Jejak Surat Cinta

“INI yang kelima kalinya surat tanpa pengirim yang gue terima!” pekik Ika dalam hati, ketika melihat sebuat surat di sela lembaran buku tugas yang baru dibagikan. Seperti isi surat yang lalu, begitu romantis.

“Ika sayang kenapa kamu tidak datang di Taman Kota sore kemarin? Ika aku sangat mencintaimu”.

Ika merasa mual ingin muntah begitu membacanya. “Dasar cowok iseng” katanya lirih. Bel tanda pulang berbunyi. Ika yang tergolong “anak babe” itu menuju parkir kendaraan. Belum sampai di pelataran parkir, ia terkejut ketika merogoh sakunya, “Ya ampun, kunci motor gue!”. Cepat-cepat ia balik 180 derajat kembali ke kelas.

“Ini dia!” kata Ika menimang-nimang kunci motornya, tetapi ia jadi heran ketika menemukan kumalan surat yang ia buang di tong sampah tadi sudah ada di atas mejanya. Jantungnya makin berdebar karena di sebelah kumalan tersebut terdapat sepucuk surat beramplop putih. Seisi kelas kosong, hening dan sepi. Apalagi ditambah tulisan di sampul surat bertinta merah. “Ih…ngeri” bergegas Ika meninggalkan kelas.

****


“Surat misterius lagi !” pekik Ika. Matanya setengah melotot melihat surat tanpa pengirim. Dari dalam tubuhnya, keringat dingin mengucur, detak jantungnya terdengar. Sepucuk surat tergeletak di atas meja. Seisi kelas yang masih tampak kosong, hanya meja, kursi dan beberapa gambar pahlawan dengan figura jati. Maklum saja, Ika kalau sedang giliran piket kelas paling pagi datangnya.

“Siapa ya yang meletakan surat ini? tanya sama siapa?” batinnya bertanya. “Apa sama kursi, meja. Ah bodoh amat, emangnya gue pikirin”

“Pagi non !” sapa cowok idola SMA-nya itu. “Eh, kamu…Di-di. Piket ya?” tanya Ika agak terkejut. 

“Iya donk, masak sama temen satu kelas lupa?”

“Aduh, kenapa gue sampai lupa sama cowok sekeren Andi” batinnya berkata.


****

Ika, ini jejak terakhir untukmu. Temui aku di kantin sekolah, Istirahat pertama nanti.
Aku

“Apa, jejak terakhir, jejak terakhir apa?” pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Ika hingga bel istirahat pertama berbunyi. Baru Ika mau melangkah keluar kelas. “Ika kemari sebentar!” panggil Bu Eva, guru Matematikanya.

“Kamu bendahara kelas ya?” tanya Bu Eva. “Iya Bu”

“Kalau begitu tolong uang Buku LKS (Lembar Kerja Siswa) Matematika dikumpul secepatnya” lanjut Bu Eva. Dengan langkah agak dipercepat ia menuju kantin sekolah.

“Ika, kemari sebentar!” kali ini giliran Pak Irawan, guru Olahraga sekaligus Pembina OSIS yang terkenal ditakuti anak-anak SMA 2, memanggilnya.”Nanti sore rapat OSIS. Jangan lupa bawa buku kas OSIS” ingat Pak Irawan. Begitu Pak Irawan mengakhiri pembicaraan langsung disambut bel masuk. Dengan wajah kecewa Ika masuk ke kelasnya.

****

Seminggu sudah Ika aman dari surat misterius. Tetapi sejak Kamis minggu lalu, cewek-cewek di SMU 2 gempar. Soalnya cowok yang serba wah, wah pintarnya, wah kerennya, wah aktifnya dan wah…wah…, pindah ke Palembang.

“Ika loe tidak merasa kehilangan atas kepindahan Andi, si cowok super wah kita itu?” tanya Eria. “Kenapa gue sibuk-sibuk, cowok gue bukan. Gitu aja dipikirin” jawab Ika santai. Tetapi dalam hati, Ika juga merasa sedih. Ternyata Ika diam-diam sudah sejak lama suka dengan Andi, tapi ia tidak berani mengungkapkannya.

“Ika, nih ada surat buat loe” kata Rima.

***

Ika membuka amplop surat bertanda kilat khusus yang ia terima pagi tadi di sekolah dan perlahan ia membaca isinya.

Dear Ika

Ika, tentu selama satu minggu ini loe merasa aman karena sudah tidak ada surat misterius lagi. Sebenarnya gue pengen bilang “I Love You” saat di kantin sekolah minggu lalu. Tapi sudah gue tunggu-tunggu loe nggak datang juga. Ika sungguh gue nggak bohong, gue cinta sama loe. Bila loe ada waktu please balas surat gue.

With Love Andi.

Oh my God. Andi ternyata orang yang selama ini mengirimkan surat misterius. “Kenapa gue nggak tahu kalau Andi suka sama gue” sesal Ika.

Kini jejak surat cinta telah berakhir. Andi lah orang yang membuat Ika bertanya-tanya dan menjadi dalang surat misterius itu “Coba dari dulu gue tahu” ratap Ika.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More