Di beberapa negara tetangga, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi konsumsi yang sangat penting bagi pemerintah dalam menjalankan setiap aktivitasnya dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Wajar saja jika kemudia, kebijakan dalam bentuk undang-undang iptek begitu diperhatikan dan berbasis pada kebutuhan masyarakat.
Dua negara terdekat dengan Indonesia, seperti Singapura dan Filipina memiliki karakteristik yang berbeda dan penekanan akan pelaksanaan dari tugas fungsi pemerintah dalam iptek. Singapura dengan Bill No. 26/2002, National Science and Technology Board (Amendment) Bill
Kebijakan ini erat kaitannya dengan kerangka pembangunan ekonomi di negara tersebut. Terbentuknya undang-undang iptek di negara Singapura ditandai dengan beberapa kebijakan pendukung, seperti: Adanya kebijakan yang berkaitan dengan Foreign Direct Investment (FDI). Strategi yang dilakukan Singapura adalah dengan menarik investasi dari perusahaan multinasional, dan menarik keuntungan dari investasi tersebut pada ekonomi domestik. Subsidi merupakan aturan yang sangat penting dalam memainkan strategi ini.
Lalu adanya kebijakan Venture Capital. Kebijakan dalam bidang ini dicoba untuk meransang pendanaan modal ventura melalui koinvestasi dan mendorong investasi modal ventura swasta melalui insentif pajak. selain itu kebijakan dalam Penelitian dan Pengembangan. Kebijakan penelitian dan pengembangan Siangapura meliputi pendanaan publik untuk lembaga litbang swasta, insentif penelitian dan pengembangan swasta (misalnya melalui sistem perpajakan), dan pemberian dana pemerintah bagi para peneliti dan para insinyur perusahaan-perusahaan lokal.
Tidak hanya itu, kebijakan pendukung lainnya berkaitan dengan pendidikan. Pendidikan selalu menjadi prioritas bagi Singapura. Seperti halnya investasi pemerintah pada pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Pemerintah Singapura juga memiliki komitmen yang kuat dalam memberikan subsidi pada skema pelatihan untuk karyawan; regulasi pendidikan tinggi dijalankan sesuai dengan kebutuhan yang ingin dicapai; kemitraan universitas dengan banyak lembaga internasional. Kebijakan pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Singapura, diikuti dengan komitmen dari perusahaan untuk mendanai pegawai mereka untuk dilatih dengan konsep job training. Konsep semacam ini memberikan pengalaman baru bagi setiap karyawan yang mengikuti program untuk mendapatkan tambahan dan pengetahuan tentang penguasaan teknologi ataupun sistem manajerial di suatu perusahaan, sehingga dikemudian hari pengetahuan ini bisa dimanfaatkan untuk membuka perusahaan baru.
Pemerintah Singapura juga menerapkan kebijakan pendukung dalam hal imigrasi. Kebijakan sektor ini merupakan salah satu strategi kunci pengungkit untuk pemerintah Singapura. Kebijakan imigrasi difokuskan pada para pekerja berdasarkan kumpulan keterampilan yang relevan, sebagai kebalikan dari kumpulan keluarga. Tidak hanya itu kebijakan klaster ikut menjadi perhatian. Pemerintah Singapura menyadari bahwa pengembangan klaster industri menjadi penting dan harus difasilitasi. Oleh karena itu, pemerintah Singapura memfokuskan kepada bidang bioteknologi dan teknologi lingkungan; teknologi elektronik dan manufaktur; dan teknologi informarmatika. Dan yang terakhir, pengembangan hubungan (lingkage). Hubungan dan interaksi antar faktor-faktor serta bagian-bagian ekonomi yang berbeda menjadi perhatian pemerintah Singapura.
Kebijakan pendukung tersebut dipersiapkan secara baik oleh pemerintah Singapura sebelum menerbitkan undang-undang yang berkaitan dengan iptek. Baru pada tahun 2001 Undang-Undang tentang National Science and Technology Board (NSTB) diterbitkan. Undang-undang ini merupakan undang-undang lembaga untuk menjalankan fungsi perencanaan, pengembangan, pendampingan, dan penyebaran SDM Litbang. Sejak awal kehadiran NSTB melalui undang-undang tersebut menunjukkan semangat pemerintah Singapura untuk mendorong litbang sebagai hal penting untuk menarik dan memperkuat investor multinasional sebagai dasar pengetahuan untuk perusahaan lokal.
Filipina dengan Republik Act No 2067
Pada mulanya iptek di Filipina berkembang dengan hadirnya pola pendidikan dan pelatihan bagi para ilmuwan, insinyur dan dokter. Perkembangan ini dimulai sebelum kemerdekaan Filipina Tahun 1946. Setelah kemerdekaan dukungan pemerintah Filipina semakin terlihat dengan terkonsentrasi pada pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Periode berikutnya bermunculan organisasi-organisasi profesional dari para ilmuwan dan insinyur yang diikuti dengan pertumbuhan pendidikan tinggi di Filipina. Munculnya organisasi profesi memberikan dampak dengan perbaikan standar pendidikan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan di belahan dunia lain.
Pemerintah Filipina pun menyadari bahwa pembangunan negara tergantung pada sumber daya manusianya. Oleh karena itu, pemerintah merencanakan pengembangan sumber daya manusia berilmu pengetahuan dan teknologi. Iptek menjadi modal membangun masa depan Filipina. Guna mendukung rencana ini maka pemerintah menfokuskan pendidikan dengan menyelaraskan pendidikan kejuruan, teknis, dan program-program pengembangan keterampilan dengan kebutuhan daya saing industri global. Konsep ini bertujuan untuk menjalin keterkaitan (jejaring) dengan sektor swasta dengan memanfaatkan potensi lokal yang tersedia, riset dan pengembangan di sektor tersebut diarahkan untuk memaksimalkan kontribusi iptek untuk pembangunan nasional.
Peningkatan jumlah perguruan tinggi di Tahun 1947 menjadikan pemerintah melakukan reorganisasi terhadap Bureau of Science menjadi Institute of Science. Tujuan reorganisasi memberikan peluang untuk pengembangan dan penelitian terhadap berbagai jenis bidang ilmu yang nantinya akan berkembang, selain itu juga untuk merangsang kebutuhan perguruan tinggi dalam melakukan riset.
Pada Tahun yang sama sebuah institut gizi (Instituter of Nutrition) dan pada Tahun 1952 The Science Foundation of the Philippines (SFP) ditempatkan bersama dengan Institute of Science dibawah presiden. Instituter of Nutrition bertugas untuk melakukan riset, dan fungsi ekstensi.Sementara, Science Foundation bertugas untuk merangsang penelitian dalam sains dan ilmu pengetahuan teknik, serta mempromosikan kesadaran di kalangan masyarakat.
Pada Tahun 1952, Komisi Vulkanologi juga dibentuk dan ditempatkan di bawah Dewan Riset Nasional Filipina (NRCP). Fungsinya untuk melakukan penelitian dasar tentang volkanologi. Tahun 1951 Institute of Science direorganisasi menjadi Institute of Science and Technology. Perubahan nama lembaga ini diikuti dengan perubahan status sebagai lembaga pemerintah dan berada di bawah Kementerian Koordinator Ekonomi. Implikasi lain dengan perubahan tersebut, IST bertanggung jawab untuk memperbaiki proses industrialisasi dan mendorong pengembangan teknologi. Kepedulian pemerintah terhadap iptek terlihat dengan diundang-undangkannya Republik Act No 2067 Tahun 1958, bahkan kongres Filipina juga mendukung dengan menyetujui diberlakukanya The Science Act of 1958.
Republik Act No 2067 landasan pembentukannya berdasarkan pada bagian keempat dari Pasal XIV konstitusi Filipina, sehingga The Science Act of 1958 dinyatakan sebagai kebijakan negara untuk membudayakan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan pengembangan teknologi, membina kegiatan penemuan baru, dan memanfaatkan pengetahuan ilmiah sebagai instrumen yang efektif untuk kemajuan negara Filipina.
Pemerintah Filipina mengemban tugas dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, diantaranya menstimulus dengan memberikan panduan ilmiah, teknik, dan teknologi dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar dan mendesak rakyat, memperkuat sistem pendidikan nasional Filipina sehingga menjadi penyedia sumberdaya ilmiah yang berkompeten dan tenaga kerja berteknologi, memberikan insentif untuk swasta dan inisiatif individu dalam bidang ilmiah, sebagai dasar fundamental untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Tugas lengkap pemerintah terdapat pada Bab 3 Republik Act No 2067 dengan memberikan tekanan pada sembilan pokok tugas, yaitu : 1) Menstimulasi dan mengarahkan keilmuan, usaha iptek menuju kebutuhan masyarakat. 2) Merumuskan program untuk pengembangan dan memaksimalkan penggunaan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah. 3) Penguatan sistem pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang kompeten dan berkelanjutan. 4) Memberi insentif secara individu dalam memulai suatu pengembangan keilmuan. 5) Mendorong dan mempromosikan penyebaran hasil iptek. 6) Mendorong dan memfasilitasi partisipasi aktif dari sektor-sektor domestik dan asing dalam hal financial, teknis, dan bentuk lain dibidang iptek. 7) Berkoordinasi dan bekerjasama dalam penelitian guna memaksimalkan pencapaian kemajuan dan memini-malisasi penggandaan. Memprakarsai dan menciptakan standarisasi, ukuran control kualitas/standar penjamin mutu, dan fasilitas-fasilitas dokumentasi, dan 9) Mendorong dalam belajar ilmu-ilmu murni dan dasar.
Semua tugas dalam undang-undang tersebut dijalankan oleh sebuah lembaga yang bernama National Science Development Board. Tugas utama dari badan ini sudah tentu mengkoordinasikan dan mempromosi kerjasama dalam penelitian dan pengembangan antar lembaga pemerintah dan swasta.
Berdasarkan undang-undang tentang iptek yang diterbitkan di Filipina, undang-undang ini bukan merupakan undang-undang lembaga seperti Singapura. Undang-undang iptek di Filipina memberikan pedoman mengenai penyelenggaraan kegiatan berkaitan dengan penelitian dan pengembangan. Demikian pula dengan perekayasaan di negara tersebut, serta bagaimana menstimulus kelembagaan institusi penelitian milik pemerintah, perguruan tinggi, dan swasta. Bahkan undang-undang ini juga secara khusus memberikan prioritas terhadap sembilan bidang penelitian, sebagaimana tercantum dalam Bab 10 undang-undang tersebut, yaitu Industrial research, Agricultural research, Medical and pharmaceutical research, Biological research, Atomic energy research, Food and nutrition research, Engineering research, Research on social science and the humanities, dan Pure and fundamental science studies.
Bagaimana Dengan Indonesia?
Seperti diungkapkan pada BISKOM edisi Desember 2010, secara umum kebijakan tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 merupakan bentuk kepedulian dan perhatian pemerintah terhadap iptek di Indonesia. Kondisi awal kebijakan ini bertujuan meletakkan kerangka dasar, landasan hukum bagi perkembangan semua unsur-unsur kelembagaan yang diperlukan serta peningkatan interaksi dan sinerginya. Selain itu juga diarahkan untuk membangun kesadaran tentang pentingnya peran serta semua unsur masyarakat, khususnya dunia usaha dalam memperkuat sistem nasional iptek. Namun, kebijakan nasional ini masih belum maksimal diimplementasikan dikarenakan banyaknya ruang yang belum dioptimalkan dari tiap-tiap elemen untuk keberlanjutan aktivitas dan dukungan kebijakan serta pendanaan yang secara terus menerus dan berkelanjutan dilakukan pada tingkat nasional dan daerah.
Pelajaran penting dari regulasi yang diterapkan kedua negera tertangga tersebut menunjukkan adanya kebijakan yang saling mendukung diberbagai sektor yang tidak hanya dikaitkan tetapi terintegral dalam menuju sasaran. Fokus pada bidang pilihan pun menjadi factor sukses kebijakan suatu negara, walaupun sebenarnya pembagian semacam itu telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, akan tetapi negara tertangga (baik Singapura maupun Filipina) memberikan alokasi pendanaan yang lebih besar untuk kegiatan riset dan aktivitas iptek sehingga roda interaksi antar akademisi, pemerintah dan industri atau yang dikenal dengan akademisi, bisnis dan government terus berputar dalam mendukung percepatan pembangunan dan daya saing nasional, dan pada akhirnya terciptanya kemakmuran suatu bangsa.
Di Tulis Oleh : Prakoso Bhairawa Putera, Peneliti Muda bidang Kebijakan dan Administrasi (Kebijakan Iptek) – LIPI, dan Peserta Program Beasiswa Pascasarjana Ristek 2010 di Universitas Indonesia
Publikasi: Majalah Biskom, edisi Maret 2011
0 komentar:
Posting Komentar