Kebijakan Sisnas P3 Iptek terintegral dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2002 dengan tajuk yang sama. Namun, ironinya perangkat hukum ini hanya regulasi “payung” yang tidak banyak diimplementasikan dalam kurun waktu 2002-2009.
Sri Mulatsih dan Putera (2009) dalam penelitiannya mengungkapkan beberapa temuan yang disajikan dalam laporan penelitianya terkait analisis terhadap kebijakan tersebut. Kondisi umum yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) belum dimanfaatkan secara optimal dan berarti di berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya, sehingga belum dapat diandalkan untuk memperkuat kemampuan Indonesia dalam menghadapi kerjasama dan persaingan global di bidang iptek. Hal-hal demikian dapat dibuktikan dengan gambaran bahwa kondisi penelitian/riset dan teknologi (ristek) nasional belum dapat diandalkan karena produk institusi risetnya juga belum handal.
Belum terjalin hubungan yang baik antara lembaga penelitian perguruan tinggi dan industri, pada akhirnya menyebabkan kecendeungan bahwa industri nasional lebih memanfaatkan lisensi impor. Saat ini industri sulit untuk mengaplikasi hasil-hasil dari penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh unit-unit penelitian yang ada, baik oleh lembaga litbang milik pemerintah maupun perguruan tinggi yang ada. Sehingga, mau tidak mau industri harus melakukan sendiri kegiatan riset untuk peningkatan nilai tambah produk dan kebutuhan industri secara mandiri.
Kenyataan lain yang juga perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh adalah kemampuan memanfaatkan untuk melakukan penelitian bagi kemajuan iptek. Karena secara umum Indonesia belum menjadi pelaku iptek yang diperhitungkan dalam dunia internasional, dan jumlah sumber daya iptek masih terbatas. Sementara itu Sistem Nasional Iptek yang tersedia belum efektif menggalang dan mendayagunakan sumber daya yang terbatas itu secara terfokus dan terpadu untuk menghasilkan terobosan-terobosan yang diperlukan agar lebih kompetitif dan mandiri.
Dalam proses penyusunan kebijakan sebagai suatu hirarki (Bromley, 1989), Undang-Undang itu merupakan institutional arrangement atau produk dari tingkatan kebijakan (policy level) yaitu tingkatan teratas dalam hirarkhi kebijakan. Pada tingkatan operasional (operational level), kebijakan pemerintah yaitu undang-undang diturunkan dalam bentuk instruksi presiden, peraturan pemerintah (PP), keputusan mentri (Kepmen), sampai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak), dan petunjuk teknis (juknis). Pada tingkatan operasional ini kebijakan akan diimplementasikan, setelah dilakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait (stakeholders). Pada proses sosialisasi ini terjadi suatu interaksi terhadap kebijakan yang disosialisasikan, dari proses ini kemudian perlu dilakukan suatu kajian (assesment) yang hasilnya akan dikembalikan kepada policy level.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sisnas P3 Iptek, telah diundangkan pada tanggal 29 Juli 2002 oleh Presiden Megawati. Pengesahan undang-undang ini berada pada level policy yaitu DPR yang berwenang menyetujui rancangannya, melalui proses pembahasan yang cukup panjang. Pemerintah berusaha terus agar mendapatkan payung hukum untuk melindungi dan mengembangkan Sisnas P3 Iptek di Indonesia.
Dari sejarahnya ditunjukkan bahwa Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 sebenarnya merupakan perluasan dari ide awal untuk mengusulkan Undang-Undang Dewan Riset Nasional (DRN). Karena perluasan ini mrncakup materi dan substansi terhadap Sistem Nasional Iptek, dan pihak-pihak terkaitpun menjadi lebih luas juga. Sehingga yang semula cakupannya hanya pada sistem nasional iptek, kemudian berkembang menjadi pembahasan di DPR yang terfokus kepada Sisnas P3 Iptek.
Tiga Temuan Mendasar
Berdasarkan implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2002, ada tiga pokok temuan mendasar. Pertama (Gambar 1), kondisi awal keberadaan undang-undang tentang Sisnas P3 Iptek menjadi peletak kerangka dasar sekaligus landasan hukum bagi perkembangan semua unsur kelembagaan yang diperlukan serta peningkatan interaksi dan sinerginya. Selain itu juga undang-undang ini diharapkan dapat membangun kesadaran pentingnya peran serta unsur masyarakat, khususnya dunia usaha dalam memperkuat Sistem Nasional Iptek. Pencapaian tujuan tersebut dalam pasal/ayat diamanatkan untuk dilengkapi dengan unsur-unsur instrumen kebijakan sebagai petunjuk teknik dan petunjuk operasional dari undang-undang. Seiring tahapan implementasi dalam kurun tujuh Tahun berjalan pemerintah telah menyelesaikan empat peraturan pemerintah, satu peraturan presiden, satu keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi, Agenda Riset Nasional berikut Jaktranas Iptek 2004-2009.
Berdasarkan implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2002, ada tiga pokok temuan mendasar. Pertama (Gambar 1), kondisi awal keberadaan undang-undang tentang Sisnas P3 Iptek menjadi peletak kerangka dasar sekaligus landasan hukum bagi perkembangan semua unsur kelembagaan yang diperlukan serta peningkatan interaksi dan sinerginya. Selain itu juga undang-undang ini diharapkan dapat membangun kesadaran pentingnya peran serta unsur masyarakat, khususnya dunia usaha dalam memperkuat Sistem Nasional Iptek. Pencapaian tujuan tersebut dalam pasal/ayat diamanatkan untuk dilengkapi dengan unsur-unsur instrumen kebijakan sebagai petunjuk teknik dan petunjuk operasional dari undang-undang. Seiring tahapan implementasi dalam kurun tujuh Tahun berjalan pemerintah telah menyelesaikan empat peraturan pemerintah, satu peraturan presiden, satu keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi, Agenda Riset Nasional berikut Jaktranas Iptek 2004-2009.
Pada kondisi saat ini, berdasarkan unsur kelengkapan turunan kebijakan, tidak satupun yang menjadi petunjuk operasional atau petunjuk teknis dari kelembagaan. Padahal sejak awal Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 bertujuan untuk meletakkan dasar bagi perkembangan kelembagaan berikut dengan interaksinya. Lemahnya sosialisasi yang hanya dilakukan di awal-awal keberadaan undang-undang menjadi penyebab responden di daerah kurang memahami dan mematuhi kebijakan nasional tersebut. Tingkat kepatuhan menjalankan kebijakan tidak diikuti dengan sanksi tegas apabila peraturan tersebut tidak dilaksanakan, akibatnya kebijakan ini tidak dapat mengingat secara kuat tiap unsur kelembagaan.
Kesadaran untuk memperkuat Sisnas P3 Iptek khususnya peran dunia usaha hanya berhenti pada tataran yuridis formal dengan dikeluarkan PP No. 35 Tahun 2007 untuk pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sulit menjadi acuan.
Pengalokasian dana badan usaha untuk peningkatan rekayasa, inovasi dan difusi teknologi tidak sejalan atau relevan dengan tren di dunia usaha. Dunia usaha merupakan pasar bebas, sehingga segala sesuatu mengikuti pola konsumsi dan kebutuhan pasar. Pengalokasian sejumlah dana untuk kegiatan riset tidak dikenal, beberapa negara yang telah mapan dalam interaksi industri pemerintah perguruan tinggi, sering kali melakukan kebijakan dengan pelibatan sumber daya manusia dalam kegiatan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi dalam usaha penambahan nilai produk yang dihasilkan oleh sektor industri.
Kedua (Gambar 2), Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 sejak awal meletakkan pemerintah daerah sebagai salah satu komponen yang menjadi pendukung pelaksanaan sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan iptek khususnya ditingkat daerah. Berdasarkan pasal/ayat dalam undang-undang tersebut pemerintah daerah berkewajiban menumbuhkembangkan motivasi, memberi stimulus dan memfasilitasi dalam menciptakan iklim pertumbuhan dan sinergi unsur kelembagaan, sumber daya dan jaringan iptek.
Kondisi awal ini oleh semua lokasi yang menjadi sampel dari penelitian ini terlihat telah mendapat dukungan secara yuridis formal di tiap daerah melalui Peraturan Daerah ataupun Keputusan Gubernur tentang pembentukan badan/bagian/unit yang menangani kegiatan penelitian dan pengembangan di daerah. Akan tetapi, dukungan yuridis tidak diikuti dengan dukungan sumber daya. Semua daerah responden minim sumber daya peneliti, begitu juga dengan dana, sarana dan prasarana dalam pemaksimalan tugas dan fungsi di daerah.
Ketiga (Gambar 2), pada jalinan interaksi antar kelembagaan yang ada diharapkan bisa berlangsung dan membentuk pola sistem nasional bagi kemajuan iptek di Indonesia. Kondisi awal ini distimulus oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi dengan memberikan dana insentif ristek untuk penelitian Tahunan dengan menguatan jaringan kelembagaan perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga penunjang dan badan usaha. Ironisnya kondisi yang terjadi interaksi hanya terjalin sebatas pemanfaatan dana riset dan tanpa adanya keberlanjutan difusi hasil penelitian yang aplikatif oleh dunia usaha.
Secara umum kebijakan tentang Sisnas P3 Iptek yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 merupakan bentuk kepedulian dan perhatian pemerintah terhadap iptek di Indonesia. Kondisi awal kebijakan ini bertujuan meletakkan kerangka dasar, landasan hukum bagi perkembangan semua unsur-unsur kelembagaan yang diperlukan serta peningkatan interaksi dan sinerginya. Selain itu juga diarahkan untuk membangun kesadaran tentang pentingnya peran serta semua unsur masyarakat, khususnya dunia usaha dalam memperkuat sistem nasional iptek. Namun, kebijakan nasional ini masih belum maksimal diimplementasikan dikarenakan banyaknya ruang yang belum dioptimalkan dari tiap-tiap elemen untuk keberlanjutan aktivitas dan dukungan kebijakan serta pendanaan yang secara terus menerus dan berkelanjutan dilakukan pada tingkat nasional dan daerah, karena bagaimanapun juga sistem nasional tidak dapat berjalan secara maksimal tanpa adanya dukungan pelaksanaan sistem pada level daerah.
Publikasi di Biskom, edisi Desember 2010
0 komentar:
Posting Komentar