Dalam hal ini Indonesia dapat memprakarsai terbentuknya kelompok negara-negara berkembang lini kedua dan ketiga, dengan semangat dan agenda yang lebih baik daripada BRIC yang lebih makmur. Kelompok negara-negara ini dapat bekerjasama dengan Kelompok negara G-8 menghadapi BRICS dan juga dapat bekerjasama dengan BRICS dalam meghadapi G-8.
Sumber: blogbappenas
0 komentar:
Posting Komentar