Nostalgian Kuliner di Kota Palembang

Kerinduan itu segera menuntun kaki saya menyusuri tempat-tempat yang sedari kuliah dulu menjadi tempat pilihan saya bersama rekan-rekan menghabiskan akhir pekan atau sekadar mentraktir para sahabat. (*Prakoso Bhairawa Putera)

ARAH PERUBAHAN UU IPTEK

Namun, rencana perubahan tidak mencantumkan peneliti dan perekayasa sebagai bagian penting dari sumber daya.Padahal, pelaku aktivitas penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek terletak pada peneliti dan perekayasa.

Makam Kesultanan Palembang Darussalam

Masyarakat Palembang mengenal kompleks pemakaman ini dengan sebutan Kawah Tekurep. Nama tersebut berasal dari bentuk atap bangunan utama pemakaman yang berbentuk cungkup (kubah) melengkung berwarna hijau. (*Prakoso Bhairawa Putera)

Penyerahan Hadiah Pemenang LKTI Seskoal 2012

Komandan Seskoal Laksamana Muda TNI Arief Rudianto, SE., menyerahkan hadiah kepada pemenang lomba karya tulis ilmiah dengan tema “Menuju Kejayaan NKRI sebagai Negara Kepulauan yang Bervisi Maritim”.

"MABUK OTDA" KETIKA DAERAH BARU (DINILAI) GAGAL

Gegap gempita otonomi ternyata membawa konsekuensi logis dengan perubahan dalam sistem pemerintahan daerah.(Esquire Indonesia, Juni 2013 *Prakoso Bhairawa Putera)

Riset Untuk Penguatan Pangan

Publikasi di Bangka Pos, 09 September 2009

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera
Peneliti Muda Kebijakan dan Perkembangan Iptek, LIPI Jakarta


Masa depan pangan Indonesia bisa ditentukan dengan riset, dengan catatan adanya tata kelola yang baik, yakni adanya relasi antara pemerintah, perguruan tinggi, petani, dan swasta bisa berlangsung secara seimbang

SEJAK setahun lalu, harga pangan dibelahan dunia benar-benar melonjak tinggi. Tercatat mulai 2005 hingga sekitar Agustus 2008, harga gandum dan jagung naik tiga kali lipat, sementara harga beras lima kali lebih mahal. Kenaikan ini serta merta menjadikan 20 negara kebingunan dan 75 juta jiwa penduduk mulai kesulitan pangan.

Namun bila dicermati, kenaikan ini terjadi ketika para petani penghasil pangan dunia sedang mengalami surplus terbanyak dalam sejarah. Beberapa peneliti di bidang pangan dunia seperti yang dilaporkan oleh National Geographic Indonesia (Juni 2009) menyadari bahwa sepanjang 10 tahun terakhir, penduduk dunia telah mengkonsumsi pangan 10 kali lipat lebih banyak dari pada yang dihasilkan oleh petani.

Kondisi semacam ini merupakan pengulangan yang terjadi pada periode 1943. Ketika itu tidak lebih empat juta penduduk meninggal di Benggala India. Kondisi ini kemudian berangsur membaik setelah selama dua dasawarsaa India mengimpor bahan pangan untuk asupan penduduknya. Revolusi Hijau hadir di era 1960-an dengan kerja keras peneliti India dibantu oleh Norman Borlaug seorang pemulia tanaman AS. Hasilnya tak tanggung-tanggung, pada 1970 petani di India berhasil memanen ladangnya tiga kali lipat.

Keberhasilan ini merupakan sebuah contoh dimana pelibatan peneliti untuk menghasilkan hasil tanaman yang bisa membawa kemakmuran di suatu negara telah diterapkan secara baik. Oleh karena itu, riset untuk penguatan pangan sangat diharapkan untuk menjadikan negeri ini swasembada pangan.

Riset Pangan

Ironis benar jika menyaksikan sebuah negara agraris melakukan impor terhadap kebutuhan pangan, mulai dari gandum, kedelai, jagung, susu, gula, bahkan beraspun masih impor. Sebenarnya sejak revolusi hijau bergulir di Indonesia, kegiatan pertanian dan pemenuhan produksi pangan telah mengarah pada paket teknologi produksi baru. Paket ini telah mengubah corak bertani masa lalu yang serba organik, terpadu dan berbasis potensi serta kearifan spesifik lokal menjadi serba kimiawi, monokultur, padat asupan dari luar dan serba diseragamkan. Seiring hal tersebut juga terjadi sawahisasi, berasisasi dan racunisasi. Pada tataran ini segenap potensi lokal sumberdaya petani telah dihilangkan secara sistematis dari cara pandang, pengetahuan dan sistem kewargaan Bangsa Indonesia.

Sistem seperti ini disadari sebagai pola yang tidak berwawasan pembangunan berkelanjutan, akhirnya banyak petani mencoba kembali pada lokalitas dan pengembangan dengan inovasi kekinian. Pada tataran lain peneliti-peneliti yang selama ini berkutat dengan kemampuan di laboratorium ataupun lapangan mulai mencari-cari formula yang tepat untuk menghasilkan produk pangan untuk mendukung hasil produksi pangan yang lebih baik.

Secara makro, jika berbicara riset maka hal yang perlu disadari bahwa kegiatan riset bukanlah wilayah otonom, tetapi berdiri sebagian bagian dari desain besar kebijakan pembangunan ekonomi yang memang merupakan wilayah politik.

Kalimat tersebut bukanlah karangan belaka, riset pangan telah membuktikan. Sebagai contoh; kemajuan riset pangan di Thailand merupakan pilihan dari keputusan politik kerajaan yang mencanangkan Thailand sebagai Kitchen of the World. Begitu pula meningkatnya gairah riset pangan di Indonesia tahun 1970-1980-an sebagai konsekuensi dari keputusan politik rezim Orde Baru untuk mewujudkan swasembada beras.

Sependapat dengan Arif Satria (2008) bahwa dunia riset memang punya kelemahan, tetapi ketika arah kebijakan pembangunan ekonomi tidak jelas tentu akan menyebabkan arah riset juga tidak jelas dan alokasi dana untuk riset juga tidak berdasarkan prioritas. Sehingga, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga riset juga melakukan kegiatan riset sendiri-sendiri dengan agenda yang berbeda-beda.

Sebenarnya pemerintah telah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 2002 sebagai pijakan implementasi kebijakan pengembangan teknologi sektor pangan. Inovasi dalam bentuk perbaikan teknologi memiliki pilar besar yakni adanya kebutuhan untuk aktivitas riset. Kondisi ini disadari betul oleh pemerintah dengan adanya respon dari Kementerian Riset dan Teknologi dengan dikeluarkannya Buku Putih pengembangan pangan Indonesia 2005-2025. Lebih jauh kebijakan tersebut dilanjutkan dengan diterbitkannya Agenda Riset Nasional (ARN) yang didalamnya berisi acuan kegiatan riset di bidang pangan untuk 2005-2009.

Namun, sangat disayangkan lima tahun ARN berjalan, pelaku riset tidak dapat memaksimalkan arah dari agenda tersebut.

Hasil penelitian Sri Rahayu, dkk (2009) menjelaskan sektor pangan Indonesia, selama ini telah melakukan pengembangan teknologi pangan di enam bidang kajian besar yang meliputi (1) teknologi budaya tanaman, ternak dan ikan, (2). Teknologi pengolahan pangan; (3) teknologi panen dan pascapanen; (4) teknologi pengujian mutu dan keamanan pangan; (5). Kajian sosial budaya pangan; dan (6) riset sains dasar. Untuk bidang kajian 1,2, dan 3, kecenderungan kegiatan riset di Indonesia telah mencapai tingkatan uji prototipe. Sedangkan pada bidang kajian sosial budaya dan pangan sebagian riset di Indonesia mengulas tentang kajian teoritik dan kajian kebijakan. Di sisi lain, kajian riset sains dasar merupakan kajian yang masih fokus pada pengujian teoritis.

Masa depan pangan Indonesia bisa ditentukan dengan riset, dengan catatan adanya tata kelola yang baik, yakni adanya relasi antara pemerintah, perguruan tinggi, petani, dan swasta bisa berlangsung secara seimbang. Pemerintah memiliki institusi riset sendiri, begitu pula perguruan tinggi dan swasta. Ketiganya jarang ada koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi. Akibatnya akumulasi kekuatan tidak terjadi, agenda riset tumpang tindih dan duplikatif, dan efisiensi-efektivitas rendah, padahal SDM peneliti kita sangat handal yang tak kalah dari negara lain.***

(Re-Posting) Sehat Teknologi Untuk Anak

Publikasi di Bangka Pos, 11 Agustus 2009

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera
Peneliti Muda Kebijakan dan Perkembangan Iptek LIPI

Perkembangan teknologi ditenggarai membawa dampak bagi anak, dampak tersebut tidak hanya positif tetapi negatif.

KEHADIRAN teknologi yang umumnya diciptakan dengan universal design, sehingga dapat dipergunakan oleh siapa saja tanpa melakukan perubahan-perubahan tertentu, atau singkat kata teknologi pada umumnya hadir dan siapa saja bisa menguasainya. Pola semacam inipun berlaku pada anak-anak, terlebih dari setiap produk teknologi yang dihasilkan selalu dilengkapi dengan petunjuk operasionalnya. Hal ini mempermudah anak-anak untuk mengoperasikan sebuah teknologi dengan ditambah bimbingan seseorang yang mampu (orang tua). Akan tetapi fenomena yang sering terjadi, acap kali anak-anak lebih menguasai teknologi dibandingkan dengan ayah atau ibunya.

Fenomena ini memunculkan isu-isu pengaruh negatif teknologi terhadap anak. Pengaruh negatif terjadi karena si anak memiliki banyak waktu dengan teknologi yang tersedia. Sehingga waktu yang ada banyak dihabiskan bersama ponsel, komputer, atau televisi. Dalam teknologi tersebut memiliki content yang sangat digemari anak, seperti; facebook, instant messenger (IM), video conference, blog, dan game.

Ken Kelly (2008), dalam tulisannya Information technology making a Difference in Children Lives menjelaskan bahwa teknologi informasi mempengaruhi perkembangan anak diberbagai ranah kehidupannya, seperti: kesehatan, persiapan tenaga kerja, pendidikan dan civil engagement. Pengaruh yang ada lebih terarah pada sisi positif, dimana dengan adanya bantuan teknologi informasi, mempermudah pemantauan kesehatan pada anak, dengan komunikasi berbasis web membantu sejumlah anak yang memiliki penyakit diabetes dan asma untuk bisa dipantau dan memiliki catatan medis elektronik. Hal semacam ini telah dilakukan di Amerika Serikat.

Keterampilan teknologi informasi pada usia dini bisa menjadi investasi awal dimasa mendatang, karena 95 persen lowongan pekerjaan baru selalu mensyaratkan seseorang memiliki keterampilan dalam penggunaan teknologi ini. Pendidikan saat ini pun mulai melibatkan teknologi informasi di dalamnya. Hal ini terbukti dengan diterapkan sistem pembelajaran online dibeberapa wilayah, dan bukan tidak mungkin dimasa mendatang sistem e-learning seperti halnya di Singapura diterapkan di Indonesia mulai dari tingkat sekolah dasar.

Berkaitan dengan civil engagement, bukan hal baru lagi jika hadirnya jejaring sosial telah membawa anak-anak menjadi bagian satu dengan yang lain untuk saling berkomunikasi.

Namun, hal positif dari teknologi ini dapat berakibat buruk bila digunakan secara tidak bertanggung jawab. Ada kalanya anak-anak lebih suka memainkan teknologi itu dan lupa kewajiban yang lebih penting seperti makan, mandi bahkan enggan untuk belajar.

Diakui oleh para ahli, seorang anak ketagihan berteknologi karena mendapatkan kenyamanan dari pengalaman baru tersebut. Anak-anak juga merasa mendapatkan dunia yang berbeda dengan yang ada disekitarnya, serta ia merasa bisa menjadi orang lain yang diinginkannya. Contoh yang paling sederhana, seorang anak pendiam dan pemalu bisa berkenalan melalui chating atau pun via surat elektronik, anak juga bisa membuat karakter yang disukai dalam game online yang dimainkannya. Kenyamanan semacam inilah yang membuat anak menjadi lupa akan kehidupan nyatanya.

Bahaya pornografi pun sangat dekat dengan dunia anak yang telah kecanduan akan teknologi informasi bernama internet. Dalam seminggu saja, lebih dari 400 situs porno dibuat di seluruh dunia. Berdasar hasil riset yang dilansir TopTenReviews, setiap detiknya lebih dari 28.000 pengakses pornografi di internet dengan total pengeluaran lebih dari 3.000 dollar AS. Jika kita mencari kata kunci ‘sex’ di Google, akan muncul 662 juta situs, 568.881 video, 157 juta gambar, dan 111.057.569 blog. Ini menandakan begitu dekatnya bahaya pornografi pada anak.

Pada awalnya bisa saja seorang anak tidak berminat untuk melihat pornografi, dan akan memanfaatkan internet untuk tujuan yang baik-baik saja. Tetapi, situs-situs porno bisa muncul secara tiba-tiba saat seorang anak mecari informasi karena pembuat situs tersebut memasukkan kata-kata kunci yang sering digunakan.

Anak-anak berusia 8-12 tahun menjadi sasaran penyebaran. Anak-anak seusia tersebut masih sangat rentan karena otak depan seorang anak belum berkembang dengan baik. Otak depan menjadi pusat untuk melakukan penilaian, perencanaan dan menjadi eksekutif yang akan memerintahkan tubuh untuk melakukan sesuatu. Otak belakang anak seusia ini menjadi pendukung dari otak depan, Otak belakang terdapat dopamin, yaitu hormon yang menghasilkan perasaan nyaman, rileks atau fly pada seseorang. Anak yang telah kecanduaan akan sulit menghentikan kebiasaanya, alhasil dia berulang kali melakukan kebiasaan tersebut.

Meminimalisir Dampak Internet

Langkah tepat untuk meminimalisir dampak tersebut bisa dilakukan dengan penguatan pengetahuan tentang internet yang dimiliki oleh para orang tua, meletakkan komputer di tempat yang mudah dilihat sehingga orang tua bisa dengan mudah melakukan pengawasan dan pendampingan saat anak sedang mengoperasikan teknologi tersebut, menanamkan nilai-nilai keutamaan dari manfaat sebuah teknologi, jangan takut untuk membatasi waktu penggunaan internet di rumah. Melalui langkah ini setidaknya anak merasa semakin dekat dengan orang tuanya dan terjalin hubungan yang akrab dalam keluarga. Bila memungkinkan, jangan sungkan untuk berteman dengan anak di jaringan sosial yang dimilikinya, seperti facebook, friendster ataupun myspace.****

(Re-Posting) Kenapa Jadi Junkie, Kalau Mau Gaul?

Publikasi di PIKIRAN RAKYAT, edisi 13 Juli 2009

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera

MUNGKIN sudah terlalu sering kita mendengar atau membaca dari pelbagai sumber mengenai narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Meski demikian, hal ini harus menjadi perhatian bersama untuk mempersempit ruang penyebarannya di tengah peliknya kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penyebaran NAPZA, terlebih narkotika di Indonesia setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Awal tahun delapan puluhan jaringan narkoba di Indonesia masuk dalam jaringan terbesar di Asia Tenggara. Dengan perangkat perundang-undangan yang relatif tidak tegas (saat itu) bagi pengedar ataupun pemakai menyebabkan kita dijadikan kawasan potensial peredaran sindikat narkoba dunia.

Berdasarkan data Dit IV/Narkoba per Januari 2009, kasus narkoba hingga tahun 2008 tercatat 115.404 dengan 176.344 tersangka. Sepanjang tahun 2008 lalu kasus narkoba telah mencatatkan 29.359 perkara dengan 44.694 tersangka. Sehingga bila dihitung sejak sebelas tahun yang lalu (1997) kasus narkoba di Indonesia mengalami kenaikan rata-rata 50,1% per tahun.

Narkotika pertama kali muncul dalam istilah Yunani yaitu nake yang artinya beku, lumpuh, dan dingin. Orang-orang di Amerika lebih mengenalnya dengan sebutan narcotic, dan di Malaysia lebih popular dengan sebutan dadah. Indonesia sendiri menamakan narkotika dan jenisnya dengan narkoba. Pada kalangan remaja/anak muda, mereka memberikan istilah bagi para pemakainya dengan junkie.

Pengaruh narkotika bergerak perlahan, tetapi pasti menghancurkan keberadaan bangsa karena konsumen terbesarnya adalah generasi-generasi yang akan melanjutkan kelangsungan bangsa ini di hari esok. Akankah generasi yang suka menutup diri, berbadan ceking, tingkat emosional tinggi, dan sulit diajak komunikasi, daya ingatnya terganggu, panik serta bermalas-malasan. Akan kita biarkah generasi yang rusak akibat narkoba bertambah, bertambah, dan bertambah lagi.


Penyalahgunaan dan dampaknya

Tingginya kasus penyalahgunaan narkoba di negeri ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada bertambahnya jumlah pengguna baru. Sebuah penelitian di tiga kota besar memperlihatkan 88% pemakai narkoba melalui jarum suntik menggunakan jarum tidak steril secara bergantian, namun hanya kurang dari sepertiga dari mereka yang menyadari bahwa dirinya berisiko untuk menularkan dan tertular HIV. Di Jakarta, satu dari dua pencandu narkoba terinfeksi HIV, sementara di Pontianak, Kalimantan Barat, lebih dari tujuh puluh persen pencandu narkoba suntik yang dites HIV ternyata menunjukkan hasil positif.

Seperti disebutkan sebelumnya, mayoritas pengguna narkotika berada dalam usia produktif dan aktif seksual (15-49 tahun). Dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang terjangkit penyalahgunaan narkoba, negara pun turut dirugikan dalam segi finansial. Berdasarkan referensi, bila satu persen penduduk Indonesia terjangkit penyalahgunaan narkoba, setidaknya terdapat 2,2 juta pencandu.

Ini berarti negara harus mengeluarkan dana penanggulangan masalah narkoba sebesar Rp 66 triliun per enam bulan. Jumlah ini akan semakin meningkat karena data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah mencapai 3,3 persen dari total penduduk.

Para ahli di bidang ini acapkali mengingatkan kita agar menghindari penyakit sosial yang telah banyak merenggut korban akibat overdosis (od). Peran lingkungan dan teman sepermainan sangat menentukan. Terlebih keluarga sebagai kata kunci, terlalu banyak kasus penyalahgunaan yang dilakukan remaja dari kalangan ekonomi atas dan alasan mereka mungkin sudah terlalu basi bagi sebagian di antara kita mendengarkannya, yaitu tidak lain kurangnya kasih sayang dari orang tua. Ayah-ibu, papi-mami, bokap-nyokap adalah orang karier, supersibuk, waktu untuk keluarga terbatas dan memberikan perhatiannya melalui materi fisik saja. Sementara materi nonfisik berupa psikologis (kasih sayang) kepada buah hati mereka sedikit atau barangkali terlupakan.

Narkoba memiliki efek yang buruk bagi tubuh dan efek ini berbeda antara orang satu dengan yang lainnya. Efek langsung seperti kesenangan yang hebat, merasa sehat, berkurang rasa sakit, lapar, dan nafsu berhubungan intim. Pencandu juga rawan tertular virus hepatitis C dan AIDS melalui jarum suntik yang tidak steril. Kejadian infeksi virus hepatitis C pada pengguna narkotika lewat suntikan, dilaporkan mencapai 80,2 persen di Jakarta. Infeksi itu akan berkembang menjadi hepatitis C kronik pada 60-80 persen di antaranya. Sepuluh sampai 20 persen penderita hepatitis kronik akan mengalami sirosis hati dalam kurun waktu sepuluh tahun. Bahkan, sebanyak 20-30 persen pasien narkoba yang dirawat di Jakarta dinyatakan positif menghidap HIV.

Kenali sejak dini

Masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak ke dewasa ditandai dengan pertumbuhan yang cepat pada diri seseorang baik jasmani, kejiwaan, maupun sosialnya. Terkadang perubahan itu tidak berjalan seimbang, misalnya saja jasmani pertumbuhannya begitu oke, tetapi perkembangan jiwanya tidak.

Hal ini bisa menimbulkan benturan dalam dirinya sehingga sering muncul perasaan bingung gelisah, tegang, dan ketakutan. Pada masa ini juga seseorang ingin mengetahui siapa dirinya. Tak jarang untuk mengetahuinya mereka mencoba hal-hal baru yang selama ini tidak dikenal dan dirasakan. Mereka juga berusaha untuk lepas dari bayang-bayang atau otoritas orang tua dan mulai berkelompok-kelompok membentuk perkumpulan setipe di antara mereka. Nah, pada saat-saat seperti inilah oknum-oknum yang menyesatkan dengan membawa narkoba masuk dalam lingkungan remaja.

Beberapa ahli pernah memberikan ciri-ciri remaja dengan risiko tinggi menjadi penyalah guna narkoba di antaranya : sifatnya mudah kecewa dan kecenderungan menjadi agresif dan destruktif untuk mengatasi kekecewaan itu. Sifatnya tidak dapat menunggu atau bersabar yang berlebihan apa yang diinginkan harus segera dipenuhi saat itu juga.

Adanya hambatan atau penyimpangan psikoseksual disebabkan proses identifikasi anak laki-laki pada ayahnya atau anak perempuan pada ibunya tidak berlangsung dengan baik. Akibatnya, anak mengalami kesulitan dalam bergaul dengan lawan jenis, malu, rendah diri, sukar didekati atau mendekati lawan jenis, suka menyendiri, terlibat masturbasi secara berlebihan atau tidak pernah masturbasi sama sekali.

Sifat menentang aturan atau cara yang resmi dalam masyarakat untuk mencapai apa yang diinginkan. Sifat suka mengambil risiko yang tidak tepat berlebihan atau terlalu besar risikonya sebagai suatu cara untuk memperlihatkan keberanian dan kehebatannya. Sifat cepat bosan, murung, dan merasa tertekan. Perilaku antisosial pada usia dini seperti tindakan kekerasan, mencuri, dan kejahatan lainnya. Perilaku menyimpang pada usia dini seks, berhenti sekolah, merokok pada usia yang sangat muda. Adanya keterbelakangan mental taraf pembatasan, karena keadaan ini mudah menimbulkan perasaan malu, curiga, rendah diri, dan kurangnya kemampuan untuk menyelesaikan persoalan.

Selain itu juga Keluarga Relawan LSM dan Individu Pemerhati NAPZA (Kerlip NAPZA) dalam brosurnya memberikan tanda-tanda seorang menggunakan NAPZA. Tanda-tanda tersebut dapat terlihat di sekolah dan di rumah. Di sekolah dikatakan bahwa apabila nilai pelajaran menurun, motivasi sekolah menurun, malas berangkat, dan malas membuat tugas-tugas sekolah, sering bolos, sering keluar kelas dan tidak kembali ke sekolah, mengantuk di kelas, sering bosan dan tidak memperhatikan guru, sering dipanggil guru karena tidak disiplin, meninggalkan hobi-hobinya yang terdahulu misalnya kegiatan ekstrakurikuler dan olah raga yang dulu digemarinya, mulai sering berkumpul dengan anak-anak yang tidak beres di sekolah, sering meminjam uang pada teman, berubah gaya berpakaian, tidak peduli pada kebersihan, teman lama ditinggalkan, bila ditanya sikapnya defensif atau penuh kebencian, dan mudah tersinggung merupakan tanda-tanda yang perlu diselidiki apakah ia menggunakan NAPZA.

Adapun tanda-tanda di rumah adalah semakin jarang mengikuti kegiatan keluarga, berubah teman dan jarang mau mengenalkan temannya, teman sebayanya makin tampak mempunyai pengaruh negatif, mulai melupakan tanggung jawab rutinnya di rumah, sering pulang lewat jam malam, sering ke disko atau pesta, waktu dihabiskan di kamar, malas makan dan jarang mau makan sama keluarga merupakan gejala awal seorang menggunakan narkoba. Kemudian berlanjut dengan sering menghabiskan uang tabungan, barang-barang berharga miliknya atau milik keluarga yang dipinjamkannya sering merongrong keluarga untuk minta uang dengan berbagai alasan, tidak mengizinkan orang tua masuk ke kamarnya, ada obat-obatan, kertas timah, bau-bauan yang tidak biasa di rumah, terutama kamar mandi dan kamar tidur atau ditemukan jarum suntik, namun bila ditanya ia akan mengatakan bahwa barang-barang itu bukan miliknya. Oleh karena itu, kenalinya tanda-tanda ini sejak dini karena terlambat mengetahuinya akan memperparah keadaan. Mari kita mulai dari diri dan keluarga kita untuk mengatakan say no to drugs.

Libatkan remaja

Hambatan utama pemberantasan peredaran selalu mengalami jalan buntu, pemerintah acapkali dibenturkan dengan berbagai permasalahan yang ada. Sebenarnya kunci pemberantasan bukan berada pada pemerintah saja, tetapi semua komponen di republik ini. Pemerintah wajib memberikan perangkat hukum yang lebih keras dan bila perlu "mematikan" bagi para sindikat yang terlibat di dalamnya, baik itu pengguna, pengedar maupun produsernya.

Kunci lain yang bisa dilakukan adalah memperbanyak kegiatan-kegiatan yang melibatkan remaja di dalamnya, dan tanpa henti-hentinya menyuarakan say no to drugs, klasik tetapi patut untuk disuarakan. Memperketat pengawasan terhadap anak-anak sekolah dari tingkat yang paling rendah (sekolah dasar) hingga perguruan tinggi. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah kehangatan keluarga. Keluarga merupakan komunitas pertama yang akan membentuk seseorang menjadi jiwa yang sehat, dengan kehangatan keluarga melalui komunikasi yang harmonis antaranggota di dalamnya bisa memperkuat hubungan dan kemantapan hati. Kemampuan orang tua dalam melihat perubahan yang terjadi pada anak-anaknya sangatlah penting sebagai langkah awal. Ketidakpahaman orang tua akan dunia kaum muda dan tantangan yang mereka hadapi di sekolah atau kampus, akan membuat orang tua tidak dapat menangkap gejala-gejala dini.

Anak-anak akan membutuhkan pendidikan dari ayah dan ibunya untuk menjadi anak yang mampu bersikap tegas. Keluarga yang cenderung menekan anak sehingga ia berkembang menjadi anak yang kodependen, akan mempersulit sang anak mengatakan tidak pada saat ia perlu mengatakan tidak dan saat ia perlu menciptakan batasan (boundary). Anak-anak kodependen sering sulit menolak ajakan teman. Ini juga yang akan mempersulit mereka menolak ajakan teman untuk memakai narkoba dan menolak ajakan berhubungan seks. Rasa tak percaya diri, rasa sungkan, membuat mereka lebih baik menekan perasaan dan tutup mulut.

Atas dasar hal ini, anak-anak perlu diberdayakan dengan membuatnya bebas berekspresi sehingga setiap ada masalah ia siap berdialog dengan orang tuanya kapan saja. Di sinilah pentingnya peran orang tua, bahwa kampanye say no to drugs takkan berhasil bila lingkungan keluarga dan sosial si anak tidak mendukung. Ini terkait dengan perkembangan mental dan emosional anak serta informasi yang mereka dapatkan dari orang tuanya mengenai realitas kehidupan sehingga ada antisipasi dari mereka menemui sejumlah masalah, termasuk narkoba, lalu HIV.

Bila anak terkena masalah, sangat penting bagi orang tua dan keluarga mengambil tindakan, tetapi bila hanya rasa malu atau keinginan menjaga nama baik keluarga menjadi tidak membantu. Inilah persoalan khusus yang mengkhawatirkan bila terjadi pada anak.

Selagi dini, masih ada jalan untuk memperbaiki setiap kerusakan dan permasalahan yang terjadi. Beri kesempatan kepada anak untuk berekspresi dan menunjukkan bakat dan kemampuan mereka karena setiap jiwa yang terlahir telah diberikan keistimewaan.

Keistimewaan itulah yang kemudian tumbuh menjadi minat dan bila diteruskan bisa menjadi prestasi yang membanggakan bersama. Hidup dengan kehangatan keluarga, cinta, dan penuh kasih sayang merupakan dambaan setiap orang. Lalu, kenapa itu tidak kita wujudkan pada keluarga kita? Sekali lagi, kehangatan – cinta – kasih sayang, dan say no to drugs.***

(Re-Posting) Optimisme Pelayanan Publik

Publikasi di PIKIRAN RAKYAT, edisi 01 Juli 2009


Oleh : Prakoso Bhairawa Putera
Peneliti Kebijakan pada PAPPIPTEK – LIPI, Jakarta

HADIRNYA Undang-undang Pelayanan Publik yang baru disahkan 23 Juni kemarin membawa semangat optimisme bagi masyarakat umum untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Perjalanan panjang sejak diajukan pemerintah pada 7 Desember 2005 tertuntaskan sudah.

Kehadiran undang-undang ini tepat adanya, karena salah satu fungsi utama dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewajiban aparatur pemerintah adalah penyelenggaraan pelayanan publik. Di dalam hukum administrasi negara Indonesia, berdasarkan pengertian umum istilah “pelayanan publik” diartikan sebagai: “segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum maupun sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Dengan demikian pelayanan publik dapat dikatakan sebagai pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Dalam memberikan pelayanan publik ada beberapa hal yang perlu dicatat yaitu penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan prinsip, standar, pola penyelenggaraan, biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian pendaduan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu juga patut memperhatikan hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum dengan jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.

Indeks Kepuasan Masyarakat

Pada isi undang-undang ini menempatkan masyarakat sebagai bagian terpenting dalam sebuah sistem. Pelibatan aktif masyarakat sangat diutamakan. Bahkan dalam salah satu pasalnya disebutkan tentang Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang akan diukur secara periodik dengan survei. Walaupun kegiatan semacam ini telah dilakukan oleh lembaga ataupun kalangan di wilayah-wilayah tertentu.

Dengan demikian disain kebijakan ini akan mengubah watak negara dan pejabat negara dari penguasa rakyat menjadi pelayan rakyat. Selain itu, juga memberi kejelasan dan pengaturan mengenai pelayanan publik dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil, politik, ekonomi dan sosial budaya setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik di berbagai lembaga negara maupun korporasi.

Para penyelenggara pemerintahan negara lebih dituntut untuk menyatukan tindakan dan kebijaksanaan dengan tatanan nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat, maka aparat haruslah sensitif, responsif, dan akuntabel. Sensitivitas dan responsibilitas pada dasarnya merupakan wujud sikap tanggung jawab aparat birokrasi terhadap kepentingan masyarakat. Sedangkan akuntabilitas merupakan perwujudan tanggung jawab publik dan pelayanan publik.

Pada dasarnya pengertian akuntabilitas itu sendiri memiliki dua dimensi. Pertama, berupa pemberian kewenangan kepada aparat birokrasi untuk menjalankan kekuasaannya, dan kedua, berupa pemberian keleluasaan kepada masyarakat untuk mengontrol kerja aparat birokrasi.

Menyikapi lahirnya undang-undang pelayanan publik maka ada tantangan besar dalam bagaimana menghadirkan pelayanan publik yang terukur, efektif dan efisien. Untuk menjawab tantangan tersebut, maka dalam UU ini ditegaskan perlunya kehadiran suatu organisasi penyelenggara pelayanan publik. Hal lain juga dipertegas dengan pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan yang dapat dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik paling lambat enam puluh hari sejak berkas dinyatakan lengkap.

Walau demikian, sebagus dan sebaik apa pun bahasa yang digunakan dalam sebuah naskah kebijakan, tetap tidak berarti jika hanya berada pada tataran naskah saja. Perlu implementasi yang jelas, dan layaknya sebuah undang-undang maka diperlukan kelengkapan yang harus segera dirapikan dan dirampungan untuk menjalankan undang-undang tersebut secara teknis.

Ke depan semoga tidak ada lagi suara-suara sumbang yang selalu mempertanyakan kinerja pelayan publik sebagai aparatur pemerintah yang dinilai tidak maksimal. Tidak ada lagi ketidakjelasan wewenang yang dimiliki aparat. Dalam tatanan organisasi, wewenang seharusnya hanya diberikan pada porsi yang relatif terbatas sesuai dengan cakupan tugas seorang pegawai. Namun dalam praktiknya, wewenang yang terbatas itu seringkali direcoki oleh pihak pemberi wewenang, dalam hirarki birokrasi yang lebih tinggi.

Dalam situasi demikian, maka aparat, terutama yang berada pada tingkat manajerial menengah, akan kagok dalam melaksanakan tugas, yang pada gilirannya akan mengakibatkan menyusutnya sense of responsibility. Menyusutnya rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan inilah yang diduga menjadi pangkal tolak kurang sigapnya aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kebijakan pemerintah tentang Pelayanan Publik telah hadir, tentunya harus direspons oleh semua pihak, karena kebijakan tersebut dapat memberikan ruang publik yang positif, sehingga bisa diketahui, seberapa besar tingkat capaian kinerja instansi publik termasuk di dalamnya aparaturnya, serta seberapa besar tingkat partisipasi publik untuk memberikan feedback-nya terhadap kondisi yang terjadi berupa daya respon yang cerdas agar terpelihara pelayanan publik yang diharapkan dan optimal. ***

(Re Posting) Perangi Narkoba Menuju Indonesia Sehat

Publikasi di Suara Karya, 01 Juli 2009

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera
Penulis adalah Duta Bahasa Nasional, peneliti LIPI, Jakarta.

Penyebaran narkotika, alkohol, dan zat adiktif (NAZA) di Indonesia setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Awal tahun 1980-an, jaringan narkoba di Indonesia masuk dalam jaringan terbesar di Asia Tenggara. Dengan perangkat perundang-undangan yang relatif tidak tegas (saat itu) bagi pengedar ataupun pemakai, menyebabkan kita dijadikan kawasan potensial peredaran sindikat narkoba dunia. Entah berapa banyak kasus tercatat di kepolisian Indonesia yang tak jarang warga negara asing tercatat dalam buku hitam kepolisian. Ini membuktikan bahwa Indonesia benar-benar telah disusupi sindikat pengedar internasional. Dan, target market mereka adalah remaja dan anak-anak.

Tingginya kasus penyalahgunaan narkoba di negeri ini secara langsung maupun tidak berpengaruh pada bertambahnya jumlah pengguna baru. Sebuah penelitian di tiga kota besar memperlihatkan 88% pemakai narkoba melalui jarum suntik menggunakan jarum tidak steril secara bergantian. Hanya kurang dari sepertiga dari mereka yang menyadari dirinya berisiko untuk tertular dan menularkan human immunodeficiency virus (HIV). Di Jakarta, satu dari dua pecandu narkoba terinfeksi HIV, sementara di Pontianak, Kalimantan Barat, lebih dari 70% pecandu narkoba suntik yang dites HIV ternyata menunjukkan hasil positif.

Mayoritas pengguna narkotika berada dalam usia produktif dan aktif seksual (15-49 tahun). Dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang terjangkit penyalahgunaan narkoba, maka negara pun turut dirugikan dalam segi finansial. Berdasarkan referensi, apabila satu persen penduduk Indonesia terjangkit penyalahgunaan narkoba, maka setidaknya terdapat 2,2 juta pecandu.

Ini berarti negara harus mengeluarkan dana penanggulangan masalah narkoba sebesar Rp 66 triliun per enam bulan. Jumlah ini akan makin meningkat karena data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah mencapai 3,3 persen dari total penduduk.

Para ahli di bidang ini acap kali mengingatkan kita agar menghindari penyakit sosial yang telah banyak merenggut korban akibat overdosis (OD). Peran lingkungan dan teman sepermainan sangat menentukan. Narkoba memiliki efek yang buruk bagi tubuh, dan efek ini berbeda antara orang satu dan yang lainnya. Efek langsung itu seperti kesenangan yang hebat, merasa sehat, berkurang rasa sakit, lapar, dan nafsu bersetubuh. Pecandu juga rawan tertular virus hepatitis C dan AIDS melalui jarum suntik yang tidak steril. Kejadian infeksi virus hepatitis C pada pengguna narkotika lewat suntikan dilaporkan mencapai 80,2 persen di Jakarta.

Infeksi itu akan berkembang menjadi hepatitis C kronis pada 60-80 persen di antaranya. Sepuluh sampai 20 persen penderita hepatitis kronik akan mengalami sirosis hati dalam kurun sepuluh tahun. Bahkan, sebanyak 20-30 persen pasien narkoba yang dirawat di Jakarta dinyatakan positif mengidap HIV.

Hambatan utama pemberantasan peredaran selalu mengalami jalan buntu, pemerintah acapkali dibenturkan dengan berbagai permasalahan yang ada. Sebenarnya kunci pemberantasan bukan berada pada pemerintah saja, tetapi semua komponen di republik ini. Pemerintah wajib memberikan perangkat hukum yang lebih keras, dan bila perlu "mematikan" bagi para sindikat yang terlibat di dalamnya, baik itu pengguna, pengedar maupun produsernya.

Kunci lain yang bisa dilakukan adalah memperbanyak kegiatan-kegiatan yang melibatkan remaja di dalamnya, dan tanpa henti-hentinya menyuarakan say no to drugs, yang klasik tetapi patut untuk disuarakan; memperketat pengawasan terhadap anak-anak sekolah dari tingkat yang paling rendah (SD) hingga perguruan tinggi. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah kehangatan keluarga.

Kemampuan orangtua dalam melihat perubahan yang terjadi pada anak-anaknya sangatlah penting sebagai langkah awal. Ketidakpahaman orangtua akan dunia kaum muda dan tantangan yang mereka hadapi di sekolah atau kampus akan membuat orangtua tidak dapat menangkap gejala-gejala dini.

Anak-anak akan membutuhkan pendidikan dari ayah dan ibunya untuk menjadi anak yang mampu bersikap tegas. Keluarga yang cenderung menekan anak sehingga berkembang menjadi anak yang kodependen, akan mempersulit sang anak mengatakan tidak pada saat ia perlu mengatakan tidak dan saat ia perlu menciptakan batasan (boundary). Anak-anak kodependen sering sulit menolak ajakan teman. Ini juga yang akan mempersulit mereka menolak ajakan teman untuk memakai narkoba dan menolak ajakan berhubungan seks. Rasa tak percaya diri, rasa sungkan, membuat mereka lebih baik menekan perasaan dan tutup mulut.

Atas dasar hal ini, anak-anak perlu diberdayakan dengan membuatnya bebas berekspresi, sehingga setiap ada masalah ia siap berdialog dengan orangtuanya kapan saja. Di sinilah pentingnya peran orangtua bahwa kampanye say no to drugs tak akan berhasil jika lingkungan keluarga dan sosial si anak tidak mendukung. Ini terkait dengan perkembangan mental dan emosi anak serta informasi yang mereka dapatkan dari orangtuanya mengenai realitas kehidupan. Dengan begitu, ada antisipasi dari mereka ketika menemui sejumlah masalah, termasuk narkoba dan lalu HIV.

Apabila anak terkena masalah, sangat penting bagi orangtua dan keluarga untuk mengambil tindakan, tetapi jika hanya menutupi rasa malu atau ingin menjaga nama baik keluarga, tindakan itu menjadi tidak membantu. Inilah persoalan khusus yang mengkhawatirkan apabila terjadi pada anak. Selagi dini, masih ada jalan untuk memperbaiki setiap kerusakan dan permasalahan yang terjadi. Beri kesempatan kepada anak untuk berekspresi dan menunjukkan bakat dan kemampuan mereka, karena setiap jiwa yang terlahir telah diberikan keistimewahan. Keistimewahan itulah yang kemudian tumbuh menjadi minat dan bila diteruskan bisa menjadi prestasi yang membanggakan bersama.

Sekali lagi, mari kibarkan bendera perang terhadap narkoba agar kehangatan cinta dan kasih sayang dapat terwujud mulai dari lingkungan keluarga hingga negara tercinta ini.**

Lomba Karya Tulis Sejarah 2011

Lomba Karya Tulis Sejarah 2011
Lomba Karya Tulis Sejarah (LKTS) bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan dan lisan (presentasi) diikuti mahasiswa (terbuka untuk semua jurusan ilmu sosial dan eksakta) dengan sub tema: ”Aktualisasi Nilai-nilai Nasionalisme dalam Perspektif Sejarah”. Melalui lomba ini peserta akan meningkat kemampuannya dalam memahami nilai-nilai sejarah untuk memperkuat jati diri dan membangun karakter kaum muda Indonesia.

Topik pilihan :

  • Peranan tokoh sejarah lokal dan nasional
  • Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di tingkat lokal dan nasional
  • Sejarah kelembagaan yang terkait nilai-nilai nasionalisme 


a. Ketentuan Naskah :

  1. Judul dan isi sesuai sub tema dan topik pilihan yang ditetapkan panitia.
  2. Karya tulis terdiri atas: Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penulisan. Isi berisi jawaban atas rumusan masalah. Pada bagian akhir Kesimpulan.
  3. Gunakan sumber-sumber (data sejarah) yang menunjang karya tulis, baik sumber tertulis (dokumen, literatur, suratkabar, dll) maupun hasil wawancara dan kunjungan perpustakaan, museum, website, internet, dll.
  4. Murni hasil karya sendiri (bukan plagiat atau saduran) dan belum pernah ikut lomba sebelumnya dan dipublikasikan di media massa.
  5. Menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar.
  6. Naskah diketik di atas kertas A4 (21x29,7 cm.), 80 gram, maksimal 15 (limabelas) halaman (termasuk halaman judul, halaman pengesahan, daftar isi, daftar pustaka, dan biodata), menggunakan huruf Times New Roman - font 12, spasi 1,5.Margin kiri 4 cm, margin atas, bawah, dan kanan 3 cm.
  7. Halaman sampul (cover) berisi: judul, nama penulis, nomor induk mahasiswa, nama perguruan tinggi, dan tahun (2011).
  8. Halaman pengesahan berisi nama penulis, nomor induk mahasiswa, judul, nama pembimbing dan tandatangan, serta diketahui dan ditandatangani Ketua Jurusan, lalu dicap dengan stempel jurusan.
  9. Biodata lengkap (termasuk nomor hp/telp rumah agar memudahkan dihubungi panitia) diletakkan di halaman terakhir.
  10. Mengirimkan satu naskah beserta softcopy (CD) via Pos ke Panitia Pekan Nasional Cinta Sejarah (PENTAS) 2011 dengan alamat Direktorat Nilai Sejarah, Kompleks Kementerian Pendidikan Nasional- Gedung E Lt. 8, Jl. Jenderal Sudirman-Senayan, Jakarta, atau melalui email Direktorat Nilai Sejarah : nilaisejarah_budpar@yahoo.co.id, selambat-lambatnya Rabu, 22 Juni 2011. 

b. Kriteria Penilaian :

  1. Kaitan judul dengan tema
  2. Alur penulisan
  3. Penelusuran dan penggunaan sumber
  4. Teknik presentasi (bagi 6 finalis) 

c. Tahapan seleksi :

  1. Seleksi tahap I, dilaksanakan pada Minggu keempat Juli 2011 oleh Panitia untuk memilih karya tulis yang memenuhi persyaratan pada (a) ketentuan naskah (1 s.d 10).
  2. Seleksi tahap II, dilaksanakan pada Minggu kedua Agustus oleh Dewan Juri untuk memilih enam finalis karya tulis terbaik yang akan diundang ke Palu. Pengumuman enam finalis akan disampaikan pada Website Direktorat Nilai Sejarah : http//www.budpar.go.id, selambat-lambatnya pada Minggu ketiga Agustus 2011.
  3. Seleksi tahap III, dilaksanakan di Palu, pada Kegiatan PENTAS 2011. Enam finalis mempresentasikan karyanya di hadapan Dewan Juri guna menentukan urutan pemenang. 

d. Ketentuan Lain
  1. Panitia menanggung biaya transportasi pesawat udara (kelas ekonomi), akomodasi, dan konsumsi enam finalis (dari luar Provinsi Sulteng) selama berada di Palu.
  2. Panitia menghubungi enam finalis pada minggu ketiga Agustus 2011.
  3. Bagi para pemenang panitia menyediakan hadiah berupa: total hadiah senilai Rp. 22.000.000, (dua puluh dua juta rupiah) tropi, dan sertifikat.
  4. Seluruh karya yang diterima panitia menjadi milik Direktorat Nilai Sejarah, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
  5. Karya tulis terbaik akan diterbitkan dan didistribusikan ke perpustakaan sekolah seluruh Indonesia.

(Re-Posting) Energi Alternatif Itu Bernama Gas Bumi

Oleh : Prakoso Bhairawa Putera S, Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP Universitas Sriwijaya

Isu bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia telah menjadi sesuatu yang sama mudah terbakarnya layaknya bahan bakar itu sendiri. Mengapa? Jawabannya akan dengan mudah terlontar. Puluhan juta rakyat jelata di negeri yang konon terkenal dengan gema ripah lojinawi ini sangat tergantung dan ditentukan hidupnya oleh BBM. Sumber energi utama untuk menyalakan api di dapur-dapur rumah mereka adalah minyak-tanah. Kenaikan harga salah satu jenis BBM saja dapat berakibat fatal mematikan penyulut api dapur di rumah-rumah penduduk mayoritas kelas menengah ke bawah. Maka, minyak-tanah pun telah menjadi salah satu kebutuhan pokok seperti bahan pangan beras, garam, gula, dan minyak-goreng.

Realita yang ada selama ini, kenaikan harga BBM jenis apa pun -- bukan hanya minyak-tanah -- selalu menjadi pemicu kenaikan harga bahan-bahan pokok lainnya. Bahkan, sekedar 'berita desas-desus' saja (bahwa akan ada keputusan pemerintah menaikkan harga BBM), sudah cukup untuk membuat lonjakan harga-harga bahan pokok, ongkos angkutan umum, rekening-rekening air minum, listrik, dan telepon, biaya-biaya sekolah dan jajan anak-anak, harga obat-obatan generik dan biaya-biaya perawatan kesehatan dasar, dan seterusnya. Spekulasi harga menjadi suatu gejala umum menyertai setiap kejadian kenaikan harga BBM. Kalangan industri dan pabrikan besar pun selalu menjadikan kenaikan harga BBM sebagai 'alasan pembenar' untuk ikut menaikkan harga barang-barang jualan mereka. Dengan kata lain, kenaikan harga BBM akan semakin memberatkan beban biaya hidup sehari-hari puluhan juta rakyat negeri ini.

Maka, bukan hal baru kalau peristiwa kenaikan harga bahan bakar minyak selalu diikuti aksi unjuk-rasa massa. Beberapa dari aksi tersebut bahkan membesar menjadi gerakan menuntut perubahan kekuasaan dan sistem politik nasional, bukan lagi sekedar menolak kenaikan harga BBM saja. Gelombang terbesar aksi unjuk-rasa rakyat dan mahasiswa yang terakhir pada tahun 1998 -- yang akhirnya menjungkalkan rezim Orde Baru dan Presiden Soeharto -- bermula dan berjalan seiring dengan aksi-aksi menentang kebijakan pemerintah mengurangi subsidi dan menaikkan harga BBM. Beberapa rangkaian gerakan protes massa sejak tahun 1980-an juga bermula dan berjalan seiring dengan aksi menolak kenaikan harga BBM.

Singkatnya, masalah harga bahan bakar minyak bukan hanya telah menjadi salah satu faktor determinan utama dalam perekonomian nasional, tetapi juga telah menjadi salah satu 'isu politik praktis' yang sangat peka di Indonesia. Bukan hanya organisasi-organisasi rakyat dan gerakan mahasiswa yang selalu menjadikannya sebagai 'isu penyulut' aksi-aksi protes mereka, bahkan partai-partai politik beserta organisasi-organisasi massanya pun selalu juga memanfaatkannya sebagai 'bahan kampanye'. Para pengkhotbah di majelis-majelis keagamaan pun sering menjadikannya sebagai 'bumbu penyedap' ceramah-ceramah mereka dalam nada satiris yang pekat. Tidak heran jika pemerintah pun selalu sangat berhati-hati dengan masalah ini.

Melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM) akibat lonjakan harga minyak dunia dan makin dikuranginya subsidi BBM pemerintah sehubungan dengan kondisi keuangan negara yang makin seret, telah menyadarkan kalangan pejabat, birokrat, pengusaha dan masyarakat pada umumnya akan pentingnya upaya-upaya pengembangan sumber bahan bakar alternatif.

Tak hanya Indonesia yang dipaksa berpikir untuk mengabil langkah strategis, berjangka panjang, berkesinambungan, di seputar masalah kebijakan energi. China yang mengonsumsi minyak 6,5 juta bph pada tahun 2004 dan diperkirakan memakai 10,5 juta bph pada tahun 2020, sedang melalukan “revolusi” energi. Juga Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan sejumlah negara Asia seperti Jepang, Thailand, dan India.
Kalau tidak direm, konsumsi minyak oleh bangsa Indonesia bisa melonjak tajam. Ada pakar yang mencatat prediksi kebutuhan BBM dalam negeri pada tahun 2010 sekitar 1,6 juta bph. Kebutuhan ini ekivalen dengan minyak mentah 2 juta bph.

Apa yang dicatat oleh sang pakar memang belum terjadi, tetapi kalau trend konsumsi BBM oleh bangsa ini tidak direm, kemungkinan krisis energi minyak tidak mustahil terjadi. Karena kebutuhan energi adalah bersifat kebutuhan primer dan selalu beriringan dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi Nasional yang terus dipacu dan terus membaik, maka tingkat konsumsi energi akan ikut terdongkrak.

Tidak ada alasan lain kecuali memfungsikan sumber daya energi lainnya yang terkandung ataupun dimiliki bangsa ini. Dengan kata lain energi alternatif menjadi pilihan tepat.

Energi Alternatif: Gas Bumi

Energi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Di Indonesia, terdapat beragam sumber daya energi, baik yang tidak terbarukan maupun yang terbarukan. Pembangunan yang berjalan dengan cepat dan jumlah penduduk yang besar membutuhkan dukungan energi. Walaupun akhir-akhir ini, perekonomian Indonesia terpuruk yang mengakibatkan terjadinya penurunan kebutuhan energi yang sangat tajam.

Energi memang tak hanya minyak bumi. Ada banyak sekali sumber energi yang bisa kita manfaatkan. Akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan akan energi jangka pendek dan menengah saat ini, tidak lain tidak bukan adalah sumber energi yang siap ’dinikmati’ layaknya minyak bumi. Energi alternatif yang dimaksud adalah gas bumi atau yang lebih dikenal dengan sebutan gas alam, yang masih satu kelompok dengan minyak bumi sebagai bahan bakar fosil (fossil fuel).

Dikatakan alternatif karena bahan bakar yang satu ini memang dapat digunakan untuk menggantikan BBM yang harganya belakan ini melonjak drastis, namun selama ini tingkat pemanfaatannya di dalam negeri masih terhitung rendah, walaupun dari segi potensi, negeri ini memiliki sumber bahan bakar alternatif yang cukup melimpah.

Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar di tanah air sebetulnya sudah memasyarakat. Bahkan, selain dipakai oleh industri, bahan bakar gas juga sudah banyak dipakai untuk kebutuhan rumah tangga, untuk bahan bakar kendaraan bermotor, dan untuk kebutuhan bahan bakar industri. Hal itu tidak terlepas dari preferensi masyarakat yang lebih tinggi terhadap gas karena penggunaan gas jauh lebih bersih dan relatif kecil dampaknya terhadap lingkungan. Bahkan dibanding dengan BBM sekalipun, penggunaan bahan bakar gas jauh lebih bersih dan lebih aman terhadap lingkungan.

Pendistribusiannya juga bervariasi mulai dalam bentuk LPG (Liquefied Petroleum Gas), CNG (Compressed Natural Gas) sampai penyaluran melalui pipa-pipa gas ke industri maupun ke rumah tangga. Indonesia memiliki cadangan gas cukup besar dan dikenal sebagai salah satu produsen dan eksportir gas alam terbesar di dunia. Kebutuhan gas alam di dalam negeri selama ini hanya sekitar 7% dari total produksi gas alam nasional. Sebagian besar gas alam itu diekspor ke mancanegara untuk memenuhi kebutuhan industri di luar negeri. Hal ini disebabkan belum dilakukannya optimalisasi dalam hal penggunaan sumber energi gas. Wajar saja bila kemudian pemerintah melakukan kebijakan ekspor gas alam dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas). Namun, bila kondisi yang terjadi saat ini dimana bahan bakar minyak tidak dapat diandalkan lagi, maka jalan terbaik adalah meminimalkan ekspor gas alam dengan diikuti optimalisasi penggunaan gas alam untuk pengganti bahan bakar minyak.

Lumbung Energi Sumsel

Seperti yang pernah ditulis oleh Husein salah seorang wartawan Sriwijaya Post, pada edisi minggu tanggal 30 April 2006 yang lalu, bahwa memang sudah saatnya era gas bumi tidak dapat lagi dibendung terlebih ditolak. Komsumsi gas bumi dari tahun ke tahun terus meningkat, tidak hanya efisien karena murah dan ramah lingkungan, tetapi juga gas bumi menjadi bahan bakar alternatif untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, jasa transportasi dan industri. Bahkan kini tercatat beberapa industri besar di Pulau Jawa sedang menanti suplai gas bumi asal Sumsel. Dengan demikian sudah selayaknya masing-masing pemerintah daerah melakukan tindakan nyata menuju kegiatan diversifikasi energi ini.

Indonesia memang mempunyai cadangan gas alam yang besar, begitu juga dengan Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki cadangan gas sebesar 24,18 TSCF atau 6,29 persen dari total cadangan nasional, kesemua ini baru dilakukan eksplorasi sebesar 0,29 TSCF (9% Nas). Sehingga ini sangat menjanjikan untuk menunjang kegiatan diversifikasi energi nasional dengan pemanfaatan energi gas bumi.

Hanya yang perlu diperhatikan adalah akan cukup sulit untuk mengalihkan bahan bakar minyak yang sudah cukup melekat pada setiap kebutuhan hidup masyarakat. Selain itu juga diperlukan investasi yang amat besar untuk memperluas infrastruktur distribusi gas alam di dalam negeri guna pemenuhan gas rumah tangga dan kendaraan umum (Stasiun Pengisian Bakar Bakar Gas/SPBG).

Seiring dicanangkannya Sumatera Selatan sebagai "Lumbung Energi Nasional" oleh Presiden RI beberapa waktu yang lalu, membuat pemerintah daerah mulai berbenah diri guna mewujudkan program tersebut. Langkah besar yang dilakukan pemerintah daerah adalah dengan menjalin kerjasama berupa Nota Kesepahaman Kerjasama Pengembangan dan Teknik Utilisasi Gas Bumi di Wilayah Sumsel, yang ditandatangani Dirut PT PGN, WMP Simandjuntak dengan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman dan Rektor Unsri Zainal Ridho Jafar di Pemprov Sumsel, 7 September 2005 lalu. Melalui kerjasama itu, wilayah Palembang pada tahun 2007 ditargetkan dapat menikmati gas bumi yang murah.

Penanda tanganan kesepakan ini merupakan titik awal penggunaan energi alternatif gas bumi di bumi sriwijaya. Sehingga pada akhirnya gas bumi selain dimanfaatkan untuk kegiatan di sektor industri berbasis gas, juga dapat diperuntukkan komersial dan rumah tangga. Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi sektor transportasi melalui CNG (Compressed Natural Gas) --- seperti yang telah dilakukan oleh beberapa perusahan jasa transportasi di kota-kota besar pulau Jawa.

Dengan semangat besar ini tentunya jangan sampai membuat pemerintah lupa bahwa ada hal penting untuk dilaksanakan yakni keterlibatan pemerintah daerah dalam percepatan proses pipanisasi gas untuk konsumen perumahan di bawah naungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keterlibatan sumber daya manusia lokal dalam pelayanan gas ke masyarakat secara tidak langsung memberikan kepercayaan kepada SDM yang ada untuk membuktikan keilmuan yang dimiliki. Kerjasama ini juga akan membentuk perusahaan patungan yang akan mengoperasikan jaringan distribusi gas di Sumsel. Perusahaan patungan ini akan bertindak sebagai jaringan distribusi sekunder ke pelanggan di Sumsel.

Dengan adanya jalinan kerjasama ini tentukan semakin membuka jalan menuju Sumsel Lumbung Energi Nasional dan pemanfaatan energi alternatif bernama gas bumi semakin dekat dan bisa dinikmati oleh masyarakat layaknya memperoleh bahan bakar minyak. Pastinya gas bumi adalah alternatif yang patut mendapatkan perhatian besar untuk dijadikan sebagai subtitusi bahan bakar minyak, mengingat begitu besarnya cadangan das bumi yang belum terekplorasi dan begitu bermanfaatnya penggunaan gas bumi karena ramah terhadap lingkunga. Semoga semangat dan cita-cita luhur ini bisa terlaksana, Semoga...!

Posting Awal: 30 Juni 2006

(Re-Posting) Pemenang Lomba Penulisan Iptek dan OSS 2009

Penyerahan Piala Bergilir Kepada Prakoso Bhairawa Putera
Memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tepat pada Senin (10/8), Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menyerahkan hadiah dan piala bergilir Menneg Ristek kepada para pemenang Lomba Penulisan Iptek 2009. Lomba bertema Kreativitas untuk Meningkatkan Daya Saing dan Mencapai Kemandirian Bangsa ini diadakan Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerja sama dengan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT Tirta Investama (Aqua Danone), dan PT Pfizer Indonesia. Untuk Kelompok Wartawan terpilih Rohmat Haryadi dari majalah Gatra (juara I), Wahyu Kuncoro SN dari harian Bhirawa (juara II), dan Aprika Rani Hernanda dari Bisnis Indonesia (Juara III). Adapun pemenang di Kelompok Penulis adalah Prakoso Bhairawa Putera (juara I) untuk tulisannya di majalah Biskom, Siti Nuryati (juara II) di harian Suara Karya, dan Sudarmono Sasmono (juara III) di Pikiran Rakyat. Adapun lomba penulisan opensource software terpilih sebagai juara I Arli Aditya Parikesit dari netsains.com, juara II Unggul Sagena penulis media Kawasan dan Pendidikan, dan juara III Candra Wirawan dari wataone.com. (YUN)

sumber: Kompas, 13 Agustus 2009

Membangun Indonesia Bersatu*

(Indonesia Masa Depan, dalam Perspektif Mahasiswa)

Penulis : Prakoso Bhairawa Putera, Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP Universitas Sriwijaya

“Daripada kita bertengkar satu sama lain, lebih baik kita memerangi bahaya yang akan sama-sama kita hadapi, yaitu kekerasan, keserakahan, membongkar akar-akar pertikaian dan mencoba melaksanakan persamaan lebih besar dalam hubungan ekonomi, sosial dan budaya.” (Javier Perez de Cuellar)

“TIDAK akan ada asap bila tidak ada apa”. Namun, sekarang ini sulit untuk mencari asal api tersebut. Konflik merupakan kata pokok dari semua sumber masalah, di mana suatu konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, ssalah perhitungan, dan proses-proses lainnya yang tidak disadari dan ksemuanya bermuara pada tindakan serta aksi-aksi brutal. Konflik merupakan gejala yang tidak dapat terpisahkan dari hidup manusia. Orang yang bertindak ”semau gue” dan mendahulukan kepentingan individu pada akhirnya akan menimbulkan pertikaian, pertentangan, kekacauan, dan ketidakselarasan.

Dalam mitologi kuno tergambar jelas berbagai konflik yang terjadi di kalangan dewa-dewa Olympus, epik Gilganesh ataupun Ahura Mazda menjadi contoh bahwa konflik terjadi sejak peradaban lampau dan kini terulang dalam peradaban modern di Indonesia. Suatu bangsa diyakini para filsuf akan senantiasa menghadapi ancaman yang justru datang dari sisi dalam. Dari filsafat Cartesian diyakini eksistensi bangsa terletak pada hasil pemikiran dan kesadaran sebuah bangsa. Jika hal ini terhenti, maka tidak mustahil kesadaran akan eksistensi sebuah bangsa akan dipertanyakan. Itu artinya akan menjadi ancaman bagi sebuah bangsa.

Dewasa ini kehidupan bangsa yang mejemuk mengalami krisis. Reduksi sikap toleransi dan pengertian untuk saling memahami satu sama lain (mutual respect and mutual understanding) telah nyata mengancam pluralisme kebangsaan. Hilangnya kesadaran untuk saling menghargai dalam ruang publik telah menyurutkan langkah konkret mewujudkan persatuan yang sinergis. Bahkan, setiap kelompok (primordialistik) menunjukkan apatisme sosial yang saling berlawanan. Ketiadaan mediasi serta solusi penyelesaian terhadap masalah ini justru akan membawa jurang perpecahan yang semakin lebar, dan akhirnya tidak jelas juntrungannya.

Perkembangan kehidupan mutakhir tersebut jelas sangat tidak menguntungkan, khususnya terkait dengan upaya perekatan sosial (social integration). Maka musuh bersama yang sekarang menantang di depan mata sesungguhnya ialah rintangan berupa sikap absolutisme yang akut itu. Yakni, sikap yang terus merangsang sebuah klaim kebenaran yang mutlak dan terus dipaksakan ke ruang publik sebagai kebenaran yang tunggal dan monolitik. Dalam berbagai varian kehidupan sosial, realita ini muncul sebagai penguasaan wacana publik di antara berbagai pertarungan nilai. Absolutisme dengan retorika yang menggebu-gebu, padahal sarat kosong makna, kemudian hadir seolah-olah telah menghipnosis masyarakat.

Resultan yang diperoleh pada gilirannya ialah terjadi eksklusi sosial di tengah keterbukaan ruang publik. Sebuah gejala perpecahan sekat sosial semakin runcing dengan statisme model eksklusi sosial ini. Masing-masing kelompok yang berbeda dalam keadaan ini begitu sulit untuk menerima titik temu secara dialogis dan komunikatif, sehingga meniscayakan kekerasan, baik kekerasan simbolik berupa pertarungan ruang diskursif maupun kekerasan fisik yang dipakai sebagai logika penyelesaian masalah tanpa pikir panjang. Pada urutannya, lahirlah "otoritarianisme" dalam kehidupan sosial.

Ironi pluralisme yang terkoyak tersebut jelas menjadi defisit demokrasi serta demokratisasi kehidupan bangsa. Bukan saja sikap memutlak-mutlakan secara logis bertentangan dengan logika demokrasi, namun lebih dari itu demokratisasi gagal justru melalui ketidakmampuan publik mengembangkan inklusivisme sosial yang mengarah ke perwujudan pluralisme yang sejati. Demokrasi merupakan "balairung" dari berbagai pintu kelompok yang amat beragam. Demokrasi bukan dimainkan melalui kekuasaan oligark yang menghasung perbedaan. Setiap kelompok yang berbeda, dalam demokrasi, mestinya bermain secara fair dan rasional dalam kontestasi yang terbuka dan dialogis-partisipatif. Keluwesan disertai strategi perekatan sosial merupakan arena demokrasi yang sejati.


Kewargaan yang Beradab


Nestapa bangsa Indonesia yang dirundung krisis demi krisis, musibah demi musibah, konflik demi konflik, hingga aksi anarkisme dewasa ini harus dihentikan. Minimal ada upaya untuk mencegah noktah hitam itu terus mengotori pakaian kebangsaan kita. Sudah tidak terhitung lagi berapa banyak kerugian yang harus dibayar dengan energi yang amat melelahkan, sementara kekuatan membangun bangsa belum optimal.

Jilid-jilid penderitaan mungkin tidak disadari (lagi) telah mengoyak kesatuan bangsa. Bayangkan, selain ragawi bangsa yang terus didera konflik dan ujian, kemiskinan dan peminggiran masyarakat masih menganga lebar, ternyata jiwa bangsa juga ikut terkoyak. Lebih tepatnya, hilangnya spirit membangun jiwa bangsa yang disodorkan oleh tata laku yang beradab, tepa slira, dan kedamaian. Betapa tidak? Tak ada penyelesaian akhir kecuali banyak yang memakai logika kekerasan. Tak ada solusi dialogis kecuali dengan egoisme melalui pembenaran diri, dan yang lain dipandang berdosa, salah, atau bahkan sesat. Tak ada pemecahan yang damai kecuali dengan budaya sektarian yang memecah-belah tanpa harus menyadarinya.

Kalau ditarik benang krisis dari problem tersebut, tidak terlalu salah jika yang terjadi sejatinya ialah kekeringan spiritual berbangsa. Buana kearifan yang berpangkal pada nilai-nilai transendental dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika luruh oleh penodaan-penodaan. Ada sesuatu yang hilang dari sini, yaitu darma kebajikan antarsesama untuk membangun kesatuan di tengah khazanah kemajemukan. Krisis yang amat fundamental ini mesti disadari betul sebagai kehilangan ruh yang manjadi daya penggerak kehidupan bangsa.

Ikatan sejati di tengah perbedaan melalui keadaban (genuine engagement of diversities within bonds of civility) sebagai intisari paham kemajemukan bernama pluralisme, buktinya, masih sebatas simbol belaka. Hilangnya spirit menegakkan cita-cita persatuan dan kesatuan dengan demikian menjadi tertunda, bukan tidak menyebut terhenti. Di atas hamparan bumi nusantara yang sangat berharga ini, berapa banyak yang masih mengupayakan kebersamaan? Bukan hanya kebersamaan dalam tampilan kasar berupa kebajikan yang kasatmata, melainkan juga kebersamaan dalam satu rasa dan nurani. Sebagai akibat menyusutnya ruh spiritual itu, lihatlah betapa banyak defisit nasionalisme (lack of nationalism) merekah menghancurkan sendi-sendi kehidupan, dan reduksi keberadaban (uncivilized) dengan kekerasan membuncah melumatkan gapura serta bangunan di dalamnya. Sebagai akibatnya, tenda kebangsaan merobek, sementara upaya merendanya hanya secuil .

Menyadari hal demikian, titik balik peradaban bangsa harus diarahkan menuju masa depan yang optimis. Biarpun banyak sekali derita dan nestapa, namun proyek besar membangun bangsa harus terus diamanatkan. Oleh karena itu, upaya pertama yang mesti dilakukan ialah meraih common platform membangun kembali kebangsaan melalui revitalisasi secara berkelanjutan. Titik temu kesamaan ini sangat penting sebagai titik pijak bagi tenda besar kebangsaan dan kewargaan. Di tengah keinginan untuk bangkit, titik temu ini amat menentukan kebersamaan serta keteguhan.


Peran Generasi Muda (Kaum Intelektual Muda)

Sejak 1998, kesulitan seolah tidak pernah berhenti dari kehidupan bangsa Indonesia. Mulai dari krisis ekonomi sampai krisis eksistensi dan identitas. Nasionalisme yang menjadi kunci sebuah bangsa kini selalu dipertanyakan di Indonesia. Rantai persatuan yang dulunya kokoh kini begitu rapuh, peran generasi muda sebagai penerus bangsa pun ikut dipertanyakan dalam membangun kembali benteng bernama ’persatuan dan kesatuan’.

Generasi muda merupakan kelompok manusia yang pada saat ini sedang tumbuh dan berkembang. Sebagai penerus pembangunan sekaligus sosok kepemimpinan bangsa di masa mendatang, wajib bagi generasi muda mempunyai idealisme agar mampu mengemban dan menjalankan tugas tersebut.

Sejarah mencatat, generasi muda punya andil besar dalam memproklamirkan kemerdekaan republik. Gerakan pemuda Boedi Oetomo mampu menyatukan para pemuda dalam perkumpulan yang terorganisir pada saat pergerakan nasional 1908 yang selanjutnya melahirkan Sumapah Pemuda, 28 Oktober 1928 di Jakarta. Dengan lahirnya kesepakatan bersama anak bangsa akan satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa Indonesia telah menjadi tonggak dan warna baru dalam perjuangan yang mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Persatuan dan kesatuan menunjukkan adanya keutuhan dari corak ragam dan unsur yang ada menjadi satu kebulatan yang utuh. Keanekaragaman suku, agama, tradisi maupun tempat tinggal dapat menumbuhkan pandangan berupa paham kebangsaan yang terwujud dalam kecintaan terhadap bangsa dan tanah air (nasionalisme). Nasionalisme bukan hanya mengandung nilai persatuan dan kesatuan. Tapi, nilai kebangsaan yang bebas dan bertanggung jawab, nilai-nilai keseimbangan yang menyangkut hak dan kewajiban pun terkandung di dalamnya.

Semangat Sumpah Pemuda, dengan ikrar 28 Okrober 1928 sepertinya mulai dilupakan. Akhir-akhir ini rasa kebangsaan kita mulai surut bahkan benar-benar mendekati surut. Apa yang dengan susah payah telah diperjuangkan dengan pengorbanan jiwa raga para pendiri dan pejuang kebangsaan seolah tiada harga dan nilainya lagi. Pertikaian dan kekacauan politik menyebabkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa menjadi robek dan terluka parah, ketika pelbagai konflik, kecurigaan dan ketidakpercayaan sosial mewarnai perjalanan bangsa.

Mengembangkan iklim kondusif bagi generasi muda dalam mengaktualisasikan segenap potensi, bakat, dan minat dengan memberikan kesempatan dan kebebasan mengorganisasikan diri secara bebas dan merdeka dengan tetap diikuti rasa tanggung jawab, perlu diciptakan sebagai wahana pendewasaan diri. Dalam suasana sosial yang diwarnai oleh erosi akan nilai dan merajalelanya kemunafikkan membuat negara ini begitu mudah terpancing isu-isu yang menyebabkan goyahnya persatuan dan kesatuan kita. Oleh karena itu, perlu disadari dari diri genarasi muda sifat fanatisme berlebihan.

Langkah Konkrit Pembaruan

Sudah selayaknya generasi muda lebih memprioritaskan kebersamaan dalam kebhinekaan, persatuan, kesatuan dan kreativitas membangun bangsa. Karena generasi inilah yang berkewajiban menjalankan paradigma baru bangsa dengan potensi, kreativitas, optimisme, dan sikap kebhinekaan yang mampu menguasai diri dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak melupakan ajaran ilahi. Untuk semua itu perlu adanya persatuan diantara individu-individu bangsa ini, terlebih di antara generasi mudanya.

Sebagai kaum muda harapan bangsa, pemuda wajib membangun kembali benteng persatuan yang sempat goyah. Untuk mengupayakan hal itu harus dimulai dengan komitmen kebangsaan, idealisme yang kuat akan keinginan untuk tetap berpegang teguh pada cita-cita kemerdekaan bangsa dan rasa persatuan kesatuan itu sendiri. Generasi muda juga perlu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan karena dengan ini berarti kita memperlakukan orang lain secara sama, tanpa membedakan status sosial sehingga orang lain merasakan diperlakukan secara adil sesuai dengan harkat dan martabatnya.

Bekerjasama sapat menumbuhkan kebersamaan yang bermuara pada rasa persatuan dan kesatuan. Sebagai orang muda, jangan takut untuk minta maaf. Dalam kehidupan. Wajar jika terkadang kita melakukan kesalahan. Karena, bila masalah kecil kita biarkan maka lama kelamaan akan menjadi besar dan ini akan membahayakan persatuan kita bersama. Telah banyak contoh yang mengarah pada hal ini, akankah kita menambahnya? Olah karen itu, generasi muda harus berupaya untuk dapat menyelesaikan masalah dari yang kecil-kecil agar tidak membahayakan perstuan bangsa. Mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat dapat menghindarkan kita dari usaha-usaha provokatif pihak lain. Di lain pihak, menjaga sikap dan mampu mengendalikan diri dalam kehidupan bermasyarakat perlu dikembangkan oleh generasi muda. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pergaulan sehari-hari dapat dijadikan uapaya membangunkan kembali rasa persatuan, karena dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi kesalahpahaman akan terhindar.

Orang selalu mengimpikan sebuah kedamaian di mana setiap orang bebas hidup dengan damai dan mewujudkan cita-citanya. Baru belakangan ini kita mulai menyadari bahwa dengan kerjasama, kita mampu membangun dunia yang damai. Daripada kita bertengkar satu sama lain, lebih baik kita memerangi bahaya yang akan sama-sama kita hadapi, yaitu kekerasan, keserakahan, membongkar akar-akar pertikaian dan mencoba melaksanakan persamaan lebih besar dalam hubungan ekonomi, sosial dan budaya. (Javier Perez de Cuellar).

Di dalam tugas yang memakan waktu dan menantang ini, mantan Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar mengatakan bahwa kita harus membentengi diri dengan kepercayaan pada nilai-nilai keutamaan manusia akan cinta, kasih sayang, dan kebijaksanaan sebagai modal untuk memandang masa depan.

Jika kita hubungkan dengan Indonesia, maka generasi muda saat ini merupakan generasi yang akan mewujudkan paradigma baru pembangunan mendatang dengan tetap terlebih dahulu perlu membangunkan kembali Persatuan dan Kesatuan. Ini dapat dicapai melalui peningkatan komitmen kebangsaan di dalam sanubari masing-masing agar nasionalisme Indonesia baru akan berpijar dalam bentuk gagasan dan pandangan bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia...***

*BERsama SAtukan TUjuan

Puisi Koko P. Bhairawa (23/06/2006)


Kontemplasi 11 Mei

kembali kulepas satu umur hidup
kini ruhku seribu centi lebih dekat
tafsir angin dan gelombang
membuat jiwa kehilangan banyak masa
pada bibir Tanjung kulafazkan sajak zikir
desahku, riakmu, detakku, ayatmu
berintegral dalam langit pagi
kucicip embun diantara ilalang
kukecup hangat tanah berpasir
aku kehilangan banyak masa untukMu


Sepotong Bulan di Musi

ada yang menari di riak sungai
cahayanya jatuh mencumbui tiap sudut
dari seberang ilir hingga seberang ulu
tapi hanya sepotong tampak olehku
dan pada ruang di bola mata
tak ada lagi motor tempel
yang selalu menjilati musi seperti siang tadi
bahkan rumah rakit di seberang
tempat bengkel karoseri taxi air
hanya terlihat sebentuk cahaya

malam kembali memainkan peran
menjadi saksi bagi rutinitas anak manusia
dari pelataran benteng malam memberikan
sepotong bulan dan sejuta bintang di mataku
barangkali ia paham arti perjuagan hingga
tak rela membiarkan hati tersiksa demi cinta
membiarkan perasaan berbohong demi kata sayang
:gelap tak selalu hitam bagi diri

di antara kesendirian malam
ada syair luka yang dikirimkan Musi
sampah telah membuatnya malu untuk bercermin
Musi, kita berdua punya duka yang sama
walau dengan cerita yang berbeda
tapi kau lebih baik
kau jujur akan deritamu
sedang aku bersembunyi di tawa sepanjang tahun

tapi semuanya baru saja ditenggelamkan
di dasarmu dan arus takkan sanggup
membawanya ke seratus anak-anakmu
karena beban yang kulepaskan begitu berat
hingga asa putih dapat terbang ke bulan
untuk menjemput sepaket impian
agar besok di pagi ada kehangatan
dari mimpi yang terwujud
ada lukisan senyum di wajah
dan yang pasti akan ada narasi baru
dengan dirimu di sisiku

Palembang, 31/12/2004



Sketsa Asa

dahulu,
ada sebuah harmoni yang mampu
meruntuhkan tiang di rumah ke sembilan
menenggelamkan susunan batu suci
tempat bersemayamnya kepercayaan pada cinta
yang selama dimensi waktu telah tumbuh
jadi sebentuk bayangan di tiap kesendirian

kuor dari harmoni atas nama kegelapan
membuka pertemuan lubang hitam dan neraka
di rumah; dinding – pintu – bahkan bantal kesayangan
melempar kutukan yang semakin melebarkan luka
menjauhkan mimpi dari rongga malam
bersama jiwa tersudut sepi
menggigilku bersama detik

semalam ada lampu kota yang merayu bulan purnama
angin dan kunang-kunang menari-nari
di atas gedung tinggi menggoyang dan mendekap diri

(Re-Posting) Liburan Asyik di Fantasy Island

MONDAY, JUNE 26, 2006

Bermain di Fantasy Island
BEGITU padatnya aktivitas satu minggu dan beberapa hari terakhir, akhirnya pada minggu yang cerah akhirnya gw bareng keluarga bisa juga liburan. Hari Minggu adalah hari yang tepat. Pagi-pagi banget gw yang masih tidur sekitar pukul tujuh dibangunin Reza – sahabat gw buat berangkat. Tanpa sarapan dan mandi, gw langsung cabut. Di bawah, om-tante serta semua adik-adik kecil udah kumpul. Gw yang masih ngantuk gak banyak bicara pagi itu. Pagi Minggu emang asyik banget, udara masih sejuk dan penuh dengan keceriaan. Kalo seperti ini gw ingin Bangka, jujur ketika gw masih di Bangka, karena rumah gw dekat dengan perbukitan maka tiap pagi gw pasti melihat awan putih yang menutupi sebagian puncak bukit yang bisa ditempuh dengan berjalan dengan memakan waktu tidak lebih dari 2 jam.

“Kita ke Fantasi Island!” begitu kata Om pada semua..

Selalu Ceria ---
Gw yang masih gak sadar senyum-senyum aja, sedang adik-adik kecil gw langsung sumringah. Itulah keinginan mereka selama ini. Maklum Fantasy Island adalah satu-satunya tempat pemandian sekaligus wisata yang cukup terkenal, bersih dan aman di kota Palembang. Jaraknya sekitar 7 km dari rumah dan bisa ditempuh dengan 45 perjalanan. Tempat wisata keluarga ini mengadopsi konsep dari Taman Impian Jaya Ancol. Yah,...bisa dikatakan Ancolnya Palembah deh..bebarapa fasilitas dibuat semirip mungkin dengan Ancol, mulai dari kolam arus yang berbentuk lingkaran mengelilingi kolam utama, papan luncur sampai fasilitas go car. Nah buat menikmati fasilitas ini stiap orang akan dikenakan biaya masuk sebesar 40 ribu, ehmm lumayan besar banget untuk ukuran sebuah hiburan, tetapi enaknya gak mengenal waktu. Sehingga kita bisa aja masuk dari pagi hingga tempat itu tutup, tapi kayaknya ngak dehh...

Pagi itu ketika gw dan keluarga tiba, belum banyak yang datang, bahkan kita merupakan orang-orang pertama yang tiba, bahkan penjaga kolam sekaligun,.he..he..soalnya kalo udah siang airnya udah gak strill githu deh kata tante gw.. Nah meski kita harus menungggu sekitar 30 menit tapi no problemo, meski gw yang udah gerah banget buat mandi tetap aja keren, he..he..(liat aja tampang gw dengan rambut acak-acak di foto)..

Akhirnya gw dan semua masuk juga, tanpa basa basi gw buka baju langsung nyebur ke kolam,..coba maen papan luncur, sambil teriak..OOOOOOOOOOOOOOOOO

Walau Belum Mandi Tetap Gaya
Terus maen bareng adek-adek di kolam arus. Lantaran belum sarapan pagi, gw langsung menyantap pop mie,..enak, yam..yam...

Setelah puas dan senang banget sekitar jam 11 kita langsung back to home, but kita berhenti ditengah jalan buat cari makan siang...

Nah,..Minggu gw sepertinya asyik banget,..semoga minggu-minggu depan lebih baik lagi, bagaimana dengan kamu...i hope so...oke..bye....

(Re-Posting) Bertemu 136 Mahasiswa Terpilih

Kelompok Empat yang Selalu CERIA
”Wow..!” begitulah kata yang terlontar ketika sebagian peserta Pelayaran Kebangsaan VI tahun 2006 melihat ’rumah’ yang akan membawa mereka mengunjungi pulau Bangka, pulau Bintan, pulau Penyengat, dan pulau Tolop. Sebuah spanduk panjang bertuliskan ”Selamat Datang” dihiasi dengan pita biru menambah kebanggan para peserta yang datang. Siang itu, Senin (11/07) matahari tampak bersahabat dengan seluruh peserta Pelayaran Nusantara VI, satu persatu mahasiswa dan mahasiswi terpilih dari seluruh Indonesia mulai berdatangan di dermaga 115 Tanjung Priok-Jakarta Utara. Ada yang diantar ojek bagi mereka yang kebetulan datang dengan menggunakan bus hingga terminal Tanjung Priok, ada juga yang langsung diantar taksi. Kesan bangga bercampur bahagia terpancar dari raut wajah semua peserta yang melakukan daftar ulang di meja panitia. Bagaimana tidak selama kurang lebih sembilan hari mereka akan didaulat menjadi tamu istimewah di KRI Tanjung Nusanive-973 milik TNI Angkatan Laut.

Ketika Sandar di Tanjung Pinang
Pelayaran Kebangsaan tahun 2006 merupakan rangkaian lanjutan kegiatan serupa yang telah memasuki tahun ke enam. Untuk tahun 2006 Pelayaran Kebangsaan mengambil tema ”Perkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Berbasis Kepulauan”. Kegiatan ini diikuti sebanyak 136 peserta dari 89 perguruan tinggi negeri maupun swasta se-Indonesia, ditambah 3 orang peserta dari setiap taruna Akademi Kepolisian dan 5 perwiara TNI AL. Para peserta tersebut adalah mahasiswa yang telah dinyatakan lolos serangkaian tes yang dilakukan oleh panitia dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Departemen Pendidikan Nasional. Sebelum dinyatakan lolos, mereka diharuskan membuat makalah/karya tulis tentang seputar permasalahan bangsa yang terjadi saat ini. Bukan hanya itu kemampuan akademis yang dibuktikan dengan standar indeks prestasi komulatif lebih dari 2,75 harus mereka patuhi. Kegiatan-kegiatan keorganisasian di kampus serta prestasi kulikuler juga menjadi penentu peserta yang dinyatakan lolos.

Menerima Penjelasan Seputar Peralatan Navigasi Kapal
Setelah melakukan daftar ulang, semua peserta di tempatkan pada kamar-kamar berukuran 3 x 5 meter. Kamar tersebut selanjutnya akan diisi oleh 4 orang peserta. Menjadi peserta Pelayaran Kebangsaan bukan hanya menjadikan kebanggan semata tetapi dengan semua fasilitas yang diberikan secara gratis tersebut, semua peserta berusaha untuk dapat menjadikan hari-hari esoknya lebih berguna bagi diri, keluarga, perguruan tinggi, nusa dan bangsa. Hal senada pun diungkapkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya pada pembekalan tentang wawasan kebangsaan di Istana Negara sore Senin (11/07). Pada kesempatan itu, presiden menyempatkan diri beramah tamah dengan seluruh peserta.

Perjalanan hari pertama bagi sebagian peserta banyak dimanfaatkan untuk melakukan foto-foto dan saling berkenalan satu dengan yang lainnya. Guratan tawa dan senyum tak henti-henti terlihat dari setiap peserta. Walaupun, mereka harus menunggu lebih dari 4 jam di dermaga lantaran kapal sedang melakukan uji coba mesin dan simulasi pelayaran.

(Re-Posting) Hari Pertama dan Terakhir di KRI Tanjung Nusanive

MONDAY, JULY 24, 2006

KRI Tanjung Nusanive
Matahari sepertinya begitu bersemangat menyambut para peserta yang sedang menikmati suasana pagi Selasa (12/07) di dek kapal, sampai akhirnya meraka harus turun guna mengikuti upacara pemberangkatan dan pelepasan. Hadir pada kesempatan itu Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Bambang Sudibyo dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Slamet Soebijanto. Pada kesempatan itu juga baik Mendiknas maupun KSAL kembali mengingatkan akan nilai-nilai kebangsaan dan wawasan nusantara yang menjadi modal dasar dalam membangun karakter diri. Akhirnya dengan diiringi Tari Tepak Lenggang dan ondel-ondel Betawi, para peserta satu persatu masuk ke dalam kapal disambut pelepasan tali tros kapal oleh KSAL.

Pelayaran Kebangsaan VI kali ini, akan mengarungi lautan dengan rute Jakarta-Pulau Bangka-Tanjung Pinang-Pulau Penyengat-Pulau Tolop-Jakarta. berlayar dari tanggal 11-19 Juli 2006. Adapun agenda Pelayaran Kebangsaan meliputi suatu penelitian makalah, diskusi kelompok, role play, pementasan seni budaya, bakti sosial, dialog dengan tokoh masyarakat, mengunjungi tempat-tempat bersejarah, menyusun rekomendasi dan siaran pers.

Prosesi Pelepasan Tali Tros
Empat jam sudah kapal membelah birunya lautan tanpa sedekitpun permasalahan, tiba-tiba ditengah asyiknya para peserta mendapatkan materi tentang kebaharian, seorang anak buah kapal mendatangi panitia mengabarkan bahwa salah satu mesin kapal mengalami kerusakan. Alhasil dengan berat hati, Drs. Abdul Muin Angkat selaku ketua rombongan menyampaikan berita tersebut kepada seluruh peserta. Seluruh peserta dengan sigapnya langsung kembali ke kamar masing-masing guna melakukan pengepakan barang-barang pribadi. Dari wajah-wajah peserta tanpak kekecewaan yang begitu besar. Akan tetapi, permasalahan teknis tidak bisa dianggap remeh. Kapal pun kembali ke dermaga Tanjung Priok. Namun, sekali lagi sepertinya peserta harus kecewa karena kapal tidak bisa sandar di dermaga lantaran semua lokasi sandar dipenuhi kapal barang. Lama kami menanti kepastian akan sandar atau tidak. Pada kesempatan ini banyak diantara peserta memanfaatkan waktu untuk beristirahat ataupun sekedar duduk-duduk di cafe dek.

Melihat situasi yang tidak menentu, aku bersama beberapa rekan memberanikan diri naik ke anjungan kapal. Disana kami bertemu dengan Letkol Laut Suroso Hadi selaku panitia dari TNI AL. Beliau kemudian menjelaskan kondisi kapal, sehingga kesimpulan yang kami terima bahwa untuk bisa melanjutkan perjalanan kami harus menggunakan kapal yang lain. Dan itu baru bisa dilaksanakan pukul 12 malam nanti.

Saya (Prakoso B. Putera) sedang Presentasi Makalah
Guna mengisi waktu dan menghindari jenuh. Panitia persidangan membagi kami kedalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan makalah yang kami kirim sebelumnya sesuai dengan isu berbasis tema terpilih. Ada lima kelompok, dimana masing-masing kelompok terbagi atas 26-28 peserta. Tiap kelompok ada yang membahas tentang Solidaritas Sosial dan Social Capital, ada juga berdiskusi tentang Hubungan antar kelompok dan pembaruan, Pendidikan-Teknologi dan Lingkungan, Pertahanan Keamanan, sedangkan aku ditempatkan pada kelompok IV yang akan membahas tentang Kesadaran dan Penegakan Hukum. Ditiap kelompok akan dipandu oleh seorang akademisi yang berkompeten dibidangnya. Bapak Harry Suherman adalah pemandu yang bertanggung jawab atas kelompok kami selama pelayaran ini. Malam itu ada empat mahasiswa terpilih yang akan mempresentasikan makalahnya. Mereka masing-masing Prakoso Bhairawa Putera S (Univ. Sriwijaya) dengan pokok pikiran tentang Menuju Gerakan Anti – Korupsi di Daerah, Yudhi Mustika (USU) dengan pokok pikiran tentang Kesadaran dan Penegakan Hukum, sub pokok Pembinaan Kesadaran Hukum di Desa, Dian Anugrah (Univ. Andalas) dengan pokok pikiran Pornografi dalam Perspektif Sosiologi Hukum, dan Adi Tri Pramono (UGM), dengan pokok pikiran tentang Refleksi Hak Asasi Manusia. Kesempatan pertama presentasi pun diberikan kepada saya. Hampir 2 jam kami berdiskusi dan merumuskan langkah-langkah kongkrit guna menghasilkan solusi terhadap permasalahan, hingga kami tak sadarkan diri bahwa tengah malam nanti kami harus meninggalkan kapal ini.

Hari pertama yang terlalu berat buat seluruh peserta dan panitia akan segera berakhir. Tepat pukul 00.30 dini hari (13/07), kami dipindahkan menuju kapal yang lain. Kapal itu tidak semegah ataupun semewah KRI Tanjung Nusanive, karena kapal yang akan membawa kami berlayar adalah kapal yang digunakan sebagai kapal rumah sakit. Kapal itu bernama KRI Tanjung Dalpele-972 dengan Letkol Laut E. Estu Prabowo sebagai komandannya. Ditengah remang lampu dermaga Tanjung Priok kami satu persatu masuk dan ditempatkan di ruang-ruang kosong yang hanya beralaskan karpet buldru biru tanpa ada tempat tidur, lemari ataupun meja kursi seperti Tanjung Nusanive. Keadaan serupa ternyata menimpa seluruh panitia. Tanpa mengeluh dan tuntutan mata yang ingin segera memejamkan mata, kamipun langsung beristirahat. Padahal kalau mau diperhatikan, kami tidur dengan tas sebagai bantal kepala dan satu ruang berukuran 4 x 6 m berisi sekitar 8 – 15 orang.

BROMO PRIORITAS PARIWISATA

PASURUAN – Kawasan wisata Gunung Bromo yang dikenal dengan keindahan panorama matahari terbitnya, menjadi prioritas Kementerian Budaya dan Pariwisata (Kemenbudpar) RI untuk dikembangkan. Skala prioritas Bromo itu dilakukan dalam program Destination Manajemen Organisation (DMO) bersama 14 lokasi wisata lainnya di Indonesia. “Program ini untuk mempromosikan Bromo agar semakin dikenal di dunia. Untuk Bromo, selain keindahan panorama alam, yang perlu diangkat juga tentang Budaya Suku Tengger. Saat ini momennya juga tepat, setelah Bromo erupsi dan perlu ditata ulang,” tandas Ary Basoeki, Staf Ahli Kemenbudpar RI saat di Bromo, Sabtu (9/4) sore.

PRESENTASI - Trisno Sudigdo mempresentasikan Bromo Tengger Center kepada rombongan dari Kementerian Budaya dan Pariwisata di Pendopo Agung Wonokitri. Foto: surya/abdus syuk
Sementara, Warga Tengger dengan menggunakan ikat kepala khasnya, saat bertemu dengan pihak Kemenbudpar di Pendopo Agung Wonokitri, Kecamatan Tosari, menyampaikan detil pengembangan wisata alam Bromo dan budaya Suku Tengger. ”Secara adat Tengger terbagi dalam dua bagian yakni Brang Kulon (sebelah Barat) dan Brang Wetan (sebelah Timur). Kami di Brang Kulon, menyiapkan detil pengembangan Bromo Tengger Center sebagai pusat pendidikan, Budaya dan Pariwisata,” tegas Trisno Sudigdo, tokoh warga Tengger saat menyampaikan kesiapan masyarakat. Sebagai pusat pendidikan, Bromo Tengger Center dijadikan sebagai informasi terhadap masyarakat dan warga Tengger sendiri tentang budaya Tengger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More