sumber: http://richo-docs.blogspot.com |
MEMILIKI nama yang tidak umum alias tidak pasaran cenderung membuat diri bertanya-tanya. Mungkin nama tengah dari saya rada tidak umum didengar dan ditulis. Yah, paling tidak sudah banyak kejadian yang menjadikan nama tengah saya terkadang tidak sama ditulis. Hal ini sering terjadi ketika pemesanan tiket pesawat via telephon ataupun pengetikan pada sitasi karya tulis ilmiah.
"BHAIRAWA" itulah nama tengah saya. Sejak SD saya sudah bertanya kepada bapak tentang makna kata tersebut, tetapi bapak selalu saja mengatakan "Kamu harus cari artinya sendiri!". "Kenapa harus cari sendiri?" tanya koko kecil waktu itu. Bapak hanya santai saja menjawab, "Dengan kamu mencari sendiri dan mengetahui makna ataupun arti dari kata itu maka kamu akan bertanggung jawab atas nama itu". Coba bayangkan, anak seusia SD kelas 5 yang tiba-tiba bertanya makna kata di namanya harus disodorkan jawaban semacam itu. Tapi itulah bapak, selalu mengajak diskusi koko kecil tentang hal-hal baru atas pertanyaan anaknya ini.
Oke,.kembali ke "BHAIRAWA",..akhirnya setelah sekian lama galau dengan makna kata tersebut, diakhir tahun 2009 saya baru menemukan kata itu pada sebuah tanda nama arca di sebuah museum di Jakarta. Arca Bhairawa adalah namanya. Ia merupakan sebuah koleksi patung batu raksasa berukuran tinggi 4,41 meter dan berat 4 ton dan terbuat dari batu andesit. Arca raksasa ini aslinya terletak di bukit di tengah persawahan di kompleks percandian Padang Roco, Dharmasraya, Sumatera Barat, menghadap ke arah timur dan dibawahnya mengalir sungai Batanghari. Berdasarkan sejumlah yang ada, disebutkan bahwa Arca ini menggambarkan "Bhairawa", suatu dewa-raksasa dalam aliran sinkretisme Tantrayana, yaitu pengejawantahan Siwa sekaligus Buddha sebagai raksasa yang menakutkan. Arca ini dikaitkan sebagai perwujudan Raja Adityawarman karena ia adalah penganut Buddha aliran Tantrayana Kalachakra.
Namun, pencari makna "Bhairawa" tidak berhenti sampai disana. Berdasarkan sejumlah pencarian baik di perpus ataupun di jejaring, saya pun menemukan sejumlah penjelasan yang sangat lengkap dan membuat saya semakin penasaran akan makna nama itu. Setelah dari arca, maka nama "Bhairawa" saya temukan di salah satu artikel terbitan Majalah Hindu Raditya di bulan Oktober 2012. Artikel tersebut ditulis oleh I Wayan Miasa dengan judul "BHAIRAWA-BHAIRAWI DAN JEJAK TRADISINYA DI BALI". Kali ini saya kutip semuanya tanpa adanya editan.
Menurut maknanya “bhairawa” berarti menakutkan atau mengerikan. Bhairawa merupakan salah satu perwujudan Dewa Siwa dalam aspek peleburan dengan perwujudan yang sangat menyeramkan. Bhairawa juga dikenal dalam berbagai bahasa dengan berbagai sebutan, misalnya: Bhairava (Sanskrit), Bheruji (Rajasthan), Vairavar (Tamil) dan bila semua kata tersebut dihubungkan aspek Dewa Siwa, maka makna kata Bhairawa berarti “peleburan”.
Membaca artikel di majalah tersebut membuat saya semakin ngeri dengan cerita dibalik nama itu sendiri. Singkatnya menurut cerita masyarakat Hindu di daerah Rajasthan, Tamil Nadu dan Nepal bahwa kemunculan Bhairawa berkaitan erat dengan penghukuman Dewa Brahma. Cerita lengkapnya baca langsung di artikel Majalah Hindu Raditya (caranya klik kanan di link Majalah Hindu Raditya pada posting ini). Menurut cerita bahwa Bhairawa memiliki delapan perwujudan, seperti “Kala”(hitam), “Asitanga” (berbibir hitam), “Sanhara” (penghancuran), “Ruru”(cicing borosan), “Krodha”(kemarahan), “Kapala”(tengkorak), “Rudra”(badai), dan “Unmatta”(kekejaman).
Dari sumber lain saya mendapatkan bahwa "Bhairawa" dalam bahasa Sanskerta: भैरव, yang artinya "Mengerikan" atau "Menakutkan", kadang disebut Bhairo atau Bhairon atau Bhairadya, Bhairawa adalah salah satu perwujudan Siwa dalam bentuk yang menakutkan, dihubungkan dengan tindakan pemusnahan atau pembinasaan.Dia adalah salah satu dewa terpenting di Rajasthan dan Nepal, disucikan oleh umat Hindu dan Buddha Tantrayana. Ia digambarkan berhiaskan belitan ular yang dikenakan sebagai anting, gelang, gelang kaki, dan tali kasta (yajnopavita). Ia mengenakan cawat kulit harimau dan berhiaskan rangkaian tengkorak manusia. Bhairawa memiliki seekor serigala sebagai wahana (kendaraan). (Sumber posting http://id.wikipedia.org/wiki/Bhairawa)
Berdasarkan sumber lain terungkap juga bahwa "Bhairawa" merupakah salah satu paham. Bagaimana kemunculan paham ini, simak kutipan langsunga berikut:
Konsep Dewi itu muncullah Saktiisme yaitu suatu paham yang mengkhususkan pemujaan kepada Sakti yang merupakan suatu kekuatan daripada Dewa. Di dalam konsep monodualis bahwa Nirguna Brahma dalam Dewa bersifat pasif yang juga disebut Dewi. Dari sini muncullah istilah Dewa dan Dewi atau Bhatara-Bhatari yang oleh pikiran manusia dipandang sebagai manifestasi tersendiri dan juga dipersonifikasikan dalam imajinasi manusia secara tersendiri pula. Para pemuja sakti ini disebut Sakta.Dalam perkembangannya lebih lanjut daripada Saktiisme ini, maka muncullah Tantriisme yaitu suatu paham yang memuja Sakti secara ekstrim. Para penganut paham ini disebut Tantrayana. Istilah “Tantrayana” berasal dari akar kata “tan” yang artinya ‘memaparkan kesaktian “atau” kekuatan daripada Dewi itu”. Di India penganut Tantriisme lebih banyak terdapat di India-Selatan daripada di India Utara. Kitab-kitab yang memuat ajaran Tantrayana banyak sekali, kurang lebih ada 64 macam antara lain Mahanirwana Tantra, Kulanarwana Tantra Bidhana, Yoginihrdaya Tantra, Tantrasara dan lain sebagainya. Tantrayana berkembang luas sampai ke Cina, Tibet dan Indonesia. Dari Trantriisme muncullah suatu paham Bhairawa yang artinya “hebat”. Paham Bhairawa secara khusus memulai kehebatan daripada Sakti dengan cara-cara yang spesifik. Bhairawa inipun berkembang sampai ke Cina, Tibet dan Indonesia.Di Indonesia masuknya Saktiisme, Tantriisme dan Bhairawa dimulai sejak abad ke-7 melalui kerajaan Sriwijaya di Sumatera sebagaimana diberikan persaksian oleh prasasti Palembang tahun 684, berasal dari India Selatan dan Tibet. Dari peninggalan purbakala dapat diketahui ada tiga macam Bhairawa yaitu: Bhairawa Heruka yang terdapat di Padang Lawas-Sumatera Barat, Bhairawa Kalacakra yang dianut oleh Kertanegara, raja Singosari - Jawa Timur serta oleh Adhityawarman pada zaman Gajah Mada di Majapahit dan Bhairawa Bhima di Bali yang arcanya kini ada di pura Kebo Edan Bedulu Gianyar. Aliran-aliran Bhairawa ini mempunyai tendensi politik guna mendapatkan kharisma besar yang diperlukan dalam pengendalian pemerintahan dan menjaga keamanan negara (baca kerajaan). Maka dari itulah Bhairawa ini diikuti oleh raja-raja dan petinggi pemerintahan serta tokoh-tokoh masyarakat saja pada zaman dahulu.
Nah, karena saya meyakini bahwa nama yang diberikan oleh para orang tua bagi anak-anaknya adalah sebuah hadiah yang tiada tara, maka saya memandang makna "Bhairawa"pada nama tengah saya sebagai makna yang baik dan tulus. Sehingga saya bisa mensimpulkan bahwa "Bhairawa" itu adalah "Peleburan" dan "hebat".
0 komentar:
Posting Komentar